Meski resmi diterapkan di Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi, belum semua warga mengetahui tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB. Warga pun masih banyak melakukan aktivitas di luar rumah, termasuk bekerja.
Oleh
sekar gandhawangi
·4 menit baca
Bagi sebagian masyarakat, pembatasan sosial berskala besar atau PSBB adalah istilah asing. Mereka lebih mengenal istilah lockdown atau penutupan. Kendati berbeda makna, dampak bagi mereka, keduanya sama saja: sama-sama bikin susah.
”Lockdown begini lu masih jualan?” kata seseorang sambil lalu di Pasar Minggu, Jakarta, Rabu (15/4/2020). Ia bertanya pada kenalannya yang sedang menjaga dagangannya di pasar. Yang ditanya pun membalas bahwa ia akan berdagang hingga pukul 14.00.
Istilah lockdown yang mereka kenal alias PSBB berlaku di DKI Jakarta sejak 10 April 2020. Kebijakan ini sesuai dengan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 33 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan PSBB. Lockdown ini berlaku selama 14 hari. PSBB kini berlaku pula di Bogor, Depok, dan Bekasi mulai hari ini hingga 28 April 2020.
Pegawai kios pakaian Cici (28) adalah salah satu orang yang tidak mengenal PSBB. Yang ia tahu, pemerintah dan PD Pasar Jaya membatasi jam operasi pasar selama PSBB, yakni dari pagi hingga pukul 14.00. Cici juga tahu bahwa semua pedagang diminta menjaga kebersihan diri selama pandemi Covid-19.
Menurut pantauan Kompas, imbauan mengenakan masker belum dilakukan semua orang. Beberapa pedagang cuek menawarkan dagangannya tanpa masker. Ada pula yang mengenakan masker, tetapi tidak terpasang dengan benar di wajah.
Pembatasan sosial pun cukup sulit dilakukan karena luas area pasar yang terbatas, khususnya di area bahan pangan dan pokok yang masih didatangi pembeli. Sementara itu, area pedagang pakaian dan sepatu lebih lengang karena sejumlah kios ditutup selama PSBB.
”Saya tidak tahu sampai kapan (wabah virus) korona ini akan berlangsung. Kalau Jakarta lockdown (PSBB) sampai waktu yang lama, bagaimana mau dapat uang buat keluarga?” kata Cici.
Selama ini, ia mengandalkan gaji harian Rp 100.000. Gajinya berkurang hingga lebih dari 50 persen sejak pemerintah gencar memberlakukan pembatasan sosial. Menurut Cici, pemilik toko semula berniat menutup sementara tokonya. Namun, Cici meminta agar toko tetap buka agar dia bisa mendapat penghasilan.
”Mendekati Ramadhan begini, mungkin pembeli bukan lagi mencari baju Lebaran, tapi baju astronot (alat pelindung diri/APD),” kata Cici.
Karyawan kios pakaian Atima (41) juga merasakan hal yang sama. Gaji harian sebesar Rp 100.000 kini berkurang menjadi Rp 50.000-Rp 40.000. ”Selama 15 tahun saya berjualan, tidak pernah kondisinya separah ini,” katanya.
Pemilik kios kelontong Rusdi (38) mengatakan, pendapatannya berkurang drastis sejak Covid-19 mewabah. Kondisi semakin parah ketika PSBB diterapkan di Jakarta, Jumat lalu. Pada kondisi normal, ia bisa memperoleh omzet Rp 2 juta-2,5 juta per hari. Kini, pendapatannya selama beberapa hari terakhir hanya Rp 50.000-Rp 65.000. Kondisi ini membuatnya terpaksa memberhentikan seorang pegawai karena tidak sanggup memberi gaji.
Saya tidak tahu sampai kapan korona ini akan berlangsung. Kalau Jakarta lockdown sampai waktu yang lama, bagaimana mau dapat uang buat keluarga?
Pada 14 April 2020, PD Pasar Jaya Area 12 mengeluarkan surat edaran yang mengatur pembatasan aktivitas di Pasar Minggu. Pedagang emas, pakaian jadi, kelontong, dan jasa produksi/konsumsi diminta berhenti berjualan hingga ada informasi lebih lanjut. Sementara itu, pedagang yang diperbolehkan beraktivitas adalah pedagang bahan kebutuhan pokok, bahan pangan, sayur dan buah, logistik, dan kesehatan.
Lalu lintas ramai
Memasuki hari keenam PSBB di Jakarta, kondisi lalu lintas sekitar Jakarta Selatan hingga perbatasan Depok terpantau ramai. Sejumlah pengemudi ojek konvensional berjejer di sekitar Stasiun Pasar Minggu sambil menawarkan jasanya. Beberapa di antaranya tidak mengenakan masker. Padahal, menurut Pergub DKI Jakarta Nomor 33 Tahun 2020, pengojek dilarang membawa penumpang.
Adapun angkutan kota (angkot) masih beroperasi selama PSBB. Para sopir diwajibkan untuk mengangkut maksimal lima penumpang. Rinciannya, tiga orang di kursi panjang dan dua lainnya di kursi pendek di dalam angkutan. Penumpang dilarang duduk di kursi depan yang bersebelahan dengan sopir.
Aturan ini masih dilanggar sejumlah pengendara. Mereka pun diberhentikan oleh petugas gabungan dari Polres Kota Depok, Dinas Perhubungan Kota Depok, dan TNI Angkatan Darat yang berjaga di perbatasan Jakarta-Depok.
Angkot yang ketahuan memperbolehkan penumpang duduk di kursi depan diberhentikan, begitu pula dengan mobil pribadi. Sopir dan penumpang kemudian diberi sosialisasi seputar PSBB. Selanjutnya, penumpang diminta pindah ke kursi belakang.
Pengendara motor yang membawa penumpang pun diberhentikan. Kartu identitas mereka lalu diperiksa petugas. Sebab, pengemudi motor hanya boleh membonceng satu orang yang memiliki alamat rumah yang sama dengannya.
Adapun pengendara yang tidak mengenakan masker akan diberhentikan dan ditegur. Setelahnya, mereka diberikan masker gratis untuk menghindari potensi paparan virus korona baru.