Pertimbangkan Kondisi Keuangan Pekerja
ASN pertama kali akan diwajibkan menjadi peserta Tapera per Januari 2021. Kendati bertujuan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat, tidak semua pekerja merasa diuntungkan dengan program ini.
JAKARTA, KOMPAS — Kewajiban pegawai aparatur sipil negara ataupun swasta untuk mengikuti program Tabungan Perumahan Rakyat dinilai tidak menjawab kebutuhan dan mempertimbangkan kondisi keuangan pekerja. Tanpa ada jaminan pemenuhan rumah bagi semua peserta serta kemudahan mencairkan dana tabungan, program ini dinilai hanya menambah beban iuran pekerja di tengah ketidakpastian ekonomi.
Pekerja yang pertama kali akan diwajibkan menjadi peserta Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) adalah aparatur sipil negara (ASN). Dalam skema yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera, ASN eks peserta Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil (Taperum-PNS) dan ASN baru diwajibkan mulai mengiur pada Januari 2021.
Setelah itu, lingkup kepesertaan Tapera akan diperluas secara bertahap. Tahap kedua adalah untuk pekerja di perusahaan badan usaha milik negara dan daerah, serta TNI/Polri. Tahap ketiga berlaku untuk pekerja swasta, pekerja mandiri, dan pekerja sektor informal. Tenggat kepesertaan paling cepat untuk kedua tahap ini belum ditentukan.
”Khusus perusahaan swasta diberikan waktu sampai tujuh tahun ke depan setelah PP ditetapkan untuk mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta Tapera,” kata Deputi Komisioner Bidang Pemanfaatan Dana Badan Pengelola Tapera Ariev Baginda Siregar di Jakarta, Kamis (4/6/2020).
Meski bertujuan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat, tidak semua pekerja merasa diuntungkan dengan program ini. Menurut Mawar (23), seorang ASN yang bekerja di salah satu instansi pemerintahan di wilayah Jakarta Pusat, program Tapera yang bersifat wajib ini tidak sesuai dengan kebutuhan dan prioritas semua pekerja.
Mawar mengaku tidak membutuhkan bantuan perumahan dari pemerintah. Namun, karena diwajibkan, ia terpaksa merelakan gajinya dipotong untuk iuran tabungan perumahan mulai tahun depan. ”Mau tidak mau harus merelakan gaji dipotong, padahal sebenarnya saya tidak butuh rumah subsidi dari pemerintah,” katanya.
Membebani
Kewajiban iuran Tapera membuat beban finansial yang harus ia sisihkan per bulan akan bertambah. Potongan 2,5 persen dari gaji cukup signifikan dirasakan di tengah potongan dan iuran bulanan lain serta kondisi ekonomi saat ini yang sedang tidak pasti.
”Dengan gaji Rp 5 juta per bulan, dalam sebulan berarti ada tambahan potongan Rp 125.000 lagi. Di satu sisi memang benar itu bisa dijadikan tabungan, tetapi sayangnya tabungan itu pun baru bisa diambil setelah pensiun,” kata Mawar.
Iuran Tapera semakin membebani karena saat ini, iuran yang harus dipotong dari gaji pekerja dan ditanggung perusahaan setiap bulan sudah terhitung banyak. Selain iuran BPJS Kesehatan, ada pula iuran jaminan hari tua, jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, dan jaminan pensiun lewat BP Jamsostek.
Iuran Tapera semakin membebani karena saat ini, iuran yang harus dipotong dari gaji pekerja dan ditanggung perusahaan setiap bulan sudah terhitung banyak.
Sementara, Yosefhino Frederick (26), seorang PNS yang tinggal di Jakarta, mengaku dilematis dengan kewajiban iuran Tapera. Menurut dia, skema Tapera yang baru ini membuat negara seolah-seolah secara berjemaah menggiring semua orang berpenghasilan di atas upah minimum regional menyalurkan uangnya ke hal yang berisiko.
”Selain itu, negara tampak mengatur hak finansial seseorang. Padahal, bisa saja 2,5 persen itu dipakai buat hal lain,” katanya.
Baca juga: Tanggungan Iuran Pekerja Bertambah
Di sisi lain, Yosefhino menilai, kehadiran skema Tapera ini patut diapresiasi. Skema ini membuatnya memiliki simpanan hari tua yang bersifat produktif dan mendorong peserta memiliki hunian pertama.
Yosefhino menyebutkan, Pasal 24 PP No 25/2020 menyatakan bahwa peserta memperoleh pengembalian simpanan dan hasil pemupukan dana tapera berdasarkan jumlah unit penyertaan yang dimiliki peserta dikalikan nilai aktiva bersih per unit penyertaan pada tanggal berakhirnya kepesertaan.
Ia juga menyoroti Pasal 27 PP tersebut yang membahas mekanisme pemupukan dana. Masih ada poin yang menyebutkan investasi lain yang aman dan menguntungkan. ”Poin ini menimbulkan risiko pengelolaan investasi yang tak bertanggung jawab dan berakhir seperti kasus Asuransi Jiwasraya,” katanya.
Ketua Umum Realestat Indonesia Totok Lusida berpendapat, dana rakyat yang dihimpun ke dalam tabungan perumahan rakyat perlu dikelola transparan untuk kepentingan pemenuhan perumahan rakyat. Pengelolaan dana lewat manajemen aset dikhawatirkan berujung kekacauan pengelolaan anggaran seperti yang terjadi di kasus Jiwasraya dan Bapertarum.
Tapera sebaiknya dikelola untuk pembiayaan sekunder perumahan dengan melibatkan BUMN Sentra Multigriya Finansial sehingga menghasilkan dana murah untuk penyaluran KPR. Selain itu, dikelola oleh perbankan untuk memperluas cakupan KPR bersubsidi.
”Tapera diperuntukkan untuk menghimpun dana murah untuk program KPR jangka panjang. Diharapkan, dana ini justru tidak beralih ke investasi jangka panjang yang tidak jelas dan melenceng,” katanya, Rabu.
Totok menambahkan, Tapera juga akan menambah potongan gaji bagi pekerja dan perusahaan. Total seluruh potongan atau iuran bulanan untuk pekerja sebesar 6,5 persen, sedangkan pengusaha 18,74 persen. Potongan itu mencakup antara lain untuk iuran jaminan hari tua, BPJS Ketenagakerjaan, dana pensiun, cadangan pesangon, serta Tapera.
Tapera juga akan menambah potongan gaji bagi pekerja dan perusahaan. Total seluruh potongan atau iuran bulanan untuk pekerja sebesar 6,5 persen, sedangkan pengusaha 18,74 persen.
Tunggu ekonomi pulih
Ketua Umum Dewan Pengurus Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) Zudan Arif Fakrulloh mengatakan, skema mengiur tiap bulan untuk bantuan perumahan bagi ASN bukanlah hal baru. Sebelum Tapera dibentuk, penghasilan ASN telah dipotong Badan Pertimbangan Taperum-PNS.
”Sejak ada Taperum, gaji PNS sudah dipotong meski besaran potongannya kecil. Karena kecil, relatif tidak terasa, bantuan yang diterima juga tidak terasa. Akhirnya banyak PNS tidak mengambil jatah untuk membeli rumah. Jadi sebenarnya tidak terlalu berdampak bantuan itu bagi ASN,” ujarnya.
Menurut Zudan, agar Tapera dapat membantu ASN untuk membeli rumah, salah satu yang diperlukan adalah tenor atau jangka waktu kredit pemilikan rumah (KPR) mesti panjang. Semisal, tenornya sampai 30 tahun. Selain itu, ASN perlu diberi insentif agar bunga kredit yang dikenakan tidak terlalu tinggi, sekitar 8 persen per tahun atau setidaknya di bawah 10 persen.
Hal itu dapat dilakukan melalui kerja sama dengan bank tertentu, seperti bank pemerintah. Dengan demikian, beban peserta atau ASN dapat menjadi lebih ringan.
”Itu akan sangat membantu karena banyak ASN kita yang masih belum punya rumah. Mereka masih mengontrak, seperti ada ASN golongan III,” ujar Zudan.
Baca juga: Implementasi Program Tapera Sebaiknya Seusai Ekonomi Pulih
Sementara, Direktur Riset Center of Reform and Economics Indonesia Piter Abdullah mengatakan, iuran tabungan perumahan rakyat sebaiknya tidak diimplementasikan ketika masa pandemi Covid-19, tetapi setelah ekonomi pulih. Saat ini kondisi keuangan pekerja dan pemberi kerja mengalami tekanan cukup dalam dan membutuhkan suntikan stimulus.
”Kendati tujuannya positif, masalah waktu penerbitan dan pelaksanaan kebijakan tidak pas karena pekerja dan pemberi kerja masih harus berjuang menghadapi pandemi dan berikutnya pemulihan ekonomi,” katanya.
Tidak menjamin
Ariev Siregar mengatakan, tidak semua peserta akan mendapatkan manfaat pembiayaan perumahan. Ada syarat yang harus dipenuhi oleh pekerja, seperti memenuhi kriteria masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) maksimal Rp 8 juta, belum memiliki rumah, dan sudah menjadi peserta untuk satu tahun.
Selain untuk membeli rumah, manfaat pembiayaan tersebut juga bisa digunakan peserta untuk membangun rumah di lahan milik sendiri atau melakukan renovasi rumah.
Namun, ada urutan prioritas dan kriteria tertentu yang berlaku, antara lain lamanya masa kepesertaan, tingkat kelancaran membayar simpanan, tingkat kemendesakan kepemilikan rumah, dan ketersediaan dana pemanfaatan.
”Jadi ada persyaratan untuk tercantum di priority list sesuai aturan undang-undang. Setelah yang bersangkutan mendapat manfaat, juga harus lolos analisis kredit yang dilakukan bank,” katanya.
Ariev melanjutkan, bagi pekerja yang tidak memenuhi kriteria mendapat keringanan pembiayaan rumah dan tidak lolos analisis kredit akan mendapat manfaat berupa tabungan hari tua. Namun, tabungan tidak bisa dicairkan sebelum pekerja pensiun pada usia 58 tahun.
Tabungan tidak bisa dicairkan sebelum pekerja pensiun pada usia 58 tahun.
Komisioner BP Tapera, Adi Setianto, menambahkan, kondisi lain yang membolehkan peserta mencairkan simpanannya sebelum usia pensiun adalah jika peserta yang bersangkutan berhenti dari pekerjaannya atau mengambil pensiun dini.
”Kecuali yang bersangkutan meneruskan bekerja di institusi lain atau secara pribadi mau meneruskan kepesertaan dengan mengikuti prosedur sebagai peserta mandiri,” katanya.
Baca juga: ASN Perlu Kemudahan untuk Membeli Rumah
Transparansi
Terkait pengelolaan dana BP Tapera, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengingatkan Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) untuk mengelola dana dengan baik sehingga dapat menghindari masalah yang muncul di kemudian hari.
Wimboh mengingatkan pengelolaan dana masyarakat secara transparan dan akuntabel seharusnya dijalankan seluruh lembaga keuangan, baik perbankan maupun nonbank, untuk menjaga kepercayaan publik. ”Prinsip penempatan dana di Tapera sama dengan lembaga keuangan yang lain, tetap harus menerapkan kaidah tata kelola yang baik, sesuai yang ditetapkan pemerintah,” ujarnya.
Secara prinsip, kata Wimboh, OJK mendukung program Tapera dalam memberikan kesempatan kepada pekerja untuk memiliki hunian dengan dana murah. OJK mengingatkan BP Tapera agar pencairan dana peserta tidak dipersulit, terutama untuk membeli rumah.
”Nanti dengan Tapera ini suku bunganya murah sehingga pesertanya nanti akan lebih mudah memiliki rumah,” ujar Wimboh.
(DIMAS WARADITYA NUGRAHA/BM LUKITA GRAHARDYARINI/NIKOLAUS HARBOWO/NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR)