Stok Ikan Dinilai Bertambah, Kementerian Dorong Kenaikan Produksi
Pemerintah berencana mendorong produksi perikanan tangkap, seiring dengan angka stok ikan yang meningkat. Upaya mendorong hasil penangkapan ikan perlu diimbangi upaya kelestarian ekosistem.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Kelautan dan Perikanan akan mendorong produksi perikanan tangkap. Optimalisasi penangkapan ikan akan didorong mendekati produksi 10 juta ton per tahun seiring meningkatnya stok sumber daya ikan.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Muhammad Zaini mengemukakan, stok sumber daya ikan terus meningkat, yakni dari 7,2 juta ton pada tahun 2014 menjadi 12,54 juta ton pada 2019. Dengan kenaikan angka stok itu, Indonesia berpeluang mendorong hasil penangkapan ikan secara lestari (MSY) sebesar 10 juta ton per tahun atau 80 persen dari stok ikan.
Ironisnya, lanjut Zaini, pada 2015, upaya penangkapan ikan justru dikurangi hingga setara 400.000 gros ton. Hal itu seiring dengan kebijakan pemerintah, antara lain menghentikan operasional kapal ikan asing.
”(Jumlah) Kapal ikan asing pada zaman saya (menjabat) tahun 2014 ada 2.700 kapal, termasuk kapal angkut. Produksi dari kapal-kapal ini (menjadi) tidak terpakai sehingga seharusnya meningkatkan peluang nelayan kita untuk menangkap ikan,” katanya dalam webinar ”Tata Kelola Penangkapan Ikan yang Bertanggung Jawab dan Berkelanjutan di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP)”, yang digelar Balai Besar Penangkapan Ikan (BBPI) Semarang, Jawa Tengah, Senin (31/8/2020).
Di sisi lain, seiring kenaikan stok ikan, seluruh wilayah pengelolaan perikanan (WPP) berada dalam status zona merah atau penangkapan berlebih. Ia menilai, pemetaan sumber daya ikan berdasarkan potensi di setiap WPP diperlukan untuk mengoptimalkan hasil produksi perikanan tangkap.
”Kita harus memilah di mana sumber daya ikan, jenis, dan masa kelimpahannya sehingga bisa memprediksi alat tangkap yang bisa digunakan untuk memanfaatkan sumber daya ikan secara optimal,” kata Zaini, yang pernah menjabat Direktur Kapal Perikanan dan Alat Penangkap Ikan Kementerian Kelautan Perikanan.
Pemerintah tengah merevisi peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan terkait usaha penangkapan ikan. Dalam revisi itu, beberapa alat tangkap ikan yang sebelumnya dilarang, yakni pukat hela atau trawl dan cantrang, akan diizinkan digunakan lagi. Selain itu, pemerintah juga berencana mengizinkan kapal-kapal ikan berukuran di atas 200 gros ton (GT) beroperasi lagi dengan persentase skala usaha 22 persen.
Koordinator Penasihat Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri mengemukakan, revisi peraturan menteri itu bertujuan meningkatkan produktivitas perikanan. Beberapa poin revisi, antara lain kapal penangkapan ikan yang sebelumnya dibatasi maksimum 150 GT, akan ditingkatkan menjadi 200-300 GT di wilayah perairan RI di bawah 200 mil disesuaikan dengan kondisi oseanografi. Selain itu, alih muatan kapal (transshipment) juga dimungkinkan untuk pendaratan ikan di pelabuhan perikanan RI.
Perekayasa Muda BBPI Semarang, Suparman, menilai, pengembangan produksi dengan produktivitas yang semakin besar bisa dilakukan, antara lain, menggunakan armada perikanan berukuran di atas 100 GT. Namun, upaya mitigasi pengendalian penangkapan ikan dan alat tangkap tetap harus dilakukan berbasis pendekatan ekosistem.
Dia mencontohkan, penggunaan pukat harimau (trawl) dan cantrang yang tergolong jenis alat tangkap aktif berpengaruh signifikan terhadap kondisi perikanan dasar (demersal). Penggunaan alat tangkap itu juga dinilai bisa menuai konflik dengan nelayan alat tangkap bersifat pasif. Namun, jika bisa dikendalikan dan dibatasi, penggunaan alat tangkap tersebut tidak perlu sepenuhnya dilarang.
Ia menambahkan, alat tangkap yang tergolong merusak bertentangan dengan perikanan ramah lingkungan. Namun, apabila pengelolaannya bisa dikendalikan, penggunaannya bisa lebih ramah lingkungan.
”Terkadang alat tangkap menggunakan teknologi lebih canggih dengan perilaku penangkapan yang lebih serakah, seperti trawl yang beroperasi siang dan malam. Kalau malam, tekniknya menggaruk lumpur sehingga mengganggu habitat. Ini harus diatur,” katanya.
Dekan Fakultas Kelautan dan Ilmu Perikanan IPB University Luky Adrianto mengemukakan, kenaikan angka stok ikan perlu dicermati dengan hati-hati. Ada tren penurunan zona merah yang mengalami tingkat eksploitasi berlebih serta zona hijau yang boleh dieksploitasi. Namun, zona kuning meningkat.
”Kita tidak bisa hanya melihat stok dalam angka absolut meningkat dari 7 juta ton menjadi 12,5 juta ton, tetapi juga berapa stok secara fungsional. Stok yang masih bisa dimanfaatkan bervariasi, meliputi zona merah, kuning dan hijau,” katanya.
Pengelolaan perikanan dalam Rencana Pengelolaan Jangka Menengah 2020-2024 seharusnya fokus mendorong kontribusi WPP di sektor maritim sebesar 7,8 persen, kontribusi WPP ke pertumbuhan sektor perikanan 8,7 persen, dan pengurangan sampah laut 25 persen. Pengelolaan WPP juga tidak sebatas perikanan tangkap, tetapi juga multiaspek, seperti logistik dan marikultur.