Eksploitasi Berlebihan, Pemanfaatan Sidat Perlu Ditata
Peningkatan permintaan pasar menyebabkan terjadinya eksploitasi benih sidat secara berlebihan. Tingginya eksploitasi sidat ini memicu penurunan stok di alam.
Oleh
bm lukita grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tren meningkatnya permintaan ekspor sidat membuat penangkapan ikan sidat di alam semakin masif. Oleh karena itu, pengelolaan sidat perlu ditata dan didorong agar berkelanjutan.
Komoditas sidat asal Indonesia dikenal memiliki kualitas dan bernilai ekonomi tinggi untuk diolah menjadi makanan, obat-obatan, dan suplemen. Sidat merupakan ikan yang dapat hidup di perairan tawar dan laut (catadromous). Siklus hidupnya memijah di laut, kemudian bermigrasi ke air tawar, berkembang menjadi dewasa sebelum bermigrasi kembali ke laut untuk bertelur.
Benih sidat ditangkap di perairan dan dibesarkan hingga ukuran konsumsi. Sebaran benih sidat glass eel (transparan) sampai elver (sudah mengalami pigmentasi), antara lain di Pelabuhan Ratu dan Cilacap di pantai selatan Jawa. Sidat tersebut berjenis Anguilla bicolor dan Anguilla marmorata.
Indonesia tergolong 10 besar negara produsen utama sidat. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat, pada 2019, hasil produksi sidat di Indonesia sebanyak 515,18 ton, meningkat 59 persen dibandingkan 2018.
Data KKP menunjukkan, pada 2018 nilai ekspor sidat Indonesia sebesar 14,042 juta dollar AS. Jumlah itu meningkat menjadi 17,456 juta dollar AS pada 2019. Adapun total volume ekspor sidat Indonesia pada 2018 sebanyak 7.316 ton. Jumlah tersebut meningkat pada 2019 menjadi 10.257 ton. Hingga Mei 2020, volume ekspor sidat Indonesia menyentuh 5.014 ton.
”Volume ekspor sidat memang cenderung meningkat, antara lain dalam bentuk sidat beku, dengan negara tujuan China,” kata Direktur Pemasaran Direktorat Jenderal Daya Saing Produk KKP Machmud Sutedja, Minggu (8/11/2020).
Volume ekspor sidat memang cenderung meningkat, antara lain dalam bentuk sidat beku, dengan negara tujuan China.
Saat ini, China menjadi tujuan utama ekspor sidat Indonesia. Pada 2019, dari total 10.257 ton volume ekspor, 9.141 ton dikirim ke China. Adapun pasar Jepang, kendati volumenya tidak banyak, nilai ekspornya menjadi yang paling tinggi. Ekspor sidat ke Jepang pada 2019 hanya 66 ton dengan harga jualnya 27,71 dollar AS per kg. Angka tersebut jauh di atas harga jual untuk pasar China yang hanya 1,43 dollar AS per kg.
Akhir pekan lalu, penasihat Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Ekonomi Maritim, Laode M Kamaluddin, mengatakan, peningkatan permintaan pasar menyebabkan terjadi eksploitasi benih sidat secara berlebihan. Tingginya eksploitasi sidat ini memicu penurunan stok di alam.
Dalam dua tahun terakhir, sidat hasil tangkapan nelayan di Danau Poso, Sulawesi Tengah, terus menurun dan pemasaran mengalami hambatan. Apabila tidak dikelola dengan baik, sidat di Indonesia akan masuk ke dalam Konvensi Perdagangan Internasional Tumbuhan dan Satwa Liar Spesies Terancam (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora/CITES).
Oleh karena itu, diperlukan pengaturan terkait lokasi, ukuran, dan alat tangkap yang digunakan dalam pemanfaatan perikanan sidat. ”Kegiatan budidaya pembesaran sidat selama ini masih menggunakan benih dari alam. Selain itu, perlu diketahui juga berapa kebutuhannya untuk mengatur tingkat pemanfaatan sidat, khususnya benih sidat,” katanya.
Pemerintah telah menerbitkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 80/KEPMEN-KP/2020 tentang Perlindungan Terbatas Ikan Sidat. Rencana pengelolaan perikanan sidat di antaranya tidak menangkap sidat stadium glass eel setiap bulan gelap pada 27 dan 28 Hijriah. Selain itu, tidak menangkap ikan sidat jenis Anguilla marmorata diatas ukuran 5 kg dan Anguilla bicolor diatas 2 kg.
Tingginya ekspor benih sidat telah mendorong pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Kementerian Kelautan dan Perikanan Nomor 19 Tahun 2012 tentang Larangan Pengeluaran Benih Sidat dari Wilayah Indonesia. Regulasi itu mengatur, ukuran kurang dari atau sama dengan 150 gr per ekor disat dilarang untuk diekspor.
Kini, pemerintah sedang melakukan uji petik penyusunan Rencana Pengelolaan Perikanan (RPP) Sidat. Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan Trian Yunanda menyatakan, pemerintah tengah menyusun draf final rencana pengelolaan perikanan sidat di Indonesia.
”Uji petik pengelolaan sidat dilakukan di Lampung, Yogyakarta, dan Sulawesi Tengah,” katanya.