Kominfo Diminta Tertibkan Perusahaan Taksi Aplikasi
Oleh
Maria Clara Wresti
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Seiring pemberlakuan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 108 Tahun 2017 tentang angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek, Kementerian Komunikasi dan Informasi harus segera menertibkan perusahaan aplikasi yang bertentangan dengan peraturan menteri tersebut.
”Saat ini masih banyak perusahaan aplikasi yang belum menerapkan aturan tarif batas bawah. Yang terjadi perusahaan tetap menetapkan tarif yang sangat murah dengan berkedok promosi. Selain itu, masih ada juga perusahaan aplikasi yang terus saja merekrut driver, padahal seharusnya hal ini tidak lagi dilakukan,” kata Ketua Asosiasi Driver Online Christiansen di Jakarta, Kamis (2/11).
Menurut Christiansen,begitu Permen No 108/2017 diberlakukan, Kominfo sebagai instansi yang memayungi perusahaan aplikasi jasa transportasi tersebut harusnya sudah siap dengan aturan yang mencakup pengawasan berikut sanksi-sanksinya.
”Selain itu, juga belum ada perlindungan terhadap pengemudi, baik saat bekerja maupun terhadap sanksi yang diberikan perusahaan aplikasi yang sepihak,” katanya.
Sementara itu, pengamat transportasi dari Universitas Gadjah Mada, Lilik Wachid Budi Susilo, mengatakan, perlu edukasi bagi pengemudi, bagaimana menjalankan bisnis ini. ”Hampir seluruh pengemudi online tidak memahami risiko yang dibebankan kepada pengemudi. Banyak risiko yang pada perusahaan taksi resmi menjadi tanggung jawab perusahaan, di aplikasi harus ditanggung oleh pengemudi,” kata Lilik.
Biaya itu misalnya biaya investasi beli kendaraan, KIR, servis, onderdil, biaya penyusutan, cicilan mobil, kebersihan, dan kebutuhan anggaran untuk membeli kendaraan lagi pada saat misalnya kendaraan yang sudah berusia 5 tahun.
Selain itu, lanjutnya, apabila hanya dengan punya satu kendaraan, usaha ini tidak akan bisa masuk skala bisnis sehingga pasti ada banyak hal yang akan dikorbankan atau diabaikan.
”Yang utama keselamatan. Pengemudi akan berusaha memaksimalkan utilitas yang dia punyai, yaitu dirinya dan kendaraannya. Akhirnya, jam kerja akan berlebihan dan itu berbahaya intuk keselamatannya dan penumpang,” paparnya.
Pembentukan badan usaha misalnya dengan membentuk koperasi adalah usaha pemerintah untuk memastikan usaha ini bisa mempunyai posisi tawar yang kuat dan usahanya masuk dalam skala keekonomian sehingga ada jaminan keberlanjutan.
”Hal ini sangat sulit terjadi kalau usahanya terfragmentasi kecil-kecil, yakni hanya punya satu satu dua kendaraan,” katanya.
Pengamat transportasi Djoko Setijowarno menegaskan, sebaiknya Kominfo segera menerapkan aturan untuk perusahaan aplikasi supaya benturan di lapangan dapat dicegah.
”Saya mendapat laporan pengemudi akan sulit mendapatkan poin terakhir untuk mendapatkan bonus. Jadi dia akan menunggu terus untuk mendapatkan poin terakhir, menggenapkan poin-poin yang sudah terkumpul sebelumnya,” kata Djoko.
Dia juga mengatakan bahwa publik jangan mudah tergiur tawaran untuk menjadi atau ikut bergabung dengan usaha taksi aplikasi ketimbang nanti rugi hingga yang didapat bukan untung yang diperoleh.
”Konsumen senang dapat angkutan murah. Namun, bagaimana pengemudi yang tidak memiliki uang cukup untuk menutup angsuran mobil tiap bulan karena sering dapat tarif promo yang sebenarnya merugikan pengemudi. Apalagi tidak ada audit teknologi aplikasi yang digunakan serta tidak ada institusi yang mengawasi aplikasi tersebut,” ungkapnya.