”Ojo ngremehke, ojo kuminter mundak keblinger, ojo cidra mundak cilaka”. Di tengah pandemi ini, janganlah meremehkan, jangan merasa paling pandai agar tidak salah arah, dan jangan berbuat curang agar tidak celaka.
Oleh
hendriyo widi
·3 menit baca
Pilihan mengambil kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) ketimbang lockdown atau karantina wilayah mengandung konsekuensi. PSBB masih memungkinkan pergerakan orang dalam sebuah wilayah atau bahkan antarwilayah. Ruang gerak kehidupan ekonomi masih ada kendati lambat sekali.
Roda usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) hingga industri skala kecil, menengah, dan besar yang menyangkut hajat hidup orang banyak masih berputar. Pasar-pasar tradisional yang menjadi sentral bahan pangan dan pangan masyarakat juga bertahan memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat atau pelaku UMKM.
Di tengah pandemi Covid-19, urusan perut rakyat juga menjadi urusan nomor satu. Falsafah hidup Jawa ora obah, ora mamah (tidak bergerak/berusaha, maka tidak bisa makan) dan ana dina, ana upa (ada hari, ada nasi) susah ditepiskan. Setiap hari, mereka butuh nasi atau makan sehingga mereka masih bertahan untuk bekerja.
Jika keputusan yang diambil pemerintah adalah lockdown, bisa jadi ekonomi mati suri. Pertumbuhan ekonomi, termasuk konsumsi rumah tangga yang mencerminkan daya beli masyarakat, akan semakin terpuruk. Pada triwulan I-2020, ekonomi Indonesia tumbuh 2,97 persen dan konsumsi rumah tangga hanya 2,84 persen.
PSBB memang sedikit memberi angin segar bagi pergerakan roda ekonomi. Di sisi lain, PSBB bisa menjadi bumerang bagi penanganan kasus Covid-19 jika tidak dijalankan secara disiplin. Kementerian Kesehatan melaporkan, per 11 Mei 2020, terdapat 14.265 kasus Covid-19 di Indonesia dan ada tambahan 233 kasus positif Covid-19. Dua hari sebelumnya, ada 533 kasus positif Covid-19.
Hal ini seiring dengan pertambahan kluster-kluster baru penyebaran Covid-19 di sejumlah daerah di Tanah Air, yaitu di sejumlah pasar tradisional dan swalayan. Di Bojonegoro, Jawa Timur, misalnya, kasus penularan Covid-19 di Pasar Bojonegoro berawal dari seorang pedagang sayur keliling. Adapun di Sleman, DI Yogyakarta, penularan terjadi di toko grosir, Indogrosir.
Pekan lalu, Kementerian Perdagangan telah meminta agar pasar tradisional tetap beroperasi untuk menggerakkan roda ekonomi dan logistik pangan. Permintaan itu disertai dengan imbauan untuk menerapkan protokol kesehatan. Namun, imbuan ini tidak diikuti dengan regulasi tegas yang berisi langkah-langkah konkret memutus rantai Covid-19 di pasar tradisonal.
Di tengah bertambahnya kasus Covid-19, pemerintah juga memberikan dispensasi di sektor transportasi. Pada 6 Mei 2020, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 4 Tahun 2020 tentang Kriteria Pembatasan Perjalanan Orang Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Isinya adalah memberikan pengecualian perjalanan bagi setiap warga dan lembaga pemerintah atau swasta yang memiliki kebutuhan khusus dan kepentingan mendesak. Bagi yang kerabatnya meninggal dunia atau butuh pengobatan khusus di luar daerah, serta untuk kepentingan khusus, seperti repatriasi dan penanganan kasus Covid-19, SE masih bisa dimaklumi.
”Misi khusus”
Namun, perlu dicermati juga potensi munculnya perizinan bagi pergerakan kelompok orang yang membawa ”misi khusus”, apalagi di tahun pemilihan kepala daerah serentak. Misalnya penyerahan bantuan sosial ke suatu daerah tertentu secara berombongan. Bisa juga kunjungan pejabat tertentu ke suatu daerah dengan membawa rombongan besar.
Inilah purwarupa atau wajah ganda PSBB. Jangan sampai PSBB hanya menjadi kebijakan kompromistis atas kesehatan dan ekonomi. Tindak tanduk yang juga berarti tingkah laku, perbuatan, kelakuan, dan sepak terjang dalam PSBB memegang peranan penting. Pemerintah harus tegas menegakkan kedisiplinan memutus rantai penyebaran Covid-19 di semua sektor.
Di tengah ’musuh’ yang tak kasatmata, janganlah meremehkan, jangan merasa paling pandai agar tidak salah arah, dan jangan berbuat curang agar tidak celaka.
Pemerintah dan wakil rakyat di parlemen juga perlu memberi contoh kepada masyarakat dalam menerapkan kedisiplinan. Misalnya tidak memanfaatkan momen pelonggaran pengendalian transportasi untuk merealisasikan ”misi khusus” dengan pergi berombongan.
Semua lapisan masyarakat juga perlu bertindak tanduk disiplin. Ojo ngremehke, ojo kuminter mundak keblinger, ojo cidra mundak cilaka. Di tengah ”musuh” yang tak kasatmata, janganlah meremehkan, jangan merasa paling pandai agar tidak salah arah, dan jangan berbuat curang agar tidak celaka.