Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada akhir perdagangan Selasa (25/2/2020) merosot 19,91 poin atau 0,34 persen dari posisi hari sebelumnya ke level 5.787,13.
Oleh
dimas waraditya nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indeks Harga Saham Gabungan kembali melorot hingga ke level terendah tahun ini akibat derasnya aliran modal investor asing dan domestik keluar dari pasar domestik. Di samping itu, minimnya sentimen domestik juga membuat indeks menjauhi zona hijau.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada akhir perdagangan Selasa (25/2/2020) merosot 19,91 poin atau 0,34 persen dari posisi hari sebelumnya ke level 5.787,13. Sepanjang perdagangan hari Selasa, IHSG bergerak fluktuatif di level 5.752,33-5.814,68.
Tingginya fluktuasi disebabkan aksi jual investor asing sepanjang hari Selasa yang mencapai Rp 846,53 miliar. Sayangnya langkah investor asing tersebut diikuti oleh investor domestik yang juga menarik dana mereka Rp 789,95 miliar.
Bursa Efek Indonesia mencatat, sepanjang hari investor mentransaksikan sebanyak 5,47 miliar lembar saham sebanyak 411,52 kali dengan nilai total mencapai Rp 5,46 triliun. Tercatat ada 164 saham yang naik, lalu 238 saham turun, dan 139 saham sisanya stagnan.
Analis Binaartha Sekuritas, Muhammad Nafan Aji, menilai jatuhnya IHSG disebabkan oleh jatuhnya bursa Asia, terutama di Korea Selatan. Indeks harga saham di negara tersebut merosot hampir 2 persen setelah negara tersebut menaikkan peringatan wabah virus korona baru (Covid-19).
”Penyebaran Covid-19 memang masih menjadi penyebab utama anjloknya IHSG serta bursa saham global. Bursa saham Amerika Serikat juga mengalami aksi jual pada perdagangan Senin lalu,” ujarnya.
Penyebaran Covid-19 memang masih menjadi penyebab utama anjloknya IHSG serta bursa saham global.
Indeks Dow Jones anjlok lebih dari 1.000 poin atau 3,56 persen, menjadi penurunan harian terbesar sejak Februari 2018. Dua indeks lainnya juga bernasib sama, S&P 500 anjlok 3,35 persen dan Nasdaq turun 3,71 persen.
Sementara dari dalam negeri, lanjut Nafan, perkembangan data makroekonomi domestik belum ada yang memberikan dampak signifikan terhadap pasar.
”Data yang ada saat ini dikatakannya masih berdampak minim terhadap pasar. Sentimen ini juga ditambah dengan dinamika politik di Malaysia yang turut memberikan tekanan pada indeks dalam skala regional,” ujar Nafan.
Ia menambahkan, kabar omnibus law Cipta Kerja dan Perpajakan yang memberikan sejumlah insentif untuk korporasi juga masih dalam tahap pembahasan di parlemen.
Apabila insentif ini cepat berlaku, ketentuan ini akan berdampak positif bagi kinerja IHSG. ”Agar efeknya cepat dirasakan pelaku pasar, sebaiknya insentif dari sisi fiskal lebih dimanfaatkan oleh pemerintah,” kata Nafan.
Analis FAC Sekuritas, Wisnu Prambudi Wibowo, berpendapat, selain disebabkan oleh kekhawatiran terhadap wabah Covid-19, pelemahan IHSG juga akibat sentimen dikeluarkannya Indonesia dari daftar negara berkembang oleh AS di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Selain disebabkan oleh kekhawatiran terhadap wabah Covid-19, pelemahan IHSG juga akibat sentimen dikeluarkannya Indonesia dari daftar negara berkembang oleh AS.
Penghapusan ini mengakibatkan Indonesia tidak dapat menikmati sejumlah fasilitas perdagangan yang sebelumnya bisa dimanfaatkan negara berkembang. Penyematan status negara maju bisa membuat Indonesia tak lagi mendapat bea masuk murah dari AS. Indonesia juga berpotensi tak akan lagi diberi keistimewaan AS dalam Sistem Tarif Preferensial Umum (GSP) AS.
”Penghapusan tersebut menimbulkan kekhawatiran berkurangnya aktivitas ekspor Indonesia ke negara lain. Apalagi, kegiatan ekspor juga masih menanggung beban akibat wabah virus korona,” kata Wisnu.
Dia melihat peluang IHSG untuk berbalik positif dalam beberapa hari ke depan masih terbuka selama pemerintah mengeluarkan stimulus untuk kembali menggairahkan pasar. Pemangkasan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia tidak akan langsung diikuti oleh bank lainnya karena membutuhkan periode penyesuaian.