Menjalankan usaha sendiri, meskipun dalam skala kecil, tidak selalu mudah. Saat roda ekonomi berputar amat lambat, para pelaku UMKM menempuh berbagai upaya demi menjaga kesegaran usaha.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·4 menit baca
Pandemi Covid-19 yang berlangsung maraton di Tanah Air membuat sejumlah pengusaha muda memutar otak agar tetap bertahan. Ada yang harus rela merogoh uang tabungan sebelum akhirnya terpaksa mengurangi karyawan. Ada pula yang mengubah model bisnis agar usaha tetap berlanjut.
Pemilik De’ Fleur, Mauddy Tridewi Putri (26), pernah mempunyai empat karyawan untuk membuat bunga palsu. Kini, dua karyawannya terpaksa dia berhentikan karena usaha kian tak menentu.
Dihubungi Rabu (7/10/2020) siang dari Jakarta, Mauddy menjelaskan, penurunan omzet penjualan bunga palsu selaras dengan pemberlakuan aktivitas yang serba dalam jaringan. Wisuda daring, misalnya, membuat omzetnya turun hingga 50 persen. Dalam kondisi normal, wisuda menjadi salah satu momentum baginya untuk meraup cuan.
Omzet toko bunga plastik yang berada di Bekasi, Jawa Barat, ini tadinya Rp 25 juta-Rp 30 juta per bulan. Sejak pandemi Covid-19 merebak, omzetnya tersisa 50 persen saja.
Semula, Mauddy mempekerjakan empat karyawan. Dua di antaranya dibayar harian sebesar Rp 77.000 karena berstatus karyawan paruh waktu. Sementara dua karyawan lagi dibayar per bulan dengan besaran gaji pokok Rp 2,8 juta. Ini belum termasuk bonus, lembur, dan makan siang.
Dia menyadari belum semua hak pekerja bisa diberikan lantaran status usahanya sendiri yang masih sangat mikro dan belum stabil. Namun, pemberian pesangon selama tiga bulan dan pembayaran gaji dari uang tabungan adalah ikhtiar untuk memperjuangkan karyawan.
Berhubung pendapatan menurun, kas usaha tak memadai untuk membayar gaji karyawan. Oleh sebab itu, dia menganggarkan sebagian gaji karyawan dari uang tabungan sembari berharap pandemi Covid-19 segera berakhir. Apa mau dikata, penularan virus korona baru belum terkendali sehingga roda perekonomian masih melambat. Padahal, uang tabungan sudah habis terkuras.
”Akhirnya, dua karyawan yang digaji harian terpaksa aku cut per Agustus. Tetapi aku tetap memberi mereka masing-masing uang sebesar 3 bulan gaji untuk modal mencari kerja di tempat lain,” katanya.
Sebagai pengusaha, dia menyadari belum semua hak pekerja bisa diberikan lantaran status usahanya sendiri yang masih sangat mikro dan belum stabil. Namun, pemberian pesangon selama tiga bulan dan pembayaran gaji dari uang tabungan adalah ikhtiar untuk memperjuangkan karyawan.
Dia juga termasuk pengusaha muda yang menolak Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja. Menurut dia, aturan tersebut akan membuat rakyat, terutama pekerja, akan makin sulit.
Pengusaha muda lainnya, Muhammad Bagus Aditya (26), sebetulnya sudah berencana untuk mengurus BPJS Kesehatan untuk karyawan. Belum sampai niat itu terpenuhi, Indonesia terkena wabah dan dia justru harus merumahkan sejumlah karyawan.
Pria yang akrab disapa Abe ini merupakan pemilik toko pakaian dan merchandise olahraga, Genesa Sports. Tokonya berada di Depok, Jawa Barat. Sebelum wabah, dia memiliki 12 karyawan. Kini hanya tersisa tujuh orang. Pengurangan karyawan sudah dimulai sejak bulan pertama Covid-19.
Kepada karyawan yang dirumahkan, Abe tidak memberikan pesangon. Dia menjelaskan secara detail kondisi kas toko yang anjlok 90 persen akibat Covid-19. Pada masa normal, omzet Genesa Sports bisa mencapai Rp 50 juta-Rp 150 juta.
Penurunan omzet secara tajam terjadi akibat semua jenis pertandingan olahraga berhenti. Dengan demikian, tidak banyak pendukung klub sepak bola yang memesan jersey. Di samping itu, penjualan merchandise klub juga terganggu.
”Usaha ini kan masih skala UMKM, jadi tidak ada (pesangon). Mereka yang dirumahkan itu tetangga sendiri. Terus pada saat Covid-19, aku ngomong baik-baik saja. Biasanya dapat berapa, sekarang berapa. Jadi mau tidak mau (mereka) harus dirumahkan,” katanya.
Dengan pengurangan karyawan, ia mengubah model bisnis. Anggaran hasil efisiensi karyawan dialihkan untuk memperkuat digital marketing. Di sisi lain, produksi produk dialihkan ke pihak ketiga.
Bagi pengusaha UMKM yang sudah stabil, dia melanjutkan, penggajian tetap per bulan bagi pekerja bisa menjadi pilihan. Ini akan memberikan kepastian bagi pekerja. Akan tetapi, bagi UMKM yang masih merintis usaha, merekrut karyawan paruh waktu adalah pilihan rasional saat situasi masih tak menentu.
Mengutip hasil survei Bank Pembangunan Asia (ADB), 61,1 persen UMKM di Indonesia mengurangi pekerja pada Maret dan 59,8 persen UMKM mengurangi pekerja pada April. Pengurangan pekerja dilakukan saat pembatasan sosial berskala besar. Survei ADB dilakukan pada April-Mei 2020 terhadap 3.831 UMKM di empat negara berkembang di Asia, yaitu Indonesia, Filipina, Thailand, dan Laos. Kontribusi UMKM terhadap produk domestik bruto (PDB) di setiap negara itu lebih dari 50 persen.
Di Indonesia, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ada 74,04 juta orang yang bekerja di sektor informal dan 56,99 juta orang bekerja di sektor formal. Sementara, data Kementerian Koperasi dan UKM menunjukkan, per akhir 2018 ada 64.199.606 unit usaha di Indonesia. Jumlah itu terdiri dari 64.194.057 unit UKM dan 5.550 unit usaha besar.
Pemerintah sebenarnya tak tinggal diam. Realisasi anggaran pemulihan ekonomi nasional untuk UMKM mencapai 91,4 persen dari pagu anggaran Rp 123,47 triliun. Berbagai program bagi UMKM akan diperpanjang hingga Desember 2020.
Mengingat besarnya kontribusi UMKM terhadap perekonomian Indonesia, pengusaha UMKM harus tangkas dan jeli dalam merespons situasi terkini. Di sisi lain, aspek kemanusiaan tetap tak boleh hilang dalam mengambil setiap keputusan.