Sejumlah pelaku UMKM menjaga volume transaksi di masa pandemi dengan memanfaatkan layanan pesan-antar. Mereka juga berinovasi untuk menarik minat konsumen.
Oleh
sekar gandhawangi
·4 menit baca
Sebanyak 6,3 juta pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah terpuruk selama pandemi Covid-19. Pendapatan harian mereka merosot drastis sehingga mengancam keberlangsungan usaha. Beberapa dari mereka pun mencari solusi untuk bertahan, salah satunya dengan memanfaatkan teknologi.
Pemilik restoran Asoka Corner yang beroperasi di Medan, Kania (32), mengandalkan jasa ojek daring untuk operasi usahanya. Restoran ini semula kuat dengan konsep makan di tempat (dine in). Namun, pembatasan sosial dan imbauan bekerja dari rumah membuat restorannya sepi pengunjung. Fasilitas karaoke dan ruang pertemuan di restoran tersebut harus dihentikan sementara.
Sejak imbauan diam di rumah disampaikan, tidak ada transaksi yang terjadi selama dua hari pertama di restorannya. Kania mengatakan, omzet hariannya turun 50-60 persen selama pandemi. Ia pun mengonversi cara berdagangnya dari konvensional ke digital. Ia kini hanya melayani pembelian melalui pesanan daring, seperti GoFood.
”Saat kondisi normal, transaksi dari layanan pesan-antar aplikasi daring hanya 30-40 persen dari total penjualan. Persentas nya naik menjadi 65 persen selama pandemi, bahkan dua hari lalu 90 persen pendapatan kami berasal dari layanan pesan-antar,” kata Kania melalui tatap muka virtual, Rabu (22/4/2020).
Penurunan volume transaksi ini dialami sejak awal Maret 2020. Situasi ini memaksa Kania beradaptasi agar usahanya tetap berjalan. Ia berinovasi dengan membuat delapan menu makanan beku yang siap dimasak, seperti gurami asam manis, ayam cabai hijau, dan ayam goreng pandan.
Ia menjamin kebersihan makanan. Juru masak wajib mengenakan masker dan sarung tangan ketika memasak. Adapun suhu badan juru masak dan pengemudi ojek yang mengantarkan pesanan dipantau.
Manfaatkan momentum
Ide membuat paket makanan beku dilakukan oleh sejumlah pelaku UMKM saat ini. Menurut Kania, menjual makanan beku sama dengan memanfaatkan momentum yang ada.
”Teman-teman saya sesama ibu rumah tangga sekarang paranoid belanja ke pasar. Pengojek daring pun saya amati juga terdampak oleh pandemi (karena pesanan berkurang). Saya pikir membuat menu baru seperti ini bisa menjadi solusi bagi kedua isu. Sementara itu, pengojek akan menerima bantuan 1 kilogram beras untuk setiap transaksi,” kata Kania.
Pelaku UMKM dari Depok, Citra Ajeng (34), juga memanfaatkan layanan pesan-antar ojek daring. Ia mengurangi operasi usahanya dari tiga gerai menjadi satu gerai. Di gerai itu, Ajeng hanya melayani pesanan daring.
Penurunan volume transaksi dirasakan sejak awal Maret 2020. Omzet hariannya turun hingga 70 persen selama pandemi. Ia juga terpaksa merumahkan empat karyawan. Penjualan daring adalah satu-satunya media untuk bertahan.
Ajeng membuat sejumlah paket makanan baru untuk menarik minat pelanggan. Beberapa di antaranya adalah paket jajanan khas Jepang dengan susu buah. Ia juga membuat menu kopi dalgona yang sedang populer di media sosial.
Ajeng membuat sejumlah paket makanan baru untuk menarik minat pelanggan. Beberapa di antaranya adalah paket jajanan khas Jepang dengan susu buah. Ia juga membuat menu kopi dalgona yang sedang populer di media sosial.
”Respons konsumen sangat baik. Itu jadi salah satu menu favorit baru. Menurut saya, konsumen sekarang cenderung ingin ngemil, tetapi juga ingin jajanan yang sehat,” kata Ajeng.
Ia juga menggratiskan satu botol cairan pembersih tangan untuk setiap pembelian dua kotak makanan. Hal ini juga menarik minat konsumen. Untuk menjaga antusiasme konsumen, ia berencana membuat menu baru pada masa Ramadhan nanti.
Inovasi dinilai penting agar UMKM dapat bertahan. Ketua Bidang Kewirausahaan Himpunan Alumni Institut Pertanian Bogor Beta Sagita mengatakan, UMKM harus mampu berinovasi membuat produk unggulan yang berbeda dengan produk di pasar. Misalnya, produk makanan yang tahan lama tanpa bahan kimia (Kompas, 5/3/2020).
Sulit bertahan
Saat dihubungi terpisah, Ketua Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) M Ikhsan Ingratubun mengatakan, UMKM sulit bertahan di situasi pandemi. Hanya beberapa sektor usaha yang dapat beradaptasi dengan perubahan yang ada.
”Misalnya, UMKM sektor busana dapat memanfaatkan bahan bakunya untuk pembuatan masker, UMKM sektor kuliner memanfaatkan layanan daring untuk berjualan. Namun, ada berapa banyak yang bisa beradaptasi seperti ini? Tidak banyak. Kondisi UMKM saat ini hancur lebur,” kata Ikhsan.
Menurut dia, saat ini, rata-rata pelaku UMKM hanya memperoleh 10-15 persen dari omzet hariannya pada kondisi normal. Satu-satunya cara bertahan adalah dengan penjualan daring dan berinovasi.
UMKM berperan besar terhadap perekonomian nasional. Kontribusi UMKM terhadap produk domestik bruto (PDB) pada 2014 adalah 51,5 persen dan naik menjadi 57,8 persen pada 2018. Adapun UMKM menyerap sekitar 97 persen dari total tenaga kerja dan 99 persen dari total lapangan kerja. Oleh karena itu, bantuan pemerintah terhadap UMKM diperlukan.
Salah satu bantuan diberikan melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan Peraturan OJK (POJK) No 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease. Dengan ini, pelaku UMKM dapat mengajukan restrukturisasi kepada perbankan.
Pemerintah juga akan menerbitkan surat utang pandemic bonds untuk membiayai penguatan dan pemulihan UMKM yang terdampak pandemi. Nilai pandemic bonds yang akan diterbitkan adalah Rp 150 triliun. Pandemic bonds akan diterbitkan dalam denominasi rupiah dan dapat dibeli di Bank Indonesia dan swasta di pasar perdana (Kompas, 21/4/2020).