Gaji dan pensiun ke-13 akan dibayarkan pada Agustus. Diharapkan, daya beli masyarakat bisa tumbuh.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah memastikan gaji dan pensiun ke-13 akan dibayarkan pada Agustus 2020. Namun, gaji dan pensiun ke-13 hanya dibayarkan bagi pensiunan serta pegawai negeri sipil, prajurit TNI, dan anggota Polri, yang jabatannya di bawah atau setara eselon III.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, kebijakan gaji dan pensiun ke-13 mengacu pada kebijakan tunjangan hari raya (THR) yang dibayarkan pada Mei lalu. Seluruh pelaksana dan pejabat eselon III ke bawah akan mendapat gaji ke-13 dari gaji pokok dan tunjangan yang melekat. Sementara, pensiunan tetap mendapat pensiun ke-13 sama seperti pada 2019.
Untuk merealisasikan pembayaran gaji dan pensiun ke-13, pemerintah harus merevisi dua aturan, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2019 tentang pemberian gaji, pensiun, atau tunjangan ke-13 untuk PNS, prajurit TNI, anggota Polri, pejabat negara, dan penerima pensiun atau tunjangan.
Pemerintah juga merevisi PP Nomor 38 Tahun 2019 tentang pemberian penghasilan ke-13 kepada pimpinan dan pegawai non-PNS pada lembaga non-struktural.
Revisi kedua PP ditargetkan selesai dalam 1-2 minggu mendatang sehingga seluruh gaji dan pensiun ke-13 bisa dibayarkan pada Agustus.
”Sesuai instruksi Presiden Joko Widodo, gaji ke-13 tidak diberikan kepada pejabat negara, eselon I dan II, serta pejabat setingkat mereka,” kata Sri Mulyani dalam telekonferensi pers di Jakarta, Selasa (21/7/2020).
Gaji ke-13 tidak akan diberikan untuk Presiden, Wakil Presiden, menteri, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), kepala daerah, dan pejabat negara setara eselon I dan II.
Sesuai instruksi Presiden Joko Widodo, gaji ke-13 tidak diberikan kepada pejabat negara, eselon I dan II, serta pejabat setingkat mereka.
Sri Mulyani menuturkan, kebijakan gaji dan pensiun ke-13 sudah dialokasikan dalam APBN 2020. Alokasi anggaran untuk gaji dan pensiun ke-13 tahun tahun ini Rp 28,5 triliun. Jumlah itu teridiri dari Rp 14,6 triliun untuk pelaksana, pejabat eselon, dan pensiunan di tingkat pusat serta Rp 13,89 triliun untuk pelaksana dan pejabat eselon di daerah.
Pembayaran gaji dan pensiun ke-13 untuk pelaksana, pejabat eselon, dan pensiunan pada tingkat pusat dialokasikan dari APBN, sementara pada tingkat daerah dari APBD.
Menurut Sri Mulyani, pelaksanaan dan perubahan ketentuan gaji dan pensiun ke-13 mempertimbangkan kondisi fiskal negara di tengah pandemi Covid-19. Postur APBN, terutama belanja negara, mengalami perubahan signifikan akibat pandemi yang tak berkesudahan. Saat ini APBN difokuskan untuk penanganan Covid-19 dan dampaknya terhadap sosial ekonomi.
”Pelaksanaan gaji dan pensiun ke-13 bisa dilakukan sebagai bagian dari stimulus untuk mendukung kegiatan ekonomi, dikaitkan dengan tahun ajaran baru,” kata Sri Mulyani.
Stimulus ekonomi
Menurut Sri Mulyani, gaji dan pensiun ke-13 diharapkan dapat menstimulasi perekonomian domestik serta melengkapi paket stimulus yang telah digulirkan. Dengan dibayarkannya gaji dan pensiun ke-13, daya beli masyarakat bisa tetap tumbuh kendati tidak signifikan. Kebutuhan masyarakat untuk pembayaran tahun ajaran baru bisa terpenuhi.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics Indonesia Mohammad Faisal berpendapat, krisis ekonomi yang kini terjadi disebabkan guncangan dari sisi permintaan. Daya beli masyarakat sangat rendah sehingga dibutuhkan stimulus langsung berupa uang tunai. Tujuannya agar masyarakat bisa langsung membelanjakan uang mereka dan memutar roda ekonomi.
”Stimulus perlu menyasar kelompok masyarakat berpendapatan menengah ke bawah. Bukan untuk orang-orang kelas atas,” kata Faisal.
Pelemahan daya beli akan menurunkan konsumsi rumah tangga. Padahal, sekitar 55 persen produk domestik bruto Indonesia ditopang oleh pertumbuhan konsumsi. Pelemahan daya beli juga berdampak pada produktivitas dunia usaha karena permintaan rendah. Untuk itu, berbagai upaya harus diluncurkan untuk mendorong pertumbuhan daya beli ini.
Dalam diskusi daring, Senin (20/7/2020), Menteri Keuangan pada periode 2013-2014 M Chatib Basri menyampaikan, jalan panjang pemulihan ekonomi nasional mesti diawali dengan menumbuhkan daya beli masyarakat. Setelah daya beli tumbuh, baru berbagai kebijakan moneter dan stimulus dunia usaha bisa terserap.