Cegah Resesi, Daya Beli Ditingkatkan
Daya beli masyarakat melemah. Kepercayaan dibangkitkan agar masyarakat kembali beraktivitas untuk memutar roda ekonomi. Caranya, dengan memperbaiki penanganan Covid-19.

JAKARTA, KOMPAS — Konsumsi rumah tangga pada Agustus-September menjadi kunci untuk mencegah Indonesia terperosok ke dalam jurang resesi. Daya beli dibangkitkan dengan menumbuhkan kepercayaan masyarakat perihal penanganan Covid-19.
Pada triwulan II-2020, perekonomian Indonesia tumbuh minus 5,32 persen secara tahunan. Angka pertumbuhan ini anjlok dari triwulan I-2020, yakni 2,97 persen secara tahunan.
Pertumbuhan ekonomi triwulan II terkontraksi karena seluruh pengeluaran dalam struktur produk domestik bruto (PDB) tumbuh negatif. Konsumsi rumah tangga yang pada triwulan II-2020 berperan 57,85 persen terhadap PDB, tumbuh minus 5,51 persen secara tahunan.
Berdasarkan lapangan usaha, industri yang berperan 19,87 persen dalam PDB triwulan II-2020, tumbuh minus 6,19 persen secara tahunan. Pada April-Juni 2020 yang diliputi pandemi Covid-19, lapangan usaha informasi dan komunikasi tumbuh 10,88 persen secara tahunan. Pertanian yang berperan 15,46 masih tumbuh 2,19 persen.
Terbaru, pemerintah merevisi pertumbuhan ekonomi RI pada 2020 dalam skenario berat sebesar 0-1 persen. Adapun berdasarkan skenario sangat berat bisa minus 0,4 persen.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F02%2F7d5a0426-aeb3-47cf-ad25-3dc7acf4660d_jpg.jpg)
Rektor Unika Atma Jaya Agustinus Prasetyantoko
Rektor Unika Atma Jaya A Prasetyantoko menyampaikan, kondisi perekonomian Indonesia, melihat kinerja triwulan II-2020, cukup berat. Daya beli masyarakat yang tecermin dalam pertumbuhan konsumsi rumah tangga anjlok.
”Penurunan daya beli harus diganjal dulu dengan alokasi proporsi perlindungan sosial yang besar. Intinya, jangan sampai daya beli turun semakin tajam,” katanya.
Upaya menumbuhkan daya beli krusial untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Jika konsumsi rumah tangga tidak diperbaiki, kinerja ekonomi akan mandek, bahkan bisa terkontraksi semakin dalam.
Berdasarkan data di laman tradingeconomics, pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan II-2020 merupakan yang terendah pada 2000-2020.
Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), terakhir kali Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi negatif pada triwulan I-1999, yakni minus 6,13 persen.
Prasetyantoko menambahkan, pertumbuhan daya beli bisa didorong melalui penyaluran bantuan sosial. Setidaknya, bisa menahan kontraksi ekonomi lebih dalam serta mencegah angka kemiskinan dan pengangguran melonjak.
Berdasarkan data BPS, ada 26,42 juta orang miskin di Indonesia pada Maret 2020. Jumlah ini bertambah 1,63 juta orang dari September 2019 atau 1,28 juta orang dari Maret 2019.
Prasetyantoko menambahkan, alokasi bansos mesti berkelanjutan sebab pemulihan ekonomi diperkirakan berlanjut pada 2021.
Meski demikian, Prasetyantoko optimistis pemulihan ekonomi Indonesia akan berlangsung relatif lebih cepat karena keterkaitan Indonesia dengan perdagangan internasional dan investasi asing rendah. Kendati Indonesia ada di ambang resesi, diperkirakan lebih ringan dibandingkan dengan negara-negara lain.

Resesi terjadi jika pertumbuhan ekonomi secara tahunan negatif atau minus dalam dua triwulan berturut-turut. Dengan demikian, jika pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III-2020 minus, Indonesia masuk ke jurang resesi.
Sekretaris Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Raden Pardede menyampaikan, pemulihan konsumsi rumah tangga merupakan kunci utama untuk menghindarkan Indonesia dari jurang resesi. Pemerintah berupaya menggenjot konsumsi masyarakat dalan dua bulan yang tersisa pada triwulan III-2020, Agustus-September.
Caranya, dengan memperkuat program bantuan sosial untuk mendorong daya beli masyarakat berpenghasilan rendah yang pendapatannya tergerus selama pandemi Covid-19. Realisasi program perlindungan sosial Rp 85,3 triliun dari total alokasi Rp 203,91 triliun.
Raden mengakui, untuk mendorong masyarakat kelas menengah meningkatkan konsumsi, penanganan Covid-19 mesti lebih maksimal. Di tengah pandemi Covid-19, masyarakat kelas menengah lebih memilih untuk menabung daripada membelanjakan uang mereka.
”Ada keraguan dan motif berhati-hati yang membuat masyarakat enggan berbelanja,” katanya.
Data uang beredar yang dirilis Bank Indonesia menunjukkan, dana pihak ketiga di perbankan per Juni 2020 tumbuh 7,6 persen secara tahunan. Khusus tabungan perorangan tumbuh 8,5 persen secara tahunan.
”Program utama semester II adalah Indonesia aman dan sehat, membangkitkan kepercayaan konsumen masyarakat ataupun dunia usaha dengan mengurangi pesimisme akibat Covid-19. Caranya, kita harus memastikan belanja kesehatan lebih cepat lagi,” katanya.
Untuk mendorong masyarakat kelas menengah meningkatkan konsumsi, penanganan Covid-19 mesti lebih maksimal.

Pada triwulan II-2020, ekonomi Indonesia tumbuh minus 5,32 persen.
Vika Anggraeni (25), karyawan di Jakarta, menyebutkan, pengeluarannya pada April-Juni 2020 meningkat tipis 0,02 persen dibandingkan dengan Januari-Maret 2020. Sebab, ia berbelanja berbagai produk untuk memenuhi protokol kesehatan dan mendukung kegiatan bekerja dari rumah. Namun, alokasi pendapatannya untuk dana darurat, tabungan, dan tidak berubah.
”Sampai dengan akhir tahun ini, saya masih merasa kondisi keuangan pribadi saya aman. Akan tetapi, jika pandemi masih berlanjut hingga 2021, saya khawatir dengan kondisi finansial saya,” tuturnya.
Sebagaimana disampaikan Kepala BPS Suhariyanto, pemerintah harus berupaya ekstra agar konsumsi rumah tangga dan investasi bergerak positif pada triwulan III-2020. Kedua komponen itu menentukan pertumbuhan ekonomi triwulan selanjutnya.
Bank Dunia, dalam laporannya, ”Aspiring Indonesia: Expanding the Middle Class” yang dirilis Januari 2020, menyebutkan, ada sekitar 52 juta orang kelas menengah di Indonesia. Pengeluaran rata-rata kelompok ini Rp 1,2 juta-Rp 6 juta per bulan per orang (Kompas, 31/1/2020).
”Permintaan kelas menengah akan menggerakkan pertumbuhan ekonomi. Mereka adalah sumber hampir setengah dari total belanja rumah tangga di Indonesia. Mereka juga berinvestasi lebih untuk modal manusia,” kata World Bank Acting Country Director untuk Indonesia dan Timor Leste Rolande Pryce saat itu.
Baca juga: Konsumsi Masyarakat Digenjot agar Terhindar dari Resesi
Rilis pertumbuhan ekonomi triwulan II-2020 sudah diantisipasi pelaku pasar. Pada perdagangan Rabu, Indeks Harga Saham Gabungan ditutup menguat 1,026 persen ke 5.127,051.
Menurut analis PT Jasa Utama Kapital, Chris Apriliony, pelaku pasar dalam negeri sudah mengantisipasi data perekonomian. ”Sentimen positif lain, BPS juga mengatakan ekonomi di triwulan III terlihat ada peningkatan,” ujarnya.
Baca juga: IHSG Kebal Sentimen Kontraksi Ekonomi
Lebih dalam
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui, kontraksi pertumbuhan ekonomi triwulan II-2020 lebih dalam dari prediksi pemerintah. ”Indonesia belum mengalami resesi karena ini kontraksi pertumbuhan ekonomi pertama kali,” kata Sri Mulyani dalam telekonferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan, Rabu.
Sri Mulyani menegaskan, pertumbuhan ekonomi triwulan III-2020 diupayakan agar berbalik menjadi positif. Strateginya dengan menerbitkan berbagai stimulus baru untuk menjaga konsumsi rumah tangga miskin dan membantu dunia usaha. Stimulus baru tidak menambah defisit APBN 2020 karena bersumber dari program yang belum dianggarkan.
Kontraksi pertumbuhan ekonomi triwulan II-2020 lebih dalam dari prediksi pemerintah.
Beberapa stimulus yang akan diluncurkan pada semester II-2020 adalah tambahan bantuan sosial untuk penerima Program Keluarga Harapan (PKH) berupa 15 kilogram beras, bantuan tunai Rp 500.000 untuk penerima kartu sembako, bansos produktif senilai Rp 2,4 juta untuk 12 juta UMKM, dan bantuan tunai Rp 500.000 untuk 13 juta pekerja dengan upah di bawah Rp 5 juta per bulan.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menambahkan, BI akan mempercepat digitalisasi sistem pembayaran untuk penyaluran bansos, elektronifikasi transaksi pemerintah daerah, dan implementasi ekonomi dan keuangan digital sebagai bagian dari upaya pemulihan ekonomi dampak Covid-19.

Grafik pergerakan pertumbuhan kredit, dana pihak ketiga (DPK), dan rasio likuiditas (LDR) secara triwulanan.
Dihubungi terpisah, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan, optimisme dunia usaha terkait pemulihan ekonomi pada semester II-2020 dipengaruhi upaya pemerintah dalam menangani Covid-19. Jumlah kasus baru harus ditekan seminim mungkin untuk menciptakan kepercayaan masyarakat.
Selanjutnya, kepercayaan masyarakat akan memengaruhi daya beli dan geliat dunia usaha. Selama ini, pemerintah bisa mendorong daya beli penduduk miskin atau menengah ke bawah melalui penyaluran bansos. Namun, daya beli penduduk kelas menengah atas sangat bergantung pada upaya menahan penyebaran virus.