Tak Ingin Kewenangan Pemda Berkurang, Kemendagri Siapkan Draf Perbaikan
Draf perbaikan sudah disiapkan Kementerian Dalam Negeri, tetapi materinya akan terlebih dulu disosialisasikan ke pemerintah daerah. Menurut rencana, kementerian akan bertemu asosiasi pemerintah daerah, besok, di Bali.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penarikan sejumlah kewenangan pemerintah daerah ke pemerintah pusat yang diatur dalam Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja belum menjadi keputusan final. Kementerian Dalam Negeri bahkan menyebutkan telah menyiapkan draf perbaikan. Kemendagri tidak ingin materi pada regulasi itu mengurangi kewenangan pemda.
”Ini, kan, belum selesai pembahasan drafnya. Itu masih konsep kok. Belum clear. Kita tunggu saja,” ujar Sekretaris Jenderal Kemendagri Hadi Prabowo di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (18/2/2020), saat ditanya soal pasal-pasal yang menarik kewenangan pemerintah daerah ke pemerintah pusat dalam Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja.
Seperti diberitakan sebelumnya, sejumlah kewenangan pemda yang ditarik ke pusat di antaranya pemberian izin rumah potong hewan dan peran pemda dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Selain itu, dari kajian Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), ada sejumlah pasal lain dalam RUU Cipta Kerja yang harus ditinjau ulang karena akan membangun konstruksi pemda tidak sejalan dengan konstitusi, bertentangan dengan konsep otonomi daerah, dan bertentangan dengan ketentuan hukum lainnya. Pasal itu adalah Pasal 163, Pasal 164, dan Pasal 166.
Pasal 166, misalnya, menyebutkan peraturan presiden bisa membatalkan peraturan daerah (perda). Ketentuan ini bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 56/PUU-XIV. Putusan MK yang bersifat final dan mengikat ini menyatakan kewenangan pembatalan perda ada di Mahkamah Agung.
Kemendagri telah mengagendakan pertemuan dengan asosiasi-asosiasi pemda untuk membahas materi di RUU Cipta Kerja, khususnya yang terkait pemda. Pertemuan menurut rencana digelar di Bali, Rabu, 19 Februari 2020.
Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kemendagri Muhammad Hudori mengatakan, dalam pertemuan, aspirasi dan masukan daerah akan diserap dan tidak menutup kemungkinan pasal-pasal yang terkait pemda tersebut dikaji ulang.
Dia bahkan menyatakan, pihaknya telah menyiapkan draf perbaikan. Namun, dia enggan membeberkan perbaikan dimaksud. Dia juga enggan menjelaskan alasan di balik perbaikan. Hudori hanya menyebutkan materi di RUU Cipta Kerja jangan sampai mengurangi kewenangan pemda. Jangan pula aturan menabrak peraturan yang lebih tinggi karena berpotensi dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.
”Draf perbaikan sebenarnya sudah ada. Kami akan koordinasi dulu dengan asosiasi karena ini, kan, menyangkut urusan, kewenangan, pemda,” kata Hudori.
Untuk diketahui, draf RUU Cipta Kerja yang telah diserahkan ke DPR, pekan lalu, sebenarnya hasil kerja lintas kementerian.
Secara terpisah, Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) Abdullah Azwar Anas menyampaikan, hingga saat ini, belum ada penjelasan detail dari pusat terkait dengan RUU Cipta Kerja. Termasuk di dalamnya mengenai penarikan sejumlah kewenangan pemda dan bisa dibatalkannya perda oleh peraturan presiden.
”Memang (pencabutan perda melalui peraturan presiden) ini salah satu yang perlu penjelasan dan pembahasan bersama pemerintah,” ujar Azwar yang juga menjabat Bupati Banyuwangi.
Namun, dia berpendapat, keinginan pusat menarik sejumlah kewenangan pemda agar standar pelayanan publik di seluruh daerah sama. Dengan demikian, ada percepatan pelayanan, perizinan, serta pelaksanaan program strategis nasional di daerah.
”Pemerintah ini dari pusat sampai daerah harus satu komando. Ketika Presiden menetapkan standar pelayanan publik, maka daerah harus mengejar standar itu,” ujar Azwar.
Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru juga berharap pusat menjelaskan materi di RUU Cipta Kerja, khususnya yang mengatur penarikan kewenangan pemda ke pusat.
Ridwan Kamil mengatakan, pihaknya bersama pemerintah kabupaten/kota se-Jabar akan bertemu dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian di Bandung pada 27 Februari 2020. Selain mendengarkan penjelasan tentang RUU Cipta Kerja, pihaknya akan menyampaikan aspirasi terkait RUU tersebut.
Persidangan selanjutnya
Pembahasan RUU Cipta Kerja di DPR kemungkinan baru akan dimulai akhir Maret 2020 atau setelah masa reses DPR. Ini seperti disampaikan Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas.
Menurut dia, pembahasan baru dimulai akhir Maret 2020 karena pekan depan, atau persisnya 27 Februari 2020, DPR akan reses. DPR reses hingga 22 Maret 2020. Dengan demikian, masa persidangan selanjutnya baru akan dimulai kembali 23 Maret 2020.
”Rasa-rasanya untuk pembahasan itu tidak mungkin di masa persidangan ini, kecuali ada penugasan dari pimpinan berdasarkan Bamus (Badan Musyawarah) bahwa ada keinginan untuk membahas ini di dalam masa reses,” ujar Supratman.
Namun, itu pun sepertinya sulit karena hingga hari ini belum ada kepastian alat kelengkapan Dewan yang akan membahas RUU tersebut.
Terkait dengan sejumlah pasal di RUU yang dinilai bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, aturan itu akan ditinjau ulang saat pembahasan di DPR.
”Ketika itu masuk dalam daftar inventarisasi masalah, berarti itu, kan, ada masalah. Nanti kami bahas menjadi sebuah masalah yang kemudian nanti kami akan cari solusinya bersama-sama,” kata Dasco tegas.