Komite Covid-19 Wujud Konsep Gas dan Rem Presiden Jokowi
Konsep gas dan rem berarti penanganan masalah kesehatan dan aspek ekonomi imbas Covid-19 sama-sama harus diatur seimbang. Meski demikian, sejumlah pengamat memiliki pandangan berbeda.
Oleh
Nina Susilo
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional yang dibentuk oleh Presiden Joko Widodo disebut sebagai wujud dari konsep gas dan rem dalam penanganan Covid-19 yang sering disampaikan Presiden. Artinya, penanganan masalah kesehatan dan aspek ekonomi sebagai gas dan rem yang sama-sama harus diatur seimbang. Meski demikian, sejumlah pengamat menilai pembentukan tim menandakan fokus kerja pemerintah pada urusan ekonomi daripada kesehatan.
Menteri Sekretaris Negara Pratikno di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Rabu (22/7/2020), menjelaskan, Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional sebagai wujud konsep gas dan rem yang sering disampaikan Presiden Jokowi.
Dalam konsep ini, Presiden mengibaratkan penanganan masalah kesehatan dan aspek ekonomi sebagai gas dan rem yang sama-sama harus diatur seimbang, tidak bisa salah satunya direm sedangkan yang lainnya digas.
”Komite ini untuk mengintegrasikan kebijakan kesehatan dengan kebijakan perekonomian yang sering dikatakan Pak Presiden; Ini ibarat ada gas ada rem, dua-duanya harus diselesaikan secara seimbang,” kata Pratikno.
Karena itu, Pratikno memastikan bahwa upaya pemerintah dalam menangani dampak kesehatan yang ditimbulkan oleh pandemi Covid-19 tidak akan mengendur sedikit pun.
Saat ini, misalnya, pemerintah mendukung penuh uji klinis calon vaksin Covid-19. Bila hasil uji klinis baik, vaksin akan segera diproduksi, diberikan izin edar, dan didistribusikan kepada masyarakat secara luas.
Uji klinis tersebut melibatkan semua pemangku kepentingan, bukan hanya oleh tim peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung dan produsen PT Bio Farma (Persero), melainkan juga Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang memastikan semua protokol uji klinis valid dan izin edar bisa segera diberikan.
”Tentu saja prioritas pada kesehatan akan tetap sangat sangat sangat utama. Sekarang ini sudah masuk pada tahap bagaimana kita menyiapkan segera untuk vaksin,” kata Pratikno.
Sebelumnya, Sekretaris Kabinet Pramono Anung juga memastikan komite yang baru dibentuk itu tidak akan mendahulukan aspek ekonomi ketimbang kesehatan. Justru komite ini akan menyinergikan kebijakan pemulihan ekonomi dan penanganan Covid-19.
Fokus ekonomi
Sekalipun pembentukan komite telah disebutkan sama-sama memberikan perhatian pada persoalan ekonomi dan kesehatan, penilaian berbeda disampaikan sejumlah pengamat.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah dan Manajer Riset dan Program The Indonesian Institute Arfianto Purbolaksono, yang dihubungi terpisah, sama-sama menilai pembentukan komite itu menandakan konsentrasi pemerintah pada penanganan di aspek ekonomi.
Terlebih komite dipimpin Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Selain itu, kata Arfianto, komite dibentuk karena bayangan krisis di depan mata.
Pemerintah, menurut Piter, tak mungkin memilih salah satu. Namun, semestinya tanpa komite, para menteri bisa bekerja secara maksimal. Adanya komite ini malah seakan menjadi kabinet bayangan.
”Karena sudah terbentuk komite, setidaknya mereka (para menteri dan kepala lembaga) seharusnya melaksanakan tugas masing-masing dan berkoordinasi semaksimal mungkin. Dengan begitu, kejengkelan Pak Jokowi bisa dikoreksi,” kata Piter.
Pertengahan Juni lalu, Presiden Joko Widodo kesal dengan para menteri dan kepala lembaga pemerintah yang dinilainya tak optimal kinerjanya di tengah sekelumit masalah akibat pandemi Covid-19.
Pentingnya koordinasi juga ditekankan oleh Arfianto. Selain itu, salah satu yang penting jadi perhatian komite adalah mengatasi semua kondisi yang menghambat pemulihan ekonomi. Sebagai contoh, jalur distribusi logistik harus diperlancar untuk memastikan ketersediaan bahan baku produksi. Mata rantai ekonomi dijamin berjalan secara aman. Bersamaan dengan itu, penerapan protokol kesehatan yang ketat tak bisa ditawar dan harus diterapkan secara tegas.
Resesi
Terkait ancaman resesi, menurut Piter, pemerintah tak perlu khawatir berlebih. Pemerintah seharusnya lebih fokus pada ancaman yang lebih besar.
”Resesi adalah kenormalan baru dan ini melanda semua negara. Tidak perlu heboh dengan ini. Justru isu besarnya adalah menyelamatkan ekonomi negara dari krisis, menyelamatkan masyarakat dari jurang kemiskinan, menyelamatkan dunia usaha supaya tidak kolaps, dan supaya sistem keuangan kita stabil,” ujarnya.
Di masa pandemi ini, menurut dia, tak mungkin memaksa masyarakat membeli baju baru, mobil baru, rumah baru, atau bepergian kendati tentu ada saja yang melakukan itu. Justru masyarakat yang menahan konsumsi dan lebih menambah simpanan tabungan akan semakin banyak.
Karena itu, dana pihak ketiga tabungan masyarakat di atas Rp 100 juta naik. Adapun kalangan menengah bawah dengan tabungan di bawah Rp 100 juta, mereka akan menggerus tabungannya untuk konsumsi.
”Gambaran ini menunjukkan konsumsi turun karena masyarakat sukarela menahan konsumsi dan memang kemampuan menurun. Jadi tidak bisa dipaksa konsumsi naik dan ekonomi dipaksa bangkit,” kata Piter.
Ketika permintaan menurun dan dunia usaha mulai kehabisan napas, pemerintah perlu membantu pelaku usaha supaya bertahan dan masyarakat yang kehilangan pendapatan tidak kehilangan daya beli. Hal ini dilakukan banyak negara untuk membuat semua bertahan melalui masa sulit pandemi ini.