Terobosan untuk Atasi Kendala Distribusi Pangan
Terobosan logistik menjadi solusi di tengah kendala pemasaran yang memukul produsen pangan.
JAKARTA, KOMPAS — Hambatan pemasaran produk perikanan di tengah pandemi Covid-19 akan menimbulkan multiefek terhadap gangguan rantai suplai, harga jual ikan yang tertekan, ataupun hambatan sarana produksi, seperti ketersediaan pakan dan benih.
Ketua Gabungan Pengusaha Makanan Ternak Deny Mulyono mengemukakan, serapan pasar yang bermasalah dipastikan memiliki dampak berantai terhadap rantai pasok, termasuk sarana-sarana pendukung produksi. Dampaknya kini mulai terlihat, yakni minat budidaya turun dan utilisasi pabrik pakan berkurang.
”Diperlukan solusi yang menjamin stabilitas produksi hulu ke hilir. Di sektor perikanan budidaya, yaitu terjaminnya pasar untuk hasil perikanan dengan harga yang menguntungkan pembudidaya,” katanya, di Jakarta, Senin (20/4/2020).
Kebutuhan pakan pada 2020 diperkirakan 1,6 juta ton pakan ikan dan 450.000 ton pakan udang, dengan utilisasi kapasitas pabrik pakan kurang lebih 57 persen. Akibat serapan hasil perikanan yang lemah, produksi pakan ikan diprediksi turun 40-45 persen, kecuali ada perubahan dalam serapan pasar atas ikan hasil budidaya tersebut.
”Sejauh ini (dampak) sudah terasa berat. Dengan serapan pasar yang lemah, pembudidaya menurunkan padat tebar atau bahkan ada yang tidak tebar sama sekali,” kata Deny.
Sementara itu, kenaikan harga pakan tak bisa dihindari karena harga bahan baku melonjak di tengah penurunan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, terutama pabrik pakan yang mengandalkan komponen impor. Sejauh ini, pabrik pakan memberikan pilihan alternatif pakan bagi pembudidaya, yakni komposisi bahan baku impornya lebih sedikit atau lebih banyak komponen lokal.
Pemasaran dibenahi
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengemukakan, pasar perikanan di dalam dan luar negeri masih terus terbuka karena kebutuhan pangan masih ada. Untuk itu, produksi perikanan tangkap dan budidaya terus digenjot, sedangkan kendala pemasaran akan dibenahi.
Pemerintah tengah membenahi sistem rantai dingin. Saat ini, kapasitas gudang pendingin ikan di 34 provinsi sebesar 330.000 ton dalam kondisi kurang termanfaatkan. ”Potensi ini (dimanfaatkan), tinggal di mana lokasinya akan kita lihat. Akan tetapi, kami tidak bisa (bekerja) sendiri, butuh masukan kepala dinas,” kata Edhy, kepada Kompas.
Baca juga: Pembudidaya dan Nelayan Terpuruk
Selain itu, pihaknya menggandeng BUMN di bidang perikanan dan perusahaan swasta untuk meningkatkan penyerapan hasil produksi perikanan. Skema penyerapan sedang diatur. BUMN Perikanan dinilai sudah menyerap ikan, tetapi belum optimal karena keterbatasan modal. Kebutuhan modal itu dapat dijembatani melalui pinjaman bank.
”(Pemasaran ikan) ini bisnis. Permintaan ikan pasti ada karena seluruh dunia butuh (pangan),” katanya.
Permintaan ikan pasti ada karena seluruh dunia butuh.
Sementara itu, kendala pakan dan benih sudah diakomodasi, antara lain dengan surat edaran dari KKP untuk memudahkan lalu lintas benih dan pakan antarwilayah. Ia juga meminta pabrik-pabrik pakan ikan dan udang, termasuk pabrik yang menggunakan komponen bahan baku impor, untuk tidak menaikkan harga pakan.
Edhy menambahkan, pelemahan nilai tukar rupiah sebagai alasan kenaikan harga pakan sudah tidak relevan karena industri sudah mendapat insentif pajak dari pemerintah. ”Harga pakan tidak perlu naik seandainya perusahaan punya niat baik,” katanya.
KKP juga sudah mengajukan usulan dana stimulus senilai Rp 1,024 triliun untuk peningkatan produksi perikanan tangkap, budidaya, pemasaran, dan petambak garam. Upaya ini sekaligus untuk menguatkan produktivitas perikanan pascapandemi Covid-19.
Dorong logistik
Secara terpisah, PT Kereta Api Indonesia (Persero) menyatakan siap melayani distribusi bahan pangan dalam masa pembatasan sosial berskala besar yang sudah diterapkan di berbagai daerah. Di tengah pandemi Covid-19, PT KAI akan memaksimalkan angkutan barang karena angkutan penumpang terus merosot, yang berdampak pada pembatalan sebagian besar perjalanan kereta api.
”PT KAI siap mendistribusikan barang ritel termasuk pangan, seperti beras, buah-buahan, sayur-sayuran, dan lainnya dengan aman, tepat waktu, dan efisien,” ujar VP Public Relations PT KAI Joni Martinus, dalam siaran pers, Senin.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19, perusahaan transportasi logistik untuk bahan pangan masih dapat beroperasi tanpa pembatasan.
Pada Maret 2020, volume angkutan barang PT KAI sebanyak 4,2 juta ton atau naik 16 persen dibandingkan dengan Februari 2020 yang sebanyak 3,6 juta ton. Kenaikan volume angkutan barang disumbang peningkatan angkutan perkebunan yang mencapai 400 persen, yakni dari 12.000 ton menjadi 61.000 ton. Selain itu, angkutan klinker dari 43.000 ton menjadi 114.000 ton (159 persen), angkutan batubara dari 2,6 juta ton menjadi 3 juta ton (15 persen), peti kemas dari 373.000 ton menjadi 404.000 ton (8 persen), dan angkutan ritel dari 11.000 ton menjadi 12.000 ton (4 persen).
”Di tengah menurunnya volume angkutan penumpang, PT KAI akan memaksimalkan lini angkutan barang menggunakan kereta api. Diharapkan, PT KAI mampu mempercepat pendistribusian logistik yang dibutuhkan di berbagai daerah, termasuk logistik yang sangat dibutuhkan dalam rangka penanganan Covid-19,” ujar Joni.
Salah satu layanan angkutan barang, yakni Rail Express, melayani angkutan barang dari staisun ke stasiun di 60 stasiun di Pulau Jawa. Pelanggan cukup menyerahkan barang ke loket Rail Express di stasiun dan mengambilnya di loket Rail Express stasiun tujuan. Rail Express antara lain telah melayani angkutan bahan pangan, seperti telur dari Blitar ke Jakarta, bawang merah dari Nganjuk ke Jakarta, salak dari Purwosari ke Jakarta, sayur dan buah dari Malang dan Kebumen ke Jakarta dan Bandung.