Akses Keuangan Digital Tekfin Diharapkan Topang UMKM
Data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah menunjukkan, hingga Juni 2020, baru terdapat 8 juta pelaku UMKM atau 13 persen dari total pelaku UMKM nasional yang memanfaatkan digitalisasi.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kemudahan akses terhadap layanan keuangan berbasis digital diharapkan dapat turut menjaga produktivitas sektor usaha mikro, kecil, dan menengah. Peran penyelenggara teknologi finansial sangat dibutuhkan untuk menjangkau para pelaku usaha penopang ekonomi nasional tersebut.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) yang juga Presiden Direktur OVO Karaniya Dharmasaputra, Selasa (29/9/2020), mengatakan, penyelenggara teknologi finansial (tekfin) juga berperan peran penting mendorong pemulihan ekonomi, baik di saat pandemi Covid-19 masih terjadi maupun nanti ketika pandemi telah usai.
Dalam implementasi program Kartu Prakerja, pemerintah menggandeng penyelenggara tekfin sistem pembayaran untuk menyalurkan insentif kepada para peserta. Selain itu, Kementerian Perdagangan saat ini juga tengah mendorong tekfin untuk menopang program digitalisasi pasar rakyat.
”Kerja sama anggota Aftech dengan pemangku kebijakan dan regulator bisa semakin baik di era pandemi untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional,” ujarnya saat membuka seminar daring Fintech Talk ”Kolaborasi Ekosistem Digital dan UMKM dalam Mendorong Pemulihan Ekonomi Nasional” di Jakarta.
Dalam implementasi program Kartu Prakerja, pemerintah menggandeng penyelenggara tekfin sistem pembayaran untuk menyalurkan insentif kepada para peserta.
Karaniya menambahkan, sepanjang periode pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang dilakukan untuk memutus mata rantai penularan Covid-19, penyelanggara tekfin pembayaran dan pasar digital (marketplace) juga turut menjaga dan mempertahankan bisnis UMKM. Upaya itu dilakukan antara lain melalui penyediaan pasar dan kemudahan transaksi pembayaran digital atau secara daring.
Berdasarkan data McKinsey, per Agustus 2020, jumlah pengguna e-dagang meningkat sebesar 26 persen dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya. Transaksinya melonjak hingga 51 persen atau rata-rata mencapai 3,1 juta transaksi per hari.
Meskipun ada lonjakan, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop dan UKM) menunjukkan, hingga Juni 2020 baru 8 juta pelaku UMKM atau 13 persen dari total pelaku UMKM nasional yang memanfaatkan digitalisasi dalam bisnis mereka.
Deputi Bidang Pembiayaan Kemenkop dan UKM Hanung Harimba Rahman mengemukakan, data tersebut menunjukkan digitalisasi UMKM masih menjadi pekerjaan rumah yang belum selesai. Fakta di lapangan menunjukkan masih banyak UMKM yang tidak memiliki kemampuan untuk masuk ke ekosistem digital.
Untuk mendorong percepatan digitalisasi UMKM, pemerintah tengah mengupayakan agar tekfin bisa turut serta menyalurkan berbagai macam stimulus untuk UMKM. Saat ini, niat tersebut masih terbentur regulasi yang mewajibkan audit penyaluran bantuan pemerintah itu melalui perbankan.
Meski begitu, lanjut Hanung, kehadiran data digital para pelaku UMKM sudah membantu pemerintah untuk menyalurkan Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) produktif. ”Dengan memanfaatkan data-data digital, dalam 1 bulan kami bisa menyalurkan hampir 75 persen dari target keseluruhan program tersebut,” ujar Hanung.
Hingga 10 September 2020, bantuan telah disalurkan kepada 5,6 juta pelaku usaha mikro yang tersebar di 34 Provinsi dengan jumlah sebesar Rp 13,4 triliun. Ia menargetkan, sebelum akhir September sebanyak 9,16 juta pelaku UMKM akan menerima BLT Produktif dengan total anggaran Rp 22 triliun.
Sementara itu, Analis Senior Direktorat Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech Otorita Jasa Keuangan (OJK) Tomi Joko Irianto mengatakan, penyaluran pinjaman oleh penyelenggara teknologi finansial pembiayaan ke sektor produktif masih minim, yakni 34 persen dari total pembiayaan. Mayoritas penyaluran pembiayaan oleh tekfin saat ini masih menyasar sektor konsumtif dengan nilainya 66 persen dari Rp 113,46 triliun pembiayaan per Juni 2020.
”Saya berharap agar tekfin dapat lebih banyak menyasar sektor sektor UMKM yang bisnisnya terpukul pandemi Covid-19,” katanya.
Menurut Tomi, OJK sebenarnya sudah membuat aturan yang mewajibkan penyelenggara tekfin pinjaman antarpihak untuk menyalurkan 20 persen pembiayaan ke sektor produktif. Namun, regulasi ini dinilainya belum cukup.
Untuk meningkatkan kontribusi tekfin terhadap UMKM, OJK mendorong penyelenggaran tekfin pembiayaan berkolaborasi dengan pemerintah daerah dan perbankan agar terlibat dalam penyaluran dana bantuan sosial.
”Namun, untuk dapat terlibat, tekfin harus memenuhi syarat memiliki izin OJK serta memenuhi modal minimum,” ujarnya.