Transformasi Pendidikan Tinggi Vokasi untuk Penuhi Kebutuhan Dunia Kerja
Pendidikan tinggi vokasi masih dianggap kalah bersaing dengan pendidikan tinggi akademik. Penguatan kualitas pendidikan tinggi vokasi dilakukan untuk menghasilkan lulusan berkualitas yang dibutuhkan dunia kerja.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Lulusan pendidikan tinggi vokasi masih sering kalah bersaing dengan lulusan perguruan tinggi akademik. Selain itu, terdapat pula ketidaksinkronan atau mismatch antara pendidikan dan kebutuhan dunia kerja. Untuk itu, kualitas pendidikan vokasi perlu ditingkatkan.
Transformasi pendidikan tinggi vokasi pun dilakukan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Vokasi (Ditjen Diksi).
Dukungan pendanaan lewat program competitive fund vokasi pada tahun ini berfokus pada peningkatan program diploma tiga (D-3) menjadi program sarjana terapan (S.Tr) dan pembukaan program diploma dua (D-2) jalur cepat. Selain itu, perguruan tinggi vokasi juga diwajibkan berkolaborasi dengan dunia kerja atau dunia industri dalam merancang dan menjalankan kurikulum guna memastikan link and match.
Direktur Kelembagaan dan Sumber Daya Ditjen Diksi Henri Tambunan, Selasa (25/5/2022), mengutarakan, Kemendikbudristek berusaha merespons perkembangan dunia kerja dan industri yang kian dinamis. Hal itu dilakukan melalui penataan pendidikan tinggi vokasi, termasuk dengan kebijakan waktu kuliah lebih cepat dengan tetap mengutamakan mutu serta link and match atau keselarasan dengan dunia usaha dan dunia industri (DUDI).
Calon mahasiswa dapat menyetarakan sertifikasi kompetensi atau keahlian yang dimiliki sejak duduk di bangku SMK sebagai kredit perkuliahan melalui mekanisme rekognisi pembelajaran lampau.
Magang industri yang dilakukan mahasiswa selama satu semester diakui sebagai kredit perkuliahan sehingga total waktu tempuh untuk menyelesaikan program D-2 yang umumnya ditempuh empat semester atau dua tahun dapat diselesaikan hanya tiga semester atau 1,5 tahun. Adapun total beban kredit minimum dalam skema ini 72 SKS.
”Program D-2 reguler membutuhkan empat semester untuk lulus. Tetapi, terobosan ini membuat waktu tempuh D-2 lebih singkat menjadi hanya tiga semester,” ujar Henri.
Kurikulum dan pembelajaran D-2 juga disesuaikan dengan kebutuhan dunia usaha dan industri. Perguruan tinggi dan mitranya harus duduk bersama untuk merumuskan dan menyusun substansi yang perlu agar kompetensi lulusan sesuai dengan kebutuhan.
Program D-2 reguler membutuhkan empat semester untuk lulus. Tetapi, terobosan ini membuat waktu tempuh D-2 lebih singkat menjadi hanya tiga semester.
Selain itu, tantangan keselarasan pendidikan dan kebutuhan dunia kerja juga dijawab Kemendikbudristek dengan mendorong perguruan tinggi vokasi untuk menempatkan program D-3 menjadi program sarjana terapan.
Henri berharap dukungan pendanaan untuk transformasi pendidikan tinggi vokasi dapat menambah keaktifan sekolah-sekolah vokasi menggelar kerja sama dengan industri dan menghasilkan lulusan-lulusan yang berkeahlian. ”Semoga juga ada perubahan persepsi masyarakat yang dapat melihat pendidikan vokasi setara dengan pendidikan tinggi akademik,” katanya.
Dari evaluasi Ditjen Diksi, program competitive fund vokasi mendorong penambahan sarana prasarana praktikum di perguruan tinggi pendidikan vokasi yang menerima pendanaan 2021, seperti penambahan peralatan laboratorium, komputer, dan perangkat lunak. Selain itu, terdapat 230 program studi yang siap menjalankan Merdeka Belajar Kampus Merdeka dan link and match dengan DUDI.
”Ratusan dosen juga mendapatkan sertifikasi kompetensi yang bisa digunakan untuk pelatihan untuk peningkatan kompetensi,” kata Henri.
Perlu akselerasi
Di webinar Silaturahmi Merdeka Belajar: Ciptakan Tenaga Kerja Terampil Melalui Competitive Fund Vokasi, pertengahan Mei lalu, Direktur Politeknik Negeri Madiun Muhammad Fajar Subkhan menuturkan, Politeknik Madiun menjadi salah satu penerima program competitive fund untuk program D-2 jalur cepat. Kampus ini bermitra dengan SMK PGRI 1 Mejayan. Selain itu, bermintra dengan PT INKA.
Fajar mengatakan tidak banyak perguruan tinggi vokasi yang menghasilkan lulusan diploma 2. Jumlahnya kurang dari satu persen, sehingga perlu akselerasi untuk menyiapkan sumber daya yang lulus dari diploma 2.
Di Politeknik Madiun ada prodi D-3 pembentukan logam. Lulusannya dibutuhkan untuk memenuhi core business, proses produksinya di INKA. ”Kami melibatkan pengajar-pengajar dari PT INKA," kata Fajar.
Harapannya, ketika lulus nanti, mahasiswa tidak hanya bisa melakukan pembentukan logam untuk kereta api, tetapi juga untuk manufaktur lain, seperti mobil. Dengan demikian, apabila bekerja di tempat lain, tetapi butuh keahlian pembentukan logam, bisa mencari di tempat lain,” ujarnya.
Direktur Pengembang PT INKA Agung Sedaju menilai D-2 jalur cepat dapat membantu lulusan cepat lulus dan industri tak perlu menunggu tiga tahun untuk mendapatkan tenaga kerja yang terampil. ”Program ini dapat menyelesaikan kebutuhan kecepatan tenaga kerja, kualitas yang lebih baik, serta biaya efisien bagi industri,” katanya.
Sementara itu, Kepala SMK PGRI 1 Mejayan Sampun Hadam menilai program D-2 jalur cepat baik untuk menjawab persoalan masa depan anak-anak bangsa. ”Program ini akan meningkatkan kompetensi lulusan SMK karena anak-anak punya bayangan bahwa SMK bukan akhir dari proses pembelajaran, tetapi mereka bisa melanjutkan D-2 dan D-4," katanya.
”Skema competitive fund berusaha mengisi kekosongan karena lulusan di jenjang D-3 dan D-2 ini sangat banyak dibutuhkan. Semoga program ini dapat terus dilakukan sehingga kita terus bisa berinovasi dalam pengembangan pendidikan vokasi yang lebih baik,” kata Sampun.