PLN akan mengonversi penggunaan solar ke gas untuk 52 pembangkit listrik. Pertamina ditunjuk sebagai pemasok bahan bakar itu.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dapat menghemat biaya hingga Rp 4 triliun per tahun melalui program penggantian bahan bakar minyak dengan gas pada sejumlah mesin pembangkit listrik. Ada 52 pembangkit listrik yang bakal dikonversi, dari semula menggunakan solar ke gas. Harga gas akan diusahakan sekitar 6 dollar AS per juta British thermal unit.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif menunjuk Pertamina untuk memasok dan membangun infrastruktur gas alam cair (LNG) untuk sumber energi pembangkit listrik PLN. Hal itu diatur dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 13 K/13/MEM/2020. Penunjukan tersebut dalam rangka program konversi bahan bakar minyak pembangkit listrik ke LNG.
Total kapasitas 52 pembangkit itu mencapai 1.697 megawatt dengan kebutuhan gas diperkirakan sebanyak 166,98 miliar British thermal unit per hari (BBTUD). Pembangunan infrastruktur untuk kepentingan pembangkit diharapkan selesai dalam dua tahun mendatang.
”Untuk harga gas, kami usahakan 6 dollar AS per MMBTU sesuai Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas,” kata Arifin seusai menyaksikan penandatanganan pokok-pokok perjanjian (head of agreement) oleh Direktur Utama PT PLN Zulkifli Zaini dan Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati, Kamis (27/2/2020), di Jakarta.
Saat ini, konsumsi solar untuk pembangkit listrik PLN sebanyak 3,1 juta kiloliter. Perjanjian penggunaan gas akan mengurangi konsumsi solar PLN sebanyak 2,1 juta kiloliter. Masih ada 1 juta kiloliter konsumsi solar untuk pembangkit listrik PLN yang tersebar di wilayah terpencil dan terluar di Indonesia.
”Biaya operasi untuk pembangkit listrik yang menggunakan BBM per tahun mencapai Rp 15 triliun. Dengan menggunakan gas, biaya operasi PLN turun menjadi Rp 11 triliun. Ini penghematan yang luar biasa,” ujar Zulkifli.
Adapun infrastruktur gas akan dibangun Pertamina melalui anak usaha mereka, yakni PT Perusahaan Gas Negara Tbk atau PGN. Menurut Nicke, investasi yang dibutuhkan dalam program ini sebanyak 1,3 miliar dollar AS atau setara Rp 17,5 triliun. Pembangkit yang dibangun adalah jenis mesin ganda yang bisa menggunakan solar dan gas.
”Pangsa serapan gas domestik 60 persen. Di masa mendatang, serapan gas domestik akan semakin diperbesar. Apalagi, produksi gas di masa mendatang akan bertambah,” ujar Nicke.
Berdasarkan data 2019, dari total kapasitas terpasang listrik PLN sebesar 61.327 megawatt, penggunaan BBM sebesar 4 persen sebagai sumber energi primer pembangkit. Porsi terbesar berupa batubara, yakni 62,07 persen. Adapun gas berperan 19,46 persen, sedangkan sisanya energi terbarukan (12,24 persen).
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform Fabby Tumiwa menilai usaha PLN mengganti pembangkit listrik berbahan bakar solar dengan gas akan lebih efisien. Bahkan, menurut dia, biaya pembangkitan listrik dengan gas bisa lebih murah rata-rata 50 persen dibandingkan dengan solar. Namun, faktor harga gas tetap akan berpengaruh signifikan.
”Memang lebih murah gas ketimbang solar. Hanya saja, saya kira PLN perlu melihat opsi lain dengan memanfaatkan potensi lokal di wilayah setempat. Misalnya, untuk pembangkit dengan kapasitas kurang dari 5 megawatt sebaiknya cukup menggunakan biomassa, tanpa harus dengan LNG,” kata Fabby.