Sertifikasi dapat membuat kopi dikenakan harga yang lebih tinggi karena kualitas dan tata kelolanya yang memperhatikan faktor-faktor lingkungan, seperti perubahan iklim.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peminat kopi bersertifikasi di pasar global kian bertumbuh. Agar dapat berdaya saing, Indonesia pun mesti meningkatkan sertifikasi kopinya. Selain itu, sertifikasi dapat menjadi solusi bagi kopi Indonesia dalam menghadapi tantangan ekspor.
Ketua Kelompok Peneliti Pascapanen dan Agroindustri Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia Diany Faila Sophia Hartatri menilai, produksi kopi menghadapi tantangan perubahan iklim, fluktuasi harga, dan serangan hama. ”Sertifikasi dapat membuat kopi dikenakan harga yang lebih tinggi karena kualitas dan tata kelolanya yang memperhatikan faktor-faktor lingkungan seperti perubahan iklim,” ujarnya dalam diskusi daring Hari Kopi Internasional, Kamis (1/10/2020).
Sertifikasi kopi yang populer di kalangan konsumen terdiri dari organik, perdagangan setara (fair trade), Rainforest Alliance, dan The Common Code for the Coffee Community (4C). Peminat kopi bersertifikasi berasal dari Amerika Serikat, negara-negara di Eropa, dan Jepang.
Berdasarkan publikasi International Trade Center pada 2018, proporsi kopi bersertifikasi pada 2009 mencapai 8 persen dari seluruh produk kopi di dunia. Proporsi itu meningkat atau tumbuh 25,8 persen dari seluruh kopi yang diproduksi di dunia pada 2018.
Sertifikasi dapat membuat kopi dikenakan harga yang lebih tinggi karena kualitas dan tata kelolanya yang memperhatikan faktor-faktor lingkungan, seperti perubahan iklim.
Publikasi yang sama menyebutkan, produk kopi Indonesia yang bersertifikasi dengan prinsip-prinsip lingkungan, ekonomi, dan sosial berkisar 11,1 persen. ”Prinsip sosial menekankan kesejahteraan tenaga kerja, prinsip lingkungan mencakup praktik kelestarian atau keberlanjutan alam, sedangkan prinsip ekonomi berorientasi pada transparansi dan kesetaraan harga,” kata Diany.
Untuk mendukung bisnis yang menjalankan prinsip keberlanjutan, CEO Koltiva Manfred Borer menyatakan, perusahaannya menyediakan aplikasi berbasis teknologi digital yang mendukung ketertelusuran produk dari petani, pemasok, hingga hilirnya. Saat ini terdapat 700 petani kopi di Aceh dan 3.000 petani kopi di Lampung yang sudah bergabung pada ekosistem ketertelusuran tersebut.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Chairman of Executive Board Sustainable Coffee Platform of Indonesia (SCOPI) Paramita Mentari Kesuma mengatakan, prinsip-prinsip keberlanjutan menghasilkan pengelolaan kopi yang lestari dan memperhatikan aspek sosial, ekologi, dan ekonomi.
”Kita mengedepankan prinsip-prinsip keberlanjutan di hulu untuk menghadapi perubahan iklim sekaligus menjaga ketahanan pangan,” ujarnya.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, perdagangan kopi Indonesia dengan negara-negara di dunia masih surplus 211,05 juta dollar AS pada semester I-2020. Hal ini menunjukkan Indonesia tetap menunjukkan eksistensinya sebagai pemain kopi global, tak hanya di pasar domestik di tengah pandemi Covid-19.
Kementerian Perindustrian mencatat, sumbangan pemasukan devisa dari ekspor produk kopi olahan sepanjang 2019 mencapai 610,89 juta dollar AS atau tumbuh 5,33 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Produk olahan tersebut berupa kopi instan, kopi instan, ekstrak, esens, dan konsentrat kopi dengan pasar utama negara-negara di kawasan Asia Tenggara, China, dan Uni Emirat Arab.
Sumbangan pemasukan devisa dari ekspor produk kopi olahan sepanjang 2019 mencapai 610,89 juta dollar AS atau tumbuh 5,33 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Agus berharap, pelaksanaan Hari Kopi Internasional 2020 menjadi sarana promosi kopi khas Indonesia. Acara ini dinilai dapat memberikan panggung bagi keunggulan dan jenama kopi Indonesia di kancah domestik dan mancanegara sehingga bermuara pada kemajuan industri serta pembangunan ekosistem bisnis dan destinasi wisata kopi Nusantara.
Indonesia merupakan negara produsen biji kopi terbesar keempat di dunia setelah Brasil, Vietnam, dan Kolombia. Pada 2019, produksi biji kopi Indonesia mencapai 729.000 ton.
Salah satu tren di pasar domestik yang mesti dimanfaatkan momentumnya adalah kopi susu kekinian. ”Menyambut permintaan lokal dan global, sertifikasi produk dan kompetensi bagi industri kecil dan menengah menjadi salah satu strategi pengembangan industri kopi nasional,” kata Agus.