Keterbukaan Informasi Publik, Pekerjaan Rumah Komisi Informasi Pusat
Sebanyak tujuh anggota Komisi Informasi Pusat periode 2022-2026 dilantik. Mereka diharapkan dapat mendorong keterbukaan informasi publik di era digital.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate melantik tujuh anggota Komisi Informasi Pusat periode 2022-2026. Mendorong keterbukaan informasi dan mengelola informasi publik menjadi pekerjaan rumah yang mesti dikerjakan.
Pelantikan ini sesuai dengan Keputusan Presiden RI Nomor 47/P Tahun 2022 tentang Pemberhentian Komisioner KI Pusat periode 2017-2021 dan Pengangkatan Komisioner KI Pusat periode 2022-2026 tertanggal 9 Mei 2022. Pelantikan berlangsung di Jakarta pada Jumat (20/5/2022). Menteri Johnny ditugaskan Presiden Joko Widodo untuk melantik anggota Komisi Informasi Pusat.
Tujuh anggota Komisi Informasi Pusat yang dilantik adalah Arya Sandhiyudha, Donny Yoesgiantoro, Gede Narayana, Handoko Agung Saputro, Rospita Vici Paulyn, Samrotunnajah Ismail, dan Syawaludin. Gede Narayana sebelumnya merupakan Ketua Komisi Informasi Pusat periode 2017-2021.
Johnny mengatakan, Komisi Informasi pusat akan melakukan sejumlah program kerja sesuai dengan amanat UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Keterbukaan pun esensial bagi penyelenggaraan negara demokrasi.
”Oleh karenanya, seluruh pengelolaan badan publik harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat, baik (oleh) lembaga legislatif, eksekutif, yudikatif, maupun organisasi-organisasi yang anggarannya bersumber dari APBN,” kata Johnny.
Ia menambahkan, data dan informasi menjadi salah satu kunci peningkatan kualitas demokrasi. Penyediaan informasi publik yang cepat dan akurat pun dibutuhkan, terutama di era digital. Ia berharap agar penggunaan teknologi dapat dioptimalkan untuk mendorong keterbukaan informasi.
”Hak memperoleh informasi adalah hak asasi warga. Keterbukaan informasi merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan badan publik,” ujar Johnny.
Keterbukaan informasi menuntut komitmen para pemangku kepentingan, terlebih pemimpin daerah maupun lembaga.
Pada 2021, skor Indeks Keterbukaan Informasi Publik (IKIP) Indonesia sebesar 71,37 atau termasuk kategori sedang. Adapun skor indikator jaminan hukum atas akses informasi 79,15, sedangkan skor anggaran pengelolaan informasi 61,7 atau terendah. ”Masih banyak kinerja yang perlu ditingkatkan, baik pengelolaan, substansi, maupun metode penyampaian informasi publik,” kata Johnny.
Tidak sekadar akses informasi
Saat dihubungi terpisah, anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng, mengatakan, arti keterbukaan informasi tidak sekadar memudahkan publik mengakses informasi dan data. Keterbukaan informasi juga memastikan masyarakat untuk terlibat dalam proses pembuatan kebijakan. Akses masyarakat untuk mengetahui substansi kebijakan juga penting.
”Ini sangat fundamental dalam keterbukaan informasi yang menyangkut kebijakan dan pelayanan publik,” kata Robert. ”Jika (makna keterbukaan informasi) disederhanakan, maka sifatnya hanya prosedural dan instrumental. Padahal, ini hak publik untuk terlibat di berbagai proses (pembuatan) kebijakan,” tambahnya.
Di sisi lain, keterbukaan informasi menuntut komitmen para pemangku kepentingan, terlebih pemimpin daerah dan lembaga. Ini karena menerapkan keterbukaan sama dengan mengubah budaya kerja, mental kerja, hingga birokrasi. Sementara itu, sebagian pihak masih menggunakan cara kerja lama yang tidak sejalan dengan prinsip keterbukaan.
Anggota Komisi Informasi Pusat periode sebelumnya, Cecep Suryadi, mengatakan, masih ada masalah mental atau kultural dalam pengelolaan badan publik. Kendati UU Keterbukaan Informasi publik sudah berlaku sejak 2010, masih ada badan publik yang belum menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) (Kompas.id, 25/10/2021).
Pada 2020, ada lebih dari 30 persen badan publik yang belum menunjuk PPID. Ini menunjukkan bahwa mental atau budaya keterbukaan masih belum dipahami secara komprehensif oleh pimpinan badan publik, bahkan ada yang menilai bahwa keterbukaan akan merecoki pekerjaan.