M Paschalia Judith J/I Gusti Agung Bagus Angga Putra
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Harga eceran tertinggi atau HET beras medium akan diturunkan. Untuk mendukung kebijakan ini, pemerintah perlu memastikan ketersediaan stok beras nasional.
Sejauh ini, menurut Ketua Koperasi Pedagang Pasar Induk Cipinang Zulkifly Rasyid, pedagang tidak keberatan dengan kebijakan penurunan HET beras medium. Sebab rata-rata harga beras medium di tingkat grosir berkisar Rp 8.000–8.200 per kilogram (kg).
Menurut Zulkifly, HET terbaru dapat diterapkan jika ada jaminan ketersediaan stok beras. "Yang perlu dikhawatirkan itu saat pasca Lebaran karena stok berkurang dan kami harus membeli dengan harga tinggi tetapi dituntut menjualnya dengan HET yang baru. Tidak apa-apa jika stoknya ada yang berasal dari importasi," tuturnya saat ditemui di Jakarta, Jumat (1/6/2018).
Pedagang beras di Pasar Tomang Barat, Asun (60), tak berkeberatan dengan rencana penurunan HET beras medium. Namun, hal itu bergantung pada situasi di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC). Sehari-hari, dia menyuplai beras dari PIBC.
Jika pasokan beras dari PIBC lancar dan harganya turun, maka Asun mengaku bisa menjual beras sesuai dengan HET yang ditentukan pemerintah. "Setuju kalau harga beras diturunkan. Tapi tergantung barangnya ada atau tidak. Kami pedagang di pasar ikut saja dengan situasi di PIBC," katanya.
Ketentuan harga eceran tertinggi (HET) beras bisa dicapai jika pasokan cukup dan lancar
Sebagai perubahan dari Peraturan Menteri Perdagangan (permendag) No. 57/2017, harga eceran tertinggi beras medium akan turun menjadi Rp 8.950 di sentra produksi serta Rp 9.450 dan Rp 9.750 per kg di luar sentra. Enggartiasto menargetkan, permendag yang mengatur penurunan itu akan diterbitkan sebelum Lebaran 2018.
Penurunan itu diharapkan Enggartiasto dapat lebih menjangkau daya beli masyarakat dan memutus rantai pasok beras. “Saya lihat pedagang-pedagang di 34 provinsi rata-rata menjual di bawah HET saat ini. Stok juga tersedia,” ujarnya saat ditemui di Jakarta, Kamis.
Terkait harga pembelian pemerintah (HPP) untuk gabah kering panen (GKP) dan gabah kering giling (GKG), Enggartiasto menyatakan, belum ada perubahan. Berdasarkan Instruksi Presiden No 5/2015, GKP di tingkat petani seharga Rp 3.700 per kg.
Oleh sebab itu, Enggartiasto mengharapkan efisensi di rantai pasok, terutama setelah dari petani. “Harga di petani tetap. Efisensi harus ada di penebas, pengumpul, dan seterusnya,” ucapnya.
Dalam halaman web resmi Perum Badan Urusan Logistik (Persero) atau Bulog, pengadaan beras per 31 Mei 2018 sebesar 1.418.569 ton. Stok beras yang terdata oleh PT Food Station Tjipinang Jaya di Pasar Induk Beras Cipinang di tanggal yang sama sebanyak 41.365 ton.
Rata-rata harga beras medium II yang terpantau di Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional sekitar Rp 11.650 per kg. Angka itu tidak jauh berbeda dengan harga beras kualitas bawah I yang berkisar Rp 10.550 – Rp 10.650 per kg.
Beras medium yang terpantau di Info Pangan Jakarta rata-rata seharga Rp 9.604 per kg. Harga ini cenderung naik jika dibandingkan pada delapan hari lalu, yakni Rp Rp 9.554 per kg.
Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati berpendapat, stabilisasi harga bersifat semu jika stok beras tidak dijaga. “Negara dapat merugi dua kali. Dari sisi petani, harga belinya akan tertekan padahal belum tentu memenuhi biaya produksinya. Dari sisi konsumen, harga beras akan tetap bergerak di atas acuan HET untuk ‘menanggulangi’ tekanan harga di petani,” tuturnya saat dihubungi.
Menurut Enny, beras akan otomatis berada di bawah HET jika Perum Bulog memiliki cadangan yang cukup dari dalam negeri. Mekanismenya, Perum Bulog mengambil beras dari daerah yang surplus dan mendistribusikannya dengan operasi pasar di daerah yang defisit. Akan tetapi, mekanisme ini membutuhkan data beras yang akurat.