Pandemi Covid-19 turut memukul industri hulu migas di Indonesia. Di tengah harga minyak yang murah, target produksi migas Indonesia diperkirakan merosot. Sejumlah proyek pun tertunda.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jadwal produksi sejumlah proyek hulu minyak dan gas bumi di Indonesia yang ditargetkan tahun ini tertunda. Faktor penyebabnya adalah merosotnya harga minyak mentah dan pandemi Covid-19. Target produksi minyak dan gas bumi pun diperkirakan tak tercapai.
Salah satu penundaan proyek terjadi pada Lapangan Merakesh di laut lepas Kalimantan Timur. Lapangan dengan cadangan gas sebanyak 2 triliun kaki kubik tersebut dijadwalkan berproduksi pada triwulan III-2020. Merakesh dioperasikan oleh Eni East Sepinggan Ltd, yang berafiliasi dengan ENI, perusahaan minyak dan gas bumi (migas) asal Italia.
”Jadwal produksi Lapangan Merakesh mundur ke triwulan I-2021. Sejumlah proyek lainnya juga mundur rata-rata tiga sampai enam bulan akibat terdampak pandemi Covid-19 ini,” ujar Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas Dwi Soetjipto dalam telekonferensi pres tentang paparan kinerja triwulan I-2020, Kamis (16/4/2020), di Jakarta,
Mobilisasi pekerja menjadi lebih sulit karena perlu izin dan butuh waktu untuk karantina. Ini yang menyebabkan tertundanya proyek-proyek tersebut.
Tahun ini terdapat 12 proyek hulu migas dengan nilai investasi 1,43 miliar dollar AS yang ditargetkan bisa berproduksi. Dari ke-12 proyek tersebut, sebanyak empat proyek sudah beroperasi pada triwulan I-2020 dengan nilai investasi 45 juta dollar AS. SKK Migas tengah mengkaji ulang pelaksanaan proyek-proyek tersebut akibat terdampak pandemi Covid-19 yang masih berlangsung.
”Kebijakan pembatasan pergerakan barang dan orang akibat dampak pandemi Covid-19 menyebabkan pengadaan alat, terutama dari luar negeri, menjadi tertunda. Mobilisasi pekerja menjadi lebih sulit karena perlu izin dan butuh waktu untuk karantina. Ini yang menyebabkan tertundanya proyek-proyek tersebut,” tutur Dwi.
SKK Migas juga mendapat laporan, sejumlah kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) mengajukan permohonan penghentian total kegiatan hulu migas di Indonesia. Namun, SKK Migas tak mengizinkan penghentian total. Kegiatan hulu migas tetap harus dijalankan kendati ada perlambatan sembari menerapkan prinsip-prinsip keselamatan kerja di tengah pandemi Covid-19.
”Sampai saat ini, tak ada laporan pemutusan hubungan kerja dari sektor industri hulu migas kepada SKK Migas,” kata Deputi Dukungan Bisnis SKK Migas Sulistya Hastuti Wahyu.
Produksi turun
Dwi menambahkan, penyebab terpuruknya industri hulu migas di Indonesia saat ini, selain akibat pandemi Covid-19, juga disebabkan harga minyak mentah dunia yang sangat rendah. Mengutip Bloomberg, harga minyak mentah jenis Brent pada Kamis sore sebesar 28,51 dollar AS per barel. Selain itu, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS juga melemah.
”Situasi tersebut berdampak pada pencapaian produksi minyak dan gas bumi. Sampai akhir tahun ini, target lifting (produksi siap jual) migas akan kian tertekan,” ujar Dwi.
Target penerimaan negara dari sektor migas terdampak dan diperkirakan merosot dari target 32 miliar dollar AS menjadi 19 miliar dollar AS di tahun ini.
Berdasarkan data dari SKK Migas, lifting minyak pada triwulan I-2020 sebanyak 701.600 barel per hari atau di bawah target APBN 2020 yang sebanyak 755.000 barel per hari. Adapun lifting gas bumi sebanyak 5.866 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) atau di bawah target APBN 2020 yang sebanyak 6.670 MMSCFD.
Target penerimaan negara dari sektor migas terdampak dan diperkirakan merosot dari target 32 miliar dollar AS menjadi 19 miliar dollar AS di tahun ini.
Terkait rendahnya capaian lifting migas dan harga minyak yang rendah, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati menyatakan, hal ini menjadi kesempatan bagi perusahana untuk mengimpor minyak sebanyak-banyaknya. Namun, Pertamina belum menghitung berapa rencana impor minyak mentah Pertamina tahun ini.
”Bagi sektor hilir, (anjloknya harga minyak) ini bagus karena kita akan membeli banyak, mumpung harga sedang murah,” kata Nicke pada pertengahan Maret lalu di Jakarta.
Mengacu pada laman Pertamina, volume impor minyak mentah Pertamina pada 2019 mencapai 87 juta barel atau senilai 5,7 miliar dollar AS. Adapun volume impor bahan bakar minyak pada tahun yang sama mencapai 128,4 juta barel atau senilai 8,8 miliar dollar AS.