Sediakan Ruang Ekspresi bagi Penyandang Disabilitas
Penyandang disabilitas perlu diberi ruang untuk berkreasi dan berdaya. Mereka punya potensi yang dapat dioptimalkan.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
KOMPAS/RIZA FATHONI
Sejumlah pasien menerima donasi alat bantu jalan berupa kaki palsu dan sepatu diabetes untuk pasien diabetik di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Rabu (14/11/2018).
JAKARTA, KOMPAS – Setiap penyandang disabilitas memiliki potensi besar dalam dirinya. Itu sebabnya ruang berekspresi dan berdaya untuk mereka mesti disediakan. Hal ini juga mendukung pemenuhan hak atas kesempatan yang setara bagi setiap orang.
Menurut doktor sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Bahrul Fuad, menyediakan ruang ekspresi untuk difabel sama dengan menyediakan kesempatan yang setara untuk setiap individu. Ruang ekspresi seni bagi difabel pun ia nilai penting.
”Dulu di zaman Orde Baru, difabel diasumsikan tidak punya keterampilan atau jiwa seni. Itu sebabnya program-program departemen sosial berupa, antara lain, menjahit dan memijat untuk tunanetra,” kata Bahrul yang juga komisioner Komnas Perempuan saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (13/4/2022).
KOMPAS/PRIYOMBODO
Di sela-sela acara pawai, penyandang disabilitas berfoto di antara penyandang disabilitas lainnya di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (18/5).
Ruang ekspresi yang disesuaikan dengan minat dan bakat bakal menambah keterampilan penyandang disabilitas. Keterampilan tersebut menjadi modal penting untuk berdaya secara ekonomi.
Menurut Bahrul, kesempatan penyandang disabilitas untuk masuk dunia kerja formal masih kecil. Kendati kesempatan kerja untuk difabel sudah dibuka, peluang masuk kerja formal masih sulit. Ini karena tingkat pendidikan difabel masih relatif rendah.
Berdasarkan data Kementerian Sosial pada 2012, difabel yang tidak tamat sekolah sebanyak 857.343 orang. Difabel dengan latar pendidikan SD 386.752 orang, SMP 91.196 orang, dan SMA 64.773 orang. Difabel yang menyandang gelar S-1 atau D-4 sebanyak 4.944 orang.
KOMPAS/REGINA RUKMORINI
Sejumlah penyandang disabilitas intelektual mengikuti program pelatihan barista di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Intelektual Kartini, Temanggung, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu. Pelatihan bertujuan untuk memberi bekal keterampilan sehingga para penyandang disabilitas intelektual itu siap berkarya di tengah masyarakat.
Adapun pemerintah menyatakan siap mendukung atlet disabilitas pada Pekan Special Olympic Nasional (Pesonas). Ajang olahraga yang diikuti atlet tunagrahita ini akan berlangsung pada 3-8 Juli 2022. Selain olahraga, para atlet juga diberi kesempatan untuk berekspresi seni dan budaya.
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Hilmar Farid mengatakan, para atlet akan disediakan ruang untuk mengekspresikan diri secara artistik. Pemerintah dan panitia juga akan menyediakan fasilitas agar mobilitas mereka optimal.
”Akan ada diskusi lebih lanjut dengan panitia Pesonas untuk melihat apa saja yang bisa dan perlu dilakukan bersama. Namun, intinya, semua dikembalikan ke kebutuhan para atlet tunagrahita. Sebab, merekalah yang menjadi inti Pesonas,” ucap Hilmar melalui keterangan tertulis.
KEMENDIKBUDRISTEK
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Hilmar Farid (kiri) berbincang dengan Ketua Umum PP Special Olympic Indonesia (SOIna) Warsito Ellwein di Jakarta, Selasa (14/4/2022).
Ketua Umum Pengurus Pusat Special Olympic Indonesia (PP SOIna) Warsito Ellwein berpendapat, menyediakan ruang ekspresi bagi penyandang tunagrahita sangat penting. Ini karena tunagrahita menyimpan potensi yang berbeda dari orang kebanyakan.
Mengutip laman Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Pesonas akan diikuti oleh 2.000 atlet dari 34 provinsi. Mereka akan tampil di 12 cabang olahraga, antara lain tenis meja, sepak bola, renang, futsal, senam ritmik, dan tari daerah.
VINA OKTAVIA
Penyandang disabilitas rungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat saat menyiapkan menu makanan di Dapur Dif_able, kedai makanan di Kota Bandar Lampung, Lampung, yang dikelola oleh penyandang disabilitas, Jumat (5/3/2021).
Sebelumnya, ruang berekspresi untuk penyandang disabilitas pernah disediakan Kemendikbudristek melalui Festival Seni Tanpa Batas. Festival itu diadakan pada 2019, tetapi penyelenggaraan pada tahun berikutnya terhenti karena pandemi Covid-19. Festival serupa diharapkan bisa diselenggarakan tahun ini.
Menurut Hilmar, interaksi dengan penyandang disabilitas diperlukan. Hal ini membangun pemahaman sehingga Indonesia bisa dibangun dengan inklusif. ”Pada dasarnya, problem yang kita hadapi bukan pada mereka. Namun, masyarakat yang perlu lebih memahami adanya perbedaan,” tuturnya.