BUMD Diandalkan sebagai Solusi di Tengah Pandemi Covid-19
Badan usaha milik daerah punya peran strategis di masa pendemi Covid-19. Dengan inovasi dan strategi yang tepat, dampak Covid-19 di daerah bisa diminimalkan.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan usaha milik daerah atau BUMD dapat diandalkan sebagai penggerak ekonomi rakyat di tengah pandemi Covid-19. Bagi BUMD itu sendiri, pandemi Covid-19 bisa menciptakan iklim kerja baru yang berbasis teknologi untuk menghadirkan layanan yang lebih cepat dan efisien. Tantangannya adalah perlu inovasi dan kreativitas bagi BUMD agar semakin berkembang di masa mendatang.
Demikian yang mengemuka dalam seminar dalam jaringan bertema ”Andil BUMD dalam Mendukung Pemerintah Daerah Menangani Covid-19 dan Penyelamatan Perekonomian”, Rabu (6/5/2020), yang diselenggarakan majalah Infobank. Seminar daring itu menghadirkan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Bupati Gorontalo Nelson Pomalingo, Direktur Utama PT Bank BPD DI Yogyakarta Santoso Rohmad, Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Mochamad Ardian, serta Direktur Eksekutif Pengaturan dan Penelitian Perbankan pada Otoritas Jasa Keuangan Anung Herlianto sebagai narasumber.
Ganjar mencontohkan peran BUMD yang vital di masa pandemi Covid-19. BUMD Provinsi Jawa Tengah yang membidangi perhotelan menjadi terpuruk lantaran tingkat hunian merosot drastis di masa pandemi Covid-19. Di kemudian hari, hotel bisa dimanfaatkan untuk penginapan tenaga medis yang bertugas mengobati pasien Covid-19.
”Adapun BUMD yang membidangi perdagangan berfungsi sebagai penyerap produk-produk pertanian untuk kemudian disalurkankan kepada masyarakat terdampak Covid-19, baik sebagai bantuan sosial maupun untuk tujuan perdagangan. Jadi, di masa sulit seperti ini, BUMD punya peran yang sangat vital,” kata Ganjar.
Di Gorontalo, BUMD membeli produk pertanian dan perkebunan andalan rakyat, seperti minyak kelapa dan jagung.
Hal serupa dicontohkan Santoso. Bantuan pangan nontunai untuk masyarakat terdampak Covid-19 di Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta, diinisiasi Bank BPD DIY. Dana bantuan dibelikan bahan pokok kebutuhan warga pada warung-warung binaan atau usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di kabupaten tersebut. Dengan demikian, perputaran uang tidak keluar daerah.
Di Gorontalo, BUMD membeli produk pertanian dan perkebunan andalan rakyat, seperti minyak kelapa dan jagung. Produk tersebut, selain untuk dijual, juga dijadikan bahan bantuan bagi masyarakat terdampak Covid-19. Khusus untuk jagung, pemerintah daerah mulai mengenalkan kepada masyarakat sebagai alternatif pengganti beras.
”Dengan cara tersebut, aktivitas perekonomian masih dapat berjalan. Begitu juga produk perkebunan milik rakyat bisa terserap,” ujar Nelson.
Tantangan
Meski demikian, BUMD di daerah tidak lepas dari berbagai kendala, antara lain keterbatasan infrastruktur teknologi. Pelayanan BUMD, seperti Bank Pembangunan Daerah, tidak bisa menjangkau pelosok desa lantaran keterbatasan infrastruktur listrik dan jaringan telepon. Selain itu, pusat data pelaku usaha yang ada di daerah-daerah, terutama pelosok, masih sangat terbatas.
”Untuk pemberian insentif bagi UMKM atau pelaku industri kreatif di Yogyakarta, mereka harus berinisiatif mengajukan kepada pemerintah. Persoalannya adalah infrastruktur terbatas untuk melayani permintaan dalam jumlah banyak, tetapi harus dilayani dengan cepat,” tutur Santoso.
BUMD harus siap untuk terjun di era Revolusi Industri 4.0. Salah satu caranya adalah dengan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi.
Ardian membenarkan, BUMD harus siap untuk terjun di era Revolusi Industri 4.0. Salah satu caranya adalah dengan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi. Bank milik daerah, misalnya, harus bersaing dengan usaha rintisan yang bergerak di bidang teknologi finansial (tekfin). Oleh karena itu, dibutuhkan inovasi dalam hal penggunaan dan pemanfaatan teknologi tersebut.
”Selain itu, bank daerah juga perlu penguatan modal. Dalam hal ini, harus ada komitmen pemerintah daerah untuk mendukung pengembangan bank daerah tersebut,” lanjut Ardian.
Dari sisi regulator, sektor jasa keuangan penting dijaga agar tidak tumbang akibat pandemi Covid-19. Menurut Anung, apabila sektor jasa keuangan tumbang, sektor lain bakal terkena dampak serius. Pemerintah sudah menerbitkan sejumlah aturan dalam hal restrukturisasi kredit agar sektor jasa keuangan bisa bertahan.
”Sejauh ini sudah ada 74 bank yang merealisasikan restrukturisasi dan 101 bank telah menyampaikan potensi restrukturisasi,” ujar Anung.