Pelaku Usaha Berharap Bunga Kredit Semakin Kompetitif
Kebijakan penurunan suku bunga akan lebih terasa bermanfaat bagi sektor riil ketika diintegrasikan dengan bantuan modal kerja bagi pelaku usaha. Jika pelaku usaha mendapat bantuan modal, bunganya pun harus murah.
JAKARTA, KOMPAS — Pelaku usaha di sektor riil berharap penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia bisa segera menjadikan bunga kredit bank semakin kompetitif. Makin kompetitifnya bunga kredit bank ini juga diharapkan bisa diintegrasikan dengan bantuan modal kerja.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Aromatik, Olefin, dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiyono, Jumat (17/7/2020), berharap, jeda penurunan suku bunga acuan ke suku bunga pinjaman jangan terlalu lama. Saat ini, bunga kredit komersial rata-rata berkisar 8-11 persen.
Untuk itu, suku bunga kredit yang kompetitif dibutuhkan, apalagi saat ini daya beli masyarakat lemah. Belanja masyarakat di produk otomotif dan perumahan masih lesu. Situasi sama dialami sektor pariwisata dan perhotelan.
”Paling-paling sektor makanan minuman yang masih bisa digenjot,” ujarnya ketika dihubungi di Jakarta.
Kamis lalu, Bank Indonesia memangkas suku bunga acuan, BI 7-day Reverse Repo Rate, sebesar 25 basis poin menjadi 4 persen. Tujuannya adalah untuk memacu geliat perekonomian nasional.
Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakri berpendapat, kebijakan penurunan suku bunga akan lebih terasa bermanfaat bagi sektor riil ketika diintegrasikan dengan bantuan modal kerja bagi pelaku usaha.
”Pemerintah perlu memastikan kejalasan integrasi kedua kebijakan. Jika pelaku usaha mendapat bantuan modal, bunganya pun harus murah,” katanya.
Kebijakan penurunan suku bunga akan lebih terasa bermanfaat bagi sektor riil ketika diintegrasikan dengan bantuan modal kerja bagi pelaku usaha.
Pelaku industri perbankan berkomitmen menjadikan momentum penurunan suku bunga acuan BI untuk penyesuaian suku bunga kredit. Kebijakan moneter ini sekaligus memperluas ruang ekspansi kredit bagi perbankan.
Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk Jahja Setiaatmadja menyambut baik kebijakan tersebut. Penurunan suku bunga acuan ini dinilai sesuai dengan momentum perbankan yang saat ini tengah membantu pelaku usaha yang membutuhkan keringanan dari sisi cicilan dan beban kreditnya.
Dengan turunnya suku bunga acuan, perbankan memiliki ruang untuk dapat menurunkan suku bunga dana pihak ketiga dan mentransmisikannya ke suku bunga kredit. ”Bank-bank dapat turut menurunkan suku bunga dana pihak ketiga (DPK). Ini bisa membantu bunga kredit, terutama yang direstrukturisasi,” ujarnya.
Jahja tidak menampik penurunan suku bunga acuan dan bunga simpanan nantinya dapat memperbesar risiko keluarnya DPK. Namun, suntikan likuiditas dari pemerintah dan otoritas dinilai cukup membantu pembiayaan pelaku usaha sektor riil. Suku bunga deposito BCA tergolong salah satu yang terendah. Terakhir, BCA kembali menurunkan suku bunga deposito menjadi 3,8 persen.
Direktur Keuangan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Haru Koesmahargyo mengatakan, sebelum BI menurunkan suku bunga acuan menjadi 4 persen, penurunan suku bunga sudah terjadi hampir di semua segmen kredit BRI, mulai dari segmen mikro hingga korporasi. ”Kebijakan suku bunga acuan BI yang rendah, turut membuka kembali peluang penurunan bunga kredit,” katanya.
Direktur Wholesale Banking PT Bank Permata Tbk Darwin Wibowo menyampaikan, perusahaannya akan menyesuaikan tingkat suku bunga deposito dan kredit dengan tetap mengikuti perkembangan pasar. Seiring dengan tren penurunan suku bunga BI sepanjang 2020, maka upaya transmisi suku bunga juga akan terus berlanjut agar bisa membantu sektor riil.