Terkena PHK, Mereka Kini Bangkit Menjadi Pelaku Usaha
Pandemi Covid-19 masih memukul dunia usaha, PHK pun menjadi momok bagi para karyawan. Namun, mereka yang menjadi korban PHK kini kembali bangkit menjadi pelaku usaha di dunia kuliner.
Oleh
SHARON PATRICIA
·5 menit baca
KOMPAS/SHARON PATRICIA
Tampilan muka E-Brochure besar Smesco Indonesia yang merupakan wadah pemasaran produk melalui media digital yang akan dijadikan katalog produk UMKM seluruh Indonesia.
Sembilan bulan berjalan, pandemi Covid-19 masih menjadi momok bagi dunia usaha, termasuk para karyawan. Jumlah tenaga kerja yang terkena pemutusan hubungan kerja pun kian meningkat.
Kementerian Ketenagakerjaan mencatat, per 31 Juli 2020, lebih dari 3,5 juta pekerja mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) dan dirumahkan akibat pandemi Covid-19. Hasil survei Badan Pusat Statistik pada 7 Oktober menyebutkan, Covid-19 membuat 17,06 persen perusahaan merumahkan tenaga kerja mereka tanpa memberikan bayaran.
Namun, tentunya ini bukan akhir dunia. Para mantan pekerja kini bangkit kembali merintis usaha menjadi pelaku usaha mikro. Mereka mencoba terjun ke dunia usaha kuliner, khususnya dalam ekosistem digital, guna menyambung hidup.
Wiyoko (43), pemilik usaha Mie Gemes (Gemecer Pedes) di Surabaya, Jawa Timur, adalah salah satunya. Usahanya ia rintis pada Juni 2020, tak lama setelah terkena PHK di perusahaan pabrik kompor tempatnya bekerja selama 10 tahun terakhir.
Berawal dari otodidak dengan modal sekitar Rp 500.000, Mie Gemes mendapat sambutan baik dari para tetangga. Wiyoko kemudian mulai memproduksi dan memasarkannya secara daring melalui Whatsapp, Instagram, Gofood, dan Grabfood dengan harga Rp 11.000-Rp 15.000 per porsi.
”Kata para tetangga rasanya enak, jadi saya beranikan juga untuk dijual. Alhamdulillah sekarang paling enggak terjual 100 porsi per hari yang kebanyakan lewat online,” ujar Wiyoko, saat dihubungi Kompas, Sabtu (14/11/2020).
TANGKAPAN LAYAR AKUN INSTAGRAM @MIE.GEMES2020
Wiyoko (43), pemilik usaha Mie Gemes (Gemecer Pedes) di Surabaya, Jawa Timur, memulai usaha sejak Juni 2020.
Dalam proses pembuatan, mi dikeringkan dalam oven dan tidak menggunakan bahan pengawet sehingga bisa bertahan sampai satu tahun. Lokasi penjualan pun sudah mencapai Malang, Tuban, dan dalam waktu dekat akan masuk Kediri.
Wiyoko pun terus menambah ilmu melalui berbagai pelatihan yang tersedia. Salah satunya, pelatihan dari Komunitas Partner GoFood (Kompag) yang diadakan secara daring melalui Facebook.
”Pelatihan dari Kompag ini amat sangat membantu, khususnya tentang menghitung margin sehingga tahu untung ruginya. Buat saya, pelatihan-pelatihan seperti ini penting sekali untuk membantu pelaku usaha mikro menjalankan usaha,” ujarnya.
Kepada pemerintah, Wiyoko berharap dapat terjangkau oleh bantuan-bantuan yang tersedia. Sebab, kartu tanda penduduknya yang diterbitkan di Lamongan membuatnya sulit untuk mendaftar ke Dinas Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah di Surabaya meski telah menetap sejak 1999.
Ayah tiga anak ini pun berharap suatu saat dapat membuka kedai mi sehingga penjualan semakin berkembang. Saat ini, ia fokus untuk mengenalkan Mie Gemes kepada masyarakat secara luas agar mendapatkan kepercayaan konsumen.
TANGKAPAN LAYAR AKUN INSTAGRAM @MIE.GEMES2020
Mie Gemes (Gemecer Pedes)
Muhammad Ade Prasetyo (27), pemilik Rumah Pojok Gurame As-Syifa di Kota Tangerang Selatan, Banten, pun menjalani kisah hidup serupa. Ia memulai usaha sejak Maret 2020 setelah terkena PHK dari perusahaan ritel tempatnya bekerja selama delapan tahun terakhir.
Bermodalkan Rp 400.000, Ade mampu meraup omzet hingga Rp 19 juta pada awal memulai usaha. Namun, pasang surut dunia usaha mulai ia rasakan saat ini dengan penurunan omzet hingga 70 persen.
Penurunan omzet, kata Ade, terjadi karena sudah banyak rumah makan yang kembali buka. Masyarakat pun sudah tidak takut lagi untuk makan di tempat meski masih di tengah pandemi Covid-19.
Dengan produk olahan ikan bumbu dan ayam ungkep, kini ia harus menata strategi dan membuat inovasi baru. Mulai dari mengadakan promosi, memasarkan secara kreatif, hingga menjadi supplier untuk rumah makan lain.
”Supaya omzet enggak turun banget dan tetangga kanan-kiri juga bisa tetap dapat uang dengan membantu membersihkan ikan. Sekarang untungnya kami ada pelanggan tetap di daerah Cinangka, Depok, yang kami kirim sekitar 15 kilogram ikan gurami segar setiap minggu,” kata Ade.
DOKUMENTASI INSTAGRAM
Muhammad Ade Prasetyo (27), pelaku UMKM Kerakyatan Rumah Pojok Gurame As-Syifa (kiri).
Sebagai salah satu penerima Bantuan Presiden Produktif Usaha Mikro, bantuan sebesar Rp 2,4 juta digunakan Ade untuk memperluas pemasaran. Tujuannya, untuk menciptakan pasar baru.
”Saya gunakan bantuan itu untuk modal membuat brosur yang kemudian saya sebar dari pintu ke pintu. Bagi saya, kalau kita usaha dan aset menumpuk tanpa ada pasar, percuma akhirnya,” ujar Ade.
Selain menggunakan Whatsapp dan Instagram, Rumah Pojok Gurame As-Syifa kini juga terdaftar sebagai mitra Gofood sejak satu bulan lalu.
Meski begitu, Ade mengakui, belum banyak pesanan yang datang melalui aplikasi tersebut sekalipun telah mengikuti beragam promo yang dinilai dapat meningkatkan penjualan. Ia pun sempat mengikuti pelatihan yang diadakan oleh Kompag, tetapi masih merasa kurang efektif.
”Saya berharap bisa ada pelatihan tatap muka agar lebih efektif, kan, sekarang juga bisa dengan protokol kesehatan. Misalnya, maksimal sepuluh orang di ruang terbuka sehingga aman dan kami pelaku usaha jadi lebih cepat belajarnya,” tutur Ade.
DOKUMENTASI INSTAGRAM
UMKM Kerakyatan Rumah Pojok Gurame As-Syifa di Kampung Baru Asih, Kelurahan Muncul, Kecamatan Setu, Kota Tangerang Selatan, yang memberdayakan sekitar lima warga sekitar yang membantu dalam pengolahan makanan.
Sebagai upaya meniti karier usaha kuliner, Ade menyadari yang saat ini diperlukan adalah konsumen mengenal dan memercayai produk Rumah Pojok Gurame As-Syifa. Dengan begitu, ia yakin usahanya akan dapat bertahan, berlanjut, bahkan semakin berkembang.
Pendataan
Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Rully Indrawan menyampaikan, para pelaku usaha mikro masih dapat mendaftar sebagai penerima Banpres Produktif hingga akhir November. Pendaftaran dapat dilakukan di dinas Kementerian Koperasi dan UKM setempat.
”Termasuk bagi pelaku usaha mikro yang KTP-nya berbeda dengan lokasi usaha, dapat membuat surat keterangan usaha ke tingkat kecamatan terlebih dahulu. Saat ini sudah terealisasi 72 persen dari total Rp 28 triliun untuk 12 juta usaha mikro,” ujar Rully.
Melalui Banpres Produktif, pendataan para pelaku usaha mikro diharapkan dapat lebih komprehensif, baik di tingkat pusat maupun daerah. Sosialisasi juga dapat lebih matang diberikan kepada masyarakat sehingga informasi yang diberikan menjadi sama rata di setiap daerah.
”Kami terus melakukan komunikasi dan koordinasi dengan dinas terkait di setiap daerah. Memang terkadang komunikasi virtual juga membuat ada miskomunikasi, tetapi kami akan terus tingkatkan,” ujar Rully.
Sebelumnya, Head of Gofood Merchant Marketing Felicia Wijaya menyampaikan, Gofood terus berupaya melatih para pelaku usaha melalui Kompag yang tergabung dalam Facebook. Kini, sudah ada lebih dari 67.000 anggota di 69 kota di Indonesia.
”Kami salah satunya mengadakan Ngobrol Pintar atau Ngopi dengan mengundang para ahli dari top merchant untuk berbagi pengalaman dan tips kepada mitra lainnya. Komunitas ini juga bertujuan memperluas dan membangun jaringan sesama pelaku usaha,” ujar Felicia.