Pulihnya Kredit Bergantung pada Penanganan Covid-19
Pulihnya permintaan kredit juga bergantung pada penanganan Covid-19. Di sisi lain, sebagian besar pengusaha masih susah mendapatkan kredit.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Optimisme pertumbuhan penyaluran kredit perbankan muncul sejalan tren pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung. Permintaan kredit ini pulih seiring normalisasi kegiatan bisnis. Namun, hal ini bisa terjadi dengan catatan kasus penularan Covid-19 terkendali.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, hingga September 2020 kredit hanya tumbuh 0,12 persen menjadi Rp 5.531 triliun secara tahunan. Realisasi tersebut lebih rendah dibandingkan Agustus 2020 yang tumbuh 1,04 persen secara tahunan. Pekan lalu, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso memperkirakan, hingga akhir 2020, kredit masih bisa tumbuh 2-3 persen.
Ekonom Center Of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, Minggu (15/11/2020), mengatakan, pertumbuhan kredit akan mengikuti tren pemulihan ekonomi. Jika pemulihan ekonomi berjalan lambat, kredit juga akan sulit tumbuh.
Pada triwulan III-2020, sejumlah sektor usaha yang sebelumnya bergerak sangat lambat mulai meningkatkan pergerakannya. Mengutip data Badan Pusat Statistik, Yusuf menyebutkan, sejumlah sektor usaha yang tumbuh positif pada periode itu, antara lain, adalah pertanian, jasa kesehatan, dan informasi-komunikasi. Sektor-sektor ini bisa menjadi penopang kredit perbankan.
Adapun sektor lain yang sebelumnya masih berat untuk menyedot kredit, seperti manufaktur, pariwisata, restoran, dan transportasi, mulai menunjukkan perbaikan aktivitas bisnis sejak akhir triwulan III-2020. Ini juga merupakan potensi permintaan kredit.
”Peluang pertumbuhan kredit hingga 2 persen masih terbuka, dengan catatan dalam satu setengah bulan ke depan tidak ada lagi PSBB lanjutan serta tren penularan Covid-19 tidak meningkat,” katanya.
Peluang pertumbuhan kredit hingga 2 persen masih terbuka, dengan catatan dalam satu setengah bulan ke depan tidak ada lagi PSBB lanjutan serta tren penularan Covid-19 tidak meningkat.
Survei perbankan yang dirilis Bank Indonesia (BI) pada pertengahan Oktober lalu menyebutkan, kredit diperkirakan baru tumbuh pada triwulan IV-2020. Survei tersebut diikuti bankir dari 40 bank umum dengan 80 persen pangsa pasar nasional. Hasil survei mencatat saldo bersih tertimbang yang mencapai 57,6 persen. Ini lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan III-2020 yang sebesar 50,6 persen. Para bankir memprioritaskan penyaluran kredit pada modal kerja, investasi, dan konsumsi.
”Perkiraan peningkatan permintaan kredit baru itu tak lepas dari kebijakan penyaluran kredit perbankan pada triwulan IV-2020 yang diperkirakan tidak seketat triwulan sebelumnya,” kata Yusuf.
Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Sunarso mengatakan, BRI semakin melonggarkan penyaluran kredit ke sektor UMKM, khususnya mikro yang bergerak di bidang pangan. Dalam kondisi ekonomi yang terkontraksi, produk domestik bruto (PDB) di sektor pangan pada triwulan II-2020 justru tumbuh 16 persen.
”Adanya pembatasan sosial tidak membuat kebutuhan masyarakat akan pangan menurun,” ujarnya.
Hingga triwulan III-2020, secara konsolidasi BRI telah menyalurkan kredit sebesar Rp 935,35 triliun atau tumbuh 4,86 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Sunarso memperkirakan, realisasi pertumbuhan kredit hingga akhir 2020 bisa mencapai 5 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Sunarso memperkirakan, realisasi pertumbuhan kredit hingga akhir 2020 bisa mencapai 5 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk Jahja Setiaatmadja menekankan, kunci dari pertumbuhan penyaluran kredit perbankan adalah pertumbuhan ekonomi. Sementara kunci dari geliat aktivitas ekonomi saat ini adalah penanganan kasus Covid-19.
”Kenaikan kasus Covid masih susah diprediksi. Respons dari pemerintah kalau ada penambahan kasus akan ada pengetatan pembatasan sosial bersakala besar (PSBB). Kalau seandainya tidak ada pengetatan lagi, bank masih bisa optimistis,” ujarnya.
Pengajuan ditolak
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Haryadi B Sukamdani mengaku, sebagian besar pengusaha masih kesulitan memperoleh kredit baru dari bank. Kondisi ini membuat pelaku industri sampai harus bersusah payah menyesuaikan kapasitas produksi untuk menstabilkan arus kas agar tidak merugi.
”Bank masih berhati-hati dalam penyaluran kredit baru. Pembiayaan hanya dapat dikantongi oleh sebagian kecil perusahaan yang bisnisnya masih berjalan cukup baik, seperti perusahaan obat-obatan dan kesehatan,” ujarnya.
Permintaan kredit dari perusahaan ke perbankan, lanjut Hariyadi, sudah meningkat karena banyak perusahaan yang kini membutuhkan modal kerja karena kas tidak cukup untuk menjalankan operasional perusahaan. Sayangnya, sejumlah pengajuannya ditolak karena bank menganggap prospek bisnis sedang tidak bagus.
Hingga kini, pemerintah belum juga merealisasikan program penjaminan kredit korporasi yang sudah dijanjikan sejak pertengahan tahun. Ia berharap program ini segera terealisasi sehingga dapat memberi napas bagi dunia usaha.