Semakin masifnya guliran dana pusat ke daerah berpotensi memunculkan ”virus” lama di kalangan penggelola dan pengguna anggaran, yaitu ”virus” korupsi.
Oleh
hendriyo widi
·4 menit baca
Bayang-bayang resesi menghantui Indonesia seusai ekonomi Korea Selatan dan Singapura tumbuh minus pada triwulan I dan II tahun ini. Pada triwulan I-2020, Indonesia masih beruntung karena ekonomi nasional tumbuh 2,97 persen. Namun, pada triwulan II-2020, ekonomi Indonesia diperkirakan minus 3,8 persen.
Pemerintah Indonesia tidak ingin pandemi Covid-19 menyebabkan resesi. Pemerintah berupaya menjaga ekonomi nasional agar tidak tumbuh minus dalam dua triwulan berturut-turut. Oleh karena itu, Indonesia berupaya mengungkit akselerasi pemulihan ekonomi pada Juli, Agustus, dan September 2020. Tujuannya jelas agar ekonomi pada triwulan III-2020 tak tumbuh di bawah nol persen.
Berbagai upaya telah dilakukan yang dimulai dengan mempercepat realisasi dana program Pemulihan Ekonomi Nasional senilai total Rp 695,2 triliun. Termasuk di dalamnya dana penanganan Covid-19 di bidang kesehatan yang sebesar Rp 87,5 triliun. Pemerintah juga memperkuat dua motor penggerak dan pengungkit ekonomi, yaitu badan usaha milik negara (BUMN) serta koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah (KUMKM).
BUMN telah disuntik dana Rp 152,15 triliun melalui mekanisme talangan dana, penyertaan modal negara, dan pembayaran utang pemerintah terhadap BUMN. Adapun KUMKM dialokasikan Rp 123,46 triliun. Anggaran itu disalurkan melalui program subsidi bunga kredit usaha rakyat, penempatan dana pemerintah di bank untuk restrukturisasi kredit UMKM, dan bantuan likuiditas koperasi melalui Lembaga Pengelola Dana Bergulir KUMKM.
Pemerintah Indonesia tidak ingin pandemi Covid-19 menyebabkan resesi. Pemerintah berupaya menjaga ekonomi nasional agar tidak tumbuh minus dalam dua triwulan berturut-turut.
Tak cukup itu saja. Pemerintah pusat juga memacu geliat motor penggerak ekonomi daerah, yaitu pemerintah daerah (pemda) dan bank-bank daerah. Dua langkah telah ditempuh, yaitu menempatkan dana di tujuh bank pembangunan daerah (BPD) senilai total Rp 11,5 triliun dari rencana Rp 20 triliun, dan membuka peluang pinjaman daerah dengan bunga ringan sekali yang nyaris nol persen.
Ketujuh BPD yang mendapatkan suntikan dana dari pemerintah adalah BPD Jawa Barat dan Banten masing-masing sebesar Rp 2,5 triliun; DKI Jakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur masing-masing Rp 2 triliun; serta Sulawesi Utara dan Gorontalo masing-masing Rp 1 triliun. Untuk BPD Bali dan Yogyakarta masih dalam tahap evaluasi dan kajian, masing-masing bakal menerima sebesar Rp 1 triliun.
Pemerintah melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) atau SMI, perusahaan yang bergerak di bidang pembiayaan infrastruktur dan di bawah Kementerian Keuangan (Kemenkeu), juga memberikan fasilitas pinjaman kepada pemda. Syaratnya, pinjaman daerah itu diperuntukkan bagi proyek infrastruktur yang siap dieksekusi dan bisa menyerap banyak tenaga kerja. Kebijakan ini guna mengatasi kesulitan keuangan pemda yang tengah menggeliatkan ekonomi sekaligus memutus rantai Covid-19.
Pada tahun ini, Kemenkeu mengalokasikan dana pinjaman daerah sebesar Rp 10 triliun dari APBN dan Rp 5 triliun dari PT SMI. Dari sumber pendanaan PT SMI, bunganya sebesar 5,4 persen. Namun, pemerintah pusat akan membayar selisih dengan biaya dana yang ditanggung PT SMI sehingga bunga pinjaman yang dibayar pemda hanya 0,815 persen. Pemda juga tidak perlu mendapat izin Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk mendapatkan pinjaman itu dengan pertimbangan kondisi luar biasa.
Daerah diharapkan dapat menggeliatkan ekonomi setempat guna menopang pertumbuhan ekononi nasional. Pandemi penyakit yang disebabkan oleh virus korona baru itu telah menyebabkan anjloknya pertumbuhan ekonomi daerah.
Dari 34 provinsi di Indonesia, produk domestik regional bruto (PDRB) 14 provinsi pada triwulan I-2020 tumbuh di bawah PDB nasional. Tiga di antaranya PDRB-nya minus, yaitu Bali (minus 1,14 persen), DI Yogyakarta (minus 0,17 persen), dan Banten (minus 0,17 persen).
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat telah memanfaatkan pinjaman daerah tersebut untuk periode 2020-2021. DKI menerima pinjaman Rp 12,5 triliun dan Jawa Barat Rp 4 triliun. DKI akan memanfaatkan dana itu untuk proyek pengendalian banjir, pengembangan layanan air minum, infrastruktur transportasi, pariwisata dan budaya, serta sarana olahraga.
Adapun Jawa Barat akan menggunakannya untuk proyek rumah sakit, jalan, jembatan, perumahan masyarakat berpenghasilan rendah, penataan kawasan khusus, dan pembangunan Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah Regional Legok Nangka.
Semakin masifnya guliran dana pusat ke daerah berpotensi memunculkan ’virus’ lama di kalangan penggelola dan pengguna anggaran, yaitu ’virus’ korupsi.
”Vaksin” ekonomi telah bergulir secara nasional dan semakin meluas ke daerah-daerah. Untuk itu, daerah diharapkan dapat memanfaatkan dengan tetap menjalankan penanganan di bidang kesehatan dan penerapan protokol kesehatan yang ketat.
Di sisi lain, semakin masifnya guliran dana pusat ke daerah berpotensi memunculkan ”virus” lama di kalangan penggelola dan pengguna anggaran, yaitu ”virus” korupsi. Oleh karena itu, pengawasan terhadap penggunaan dana negara ini juga perlu dilakukan secara merata di setiap daerah.
Niat baik dari pemerintah daerah dan pemegang dana juga perlu ada. Jangan sampai dana titipan rakyat untuk rakyat itu dinikmati untuk kepentingan diri sendiri atau kelompok tertentu.