Aliansi Ormas Malang Bersatu berunjuk rasa menolak kekerasan dalam menyampaikan pendapat. Mereka mendorong agar unjuk rasa dilakukan secara konstitusional dan tidak merugikan masyarakat.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Aliansi Ormas Malang Bersatu berunjuk rasa menolak kekerasan dalam menyampaikan pendapat. Mereka mendorong agar aksi unjuk rasa dilakukan secara konstitusional dan tidak merugikan masyarakat.
Hal itu menjadi isi dari aksi unjuk rasa damai yang digelar Aliansi Malang Bersatu di Kota Malang, Selasa (13/10/2020), di depan Gedung DPRD Kota Malang, Jawa Timur. Aksi itu merupakan bentuk keprihatinan dari sejumlah elemen warga Malang setelah seminggu lalu terjadi unjuk rasa penolakan RUU Cipta Kerja yang berakhir ricuh. Saat itu, sejumlah kendaraan dibakar dan beberapa fasilitas umum dirusak.
Kami dari jejaring gereja turut prihatin dengan demonstrasi beberapa hari lalu. Itu dukacita dan kecolongan. Jadi, mari terus lestarikan agar kebersamaan dan persatuan, damai dan cinta tidak berakhir.
Seusai unjuk rasa, Koordinator Lapangan Aliansi Ormas Malang Bersatu, Dersi Hariono (45), memuji aksi mahasiswa yang berunjuk rasa. Hanya sempat muncul kekhawatiran kalau aksi itu kemudian ditunggangi kepentingan yang merugikan masyarakat umum.
”Setiap tahun ada unjuk rasa di Malang dan tidak pernah anarkis dan vandalistis. Itu sebabnya, kami tergerak untuk turun bersama-sama menyerukan penolakan tindak kekerasan di Malang,” kata Koordinator Lapangan Aliansi Ormas Malang Bersatu, Dersi Hariono (45), seusai berunjuk rasa, Selasa (13/10/2020).
Menurut Dersi, aksi unjuk rasa damai itu dilakukan sejumlah ormas, organisasi keagamaan, dan kepemudaan. Di antaranya ialah Pemuda Pancasila, Komunitas Tionghoa Malang, Alumni Halokes Mbois Ngalam, Jejaring Marindo dan Berkat Malang Gema Kasih (BMGK), dan Asosiasi Petinju Malang.
Kecolongan
”Kami dari jejaring gereja turut prihatin dengan demonstrasi beberapa hari lalu. Itu dukacita dan kecolongan. Jadi, mari terus lestarikan agar kebersamaan dan persatuan, damai dan cinta tidak berakhir,” kata Pendeta muda Sindunata Kurniawan dari Jejaring Marindo dan BMGK.
Seruan menghindari vandalism juga disampaikan Claudia Marla (43), perwakilan Komunitas Tionghoa Malang. Ia berharap mahasiswa menyerukan aspirasi tetap sesuai konstitusi.
”Adik-adik mahasiswa silakan kalau mau menyampaikan penapat, kami dukung. Pro dan kontra itu biasa. Tapi, kami tidak mendukung cara-cara perusakan,” kata Marla.
Marla mengaku senang karena dengan hadirnya puluhan ormas saat itu menunjukkan bahwa warga Malang memiliki pemikiran sama, yaitu menolak kekerasan untuk menyampaikan aspirasi.
Aksi damai tersebut diterima oleh Kepala Kepolisian Resor Kota Malang Kota Komisaris Besar Polisi Leonardus Simarmata. Pada kesempatan itu, Leonardus mengucapkan terima kasih atas kedatangan Aliansi Malang Bersatu ”Ini ciri khas jiwa Arema, jiwa damai dan aman. Saya bersama Dandim juga menyesalkan kejadian 8 Oktober 2020, di mana terjadi perusakan di tengah aksi unjuk rasa,” katanya.
Apalagi yang melakukan aksi anarkis ketika aksi massa pada Kamis lalu, menurut Leonardus, bukan mahasiswa dan buruh, tetapi penyusup. Semua pihak sepakat bahwa peristiwa lalu itu kejadian pertama dan terakhir untuk Kota Malang. ”Saya terima kasih, dan mari jaga keamanan Kota Malang. Jangan mau dipecah-belah oleh kelompok-kelompok yang berkepentingan,” ujarnya.