Kondisi krisis kesehatan membuat seluruh negara di dunia saat ini fokus membenahi stabilitas ekonomi dalam negeri sehingga sisi permintaan untuk menyalurkan PMA dari negara-negara investor masih sepi.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Serapan dana pemulihan ekonomi nasional belum sampai setengah dari anggaran Rp 695,2 triliun. Pemerintah mestinya fokus pada upaya mendorong penyerapan anggaran ini agar kondisi ekonomi segera pulih.
Namun, pemerintah justru mengejar penuntasan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja. Padahal, penetapan RUU itu tidak serta-merta meningkatkan serapan tenaga kerja selama sisi permintaan masih rendah akibat pandemi Covid-19.
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani berpendapat, penetapan RUU Cipta Kerja, yang diharapkan menarik penanaman modal asing (PMA), menunjukkan pemerintah keliru menentukan skala prioritas. Sebab, krisis kesehatan akibat pandemi Covid-19 membuat seluruh negara di dunia saat ini fokus membenahi stabilitas ekonomi dalam negeri.
Kondisi ini membuat PMA dari negara-negara investor belum akan muncul dalam satu hingga dua tahun mendatang.
”Menjaring investasi asing pada tahun depan pun sulit. Pertumbuhan ekonomi masih akan tetap berat sehingga pelaku usaha akan berkonsolidasi lebih dulu sebelum ekspansi,” kata Aviliani saat dihubungi, Selasa (6/10/2020).
Ia memperkirakan, dunia masih akan diliputi ketidakpastian pada 2021. Baru pada 2022, negara-negara akan berkonsolidasi memulihkan kondisi ekonomi. Kemudian, pada 2023, kebutuhan PMA muncul.
Situasi tersebut, menurut Aviliani, menunjukkan tidak ada urgensi dalam pengesahan RUU Cipta Kerja dalam rapat paripurna DPR, Senin (5/10), di tengah pandemi Covid-19 yang kurva kasusnya masih terus meningkat di Indonesia.
Pandemi akan membuat rencana pemerintah menjadikan RUU Cipta Kerja sebagai modal menjaring investasi untuk menciptakan lapangan kerja sulit diwujudkan.
Ia menyarankan pemerintah untuk fokus pada penanganan Covid-19. Sebab, hingga kini, dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) baru terserap 36,6 persen dari anggaran Rp 695,2 triliun.
Jika dana PEN terserap optimal, permintaan domestik akan meningkat sehingga pertumbuhan ekonomi ikut terkerek. ”Di tengah ketidakpastian ekonomi dan ancaman pemutusan hubungan kerja, kelompok pekerja akan secara wajar melihat aturan ini dengan negatif. Daripada mempercepat penetapan RUU Cipta Kerja, pemerintah seharusnya mempercepat bantuan bagi kelompok yang membutuhkan,” tutur Aviliani.
Sementara itu, dalam Indonesia Knowledge Forum (IKF) 2020 yang diselenggarakan PT Bank Central Asia Tbk, Selasa, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara memastikan RUU Cipta Kerja dapat memangkas peraturan-peraturan yang selama ini tumpan-tindih menjadi lebih selaras.
”Dengan pemangkasan peraturan-peraturan menjadi lebih sederhana, kami harapkan dunia usaha bersedia berinvestasi dan berekspansi. Setelah melakukan investasi dan ekspansi, akan lebih banyak tenaga kerja yang terserap,” katanya.
Dalam RUU Cipta Kerja, dua kluster dianggap mampu menyedot lebih banyak investasi lokal dan asing. Pertama, kluster kemudahan berusaha berupa pencabutan Pasal 112 UU Gangguan dan Pasal 116 UU Wajib Daftar Perusahaan sehingga mengurangi rantai perizinan berusaha karena secara substansi diintegrasikan dengan persetujuan lingkungan.
Selanjutnya adalah klaster administrasi pemerintah. Pasal yang mengatur penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria dalam rangka penyelenggaraan urusan pemerintah ditetapkan pemerintah pusat berdasarkan praktik yang baik, yang memperkuat sinergi pemerintah pusat dan daerah.
Sementara itu, Direktur Utama PT Anugerah Mega Utama Hans Kwee menilai pelaku pasar modal dalam jangka pendek mengapresiasi keputusan pengesahan RUU Cipta Kerja. Indikasinya terlihat dari penguatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada penutupan perdagangan Selasa, sebesar 0,82 persen ke level 4.999,22.
”Saat ini pelaku pasar modal membaca isu pengesahan RUU Cipta Kerja sebagai sentimen positif, khususnya sektor riil dan padat karya, meskipun gerakan menolak RUU ini juga ramai bermunculan,” ujarnya.