Menakar Jalan Bahasa Indonesia Menjadi Bahasa Internasional
Bahasa Indonesia memang berakar dari bahasa Melayu. Namun, perkembangannya sudah jauh melebihi bahasa asalnya. Karena itu, bahasa Indonesia berpotensi menjadi bahasa pengantar di ASEAN dan internasional.
Bahasa Indonesia berkembang jauh melebihi bahasa induknya, yakni bahasa Melayu. Bahkan, bahasa Indonesia telah menjadi bahasa terbesar di Asia Tenggara dan persebarannya telah mencakup 47 negara di seluruh dunia. Peluang bahasa Indonesia untuk go international terbuka sebagai salah satu jalan menjadi bahasa internasional yang jauh lebih unggul dari bahasa Melayu.
Penyebaran bahasa Indonesia yang go international di belahan dunia lain menjadi amanat dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara. Tertulis bahwa negara mengusahakan untuk meningkatkan bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional.
Lewat program Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA), pembelajaran bahasa Indonesia diselenggarakan oleh 428 lembaga, baik yang difasilitasi Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) maupun yang diselenggarakan secara mandiri oleh pegiat BIPA, pemerintah, dan lembaga di seluruh dunia. Perkembangan bahasa Indonesia di dunia yang semakin pesat membuat bahasa resmi negara Indonesia ini dinilai lebih potensial dari bahasa Melayu untuk menjadi bahasa internasional, termasuk sebagai bahasa resmi negara ASEAN.
Tak heran jika Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim segera menanggapi pernyataan Perdana Menteri Malaysia Dato’ Sri Ismail Sabri Yaakob pada lawatannya ke Indonesia pada awal April. Ada pernyataan PM Malaysia tersebut yang terkait hendak memperkuat bahasa Melayu sebagai bahasa perantara antara kedua kepala negara, serta sebagai bahasa resmi ASEAN.
Bahasa Melayu yang di Malaysia dan bahasa Indonesia ini memang bahasa yang serumpun tapi tidak serupa. (Kamaruddin M Said)
”Saya sebagai Mendikbudristek tentu menolak usulan tersebut. Namun, karena ada keinginan negara sahabat kita mengajukan bahasa Melayu sebagai bahasa resmi ASEAN, tentu keinginan tersebut perlu dikaji dan dibahas lebih lanjut di tataran regional. Saya imbau seluruh masyarakat bahu-membahu dengan pemerintah untuk terus berdayakan dan bela bahasa Indonesia,” kata Nadiem dalam keterangan tertulisnya, Senin (4/4/2022).
Kemendikbudristek menjadi lembaga pemerintah yang menjalankan amanat undang-undang untuk mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra Indonesia, serta meningkatkan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional. Hal tersebut dijalankan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
Bahasa Indonesia, menurut Nadiem, lebih layak untuk dikedepankan dengan mempertimbangkan keunggulan historis, hukum, dan linguistik. ”Dengan semua keunggulan yang dimiliki bahasa Indonesia dari aspek historis, hukum, dan linguistik, serta bagaimana bahasa Indonesia telah menjadi bahasa yang diakui secara internasional, sudah selayaknya bahasa Indonesia duduk di posisi terdepan. Jika memungkinkan menjadi bahasa pengantar untuk pertemuan-pertemuan resmi ASEAN,” kata Nadiem.
Serumpun tapi tak sama
Dalam diskusi daring bertajuk ”Bahasa Melayu-Indonesia sebagai Bahasa Antarbangsa” yang digelar Majlis Profesor Negara Malaysia, profesor Kamaruddin M Said sebagai pakar sosiologi dan antropologi dari MPN Malaysia mengatakan, pengusulan untuk menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa resmi ASEAN membuka jalan dalam mendiskusikan tentang bahasa Melayu di Asia Tenggara. Bahasa Melayu ini menjadi bahasa kebangsaan di Malaysia, menjadi akar bahasa Indonesia, lalu juga di Brunei Darussalam, Laos, Thailand, hingga Singapura.
”Namun, bahasa Melayu yang di Malaysia dan bahasa Indonesia ini memang bahasa yang serumpun tapi tidak serupa,” ujar Kamaruddin.
Menurut Kamaruddin, berbicara bahasa Melayu dari sudut pandang Malaysia berarti bahasa kebangsaan seperti yang dituangkan dalam konstitusi negara. Sebaliknya, dalam perspektif Indonesia, bahasa Melayu adalah salah satu bagian saja dari ratusan bahasa daerah di Indonesia.
Kamaruddin mengatakan, bisa dipahami jika usulan dari PM Malaysia untuk menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa resmi ASEAN ini menjadi sensitif bagi Indonesia. ”Karena itu, kajian secara ilmiah harus lebih dikedepankan dari kajian emosional atau politik,” kata Kamaruddin.
Kamaruddin memaparkan, sejak Malaysia merdeka, sebenarnya di konstitusi awalnya disebutkan bahasa kebangsaan adalah bahasa Malaysia. Tapi, di tahun 1986, bahasa Malaysia diganti menjadi bahasa Melayu sebagai bahasa kebangsaan. Bahasa Melayu dipilih karena sebagai bahasa mayoritas etnis di Malaysia. Namun, sejak 2007 ada dorongan untuk mengubah bahasa kebangsaan bahasa Melayu menjadi bahasa Malaysia kembali di konstitusi. Sementara di Indonesia, sejak merdeka tahun 1945, bahasa Indonesia adalah bahasa negara yang disebutkan di konstitusi UUD 1945.
Baca juga : Arah Baru Internasionalisasi Bahasa Indonesia
Kamaruddin menduga, ketika PM Malaysia menawarkan bahasa Melayu menjadi bahasa kedua ASEAN, bisa jadi yang dimaksud adalah bahasa Melayu Nusantara, termasuk bahasa Indonesia, yang berarti dituturkan sekitar 300 juta orang.
Oleh karena itu, perlu strategi yang cerdas untuk bisa mengantarkan keinginan menjadikan bahasa Melayu ini sebagai bahasa resmi ASEAN atau bahasa internasional. Dalam penamaan bahasa saja sudah harus dikaji secara ilmiah yang memang bisa diterima berbagai kalangan, terutama negara-negara ASEAN yang menggunkan bahasa Melayu.
Kamaruddin menilai, justru bahasa Indonesia lebih strategis untuk menjadi ”kapal induk” karena keunggulannya. Namun, bahasa Melayu/bahasa Malaysia ataupun bahasa Melayu Brunei Darussalam dan bahasa Melayu di negara ASEAN lainnya tetap sebagai ”kapal pengiring” yang melengkapi bahasa Indonesia sehingga semakin unggul.
Bukan hanya dari jumlah penutur bahasa Indonesia yang lebih banyak dari bahasa Melayu. Dukungan algoritma penerjemahan Google, misalnya, untuk penerjemahan bahasa Indonesia lebih berkembang dibandingkan dengan bahasa Melayu karena bahasanya lebih mantap/stabil.
”Keinginan untuk membuat bahasa Melayu atau apa pun nama bahasa nanti yang disepakati agar bisa menjadi bahasa kedua di kawasan ASEAN atau bahasa internasional, asal ada kesepakatan bersama dan harmoni, ya, tujuan yang diinginkan bisa dicapai dengan selamat,” kata Kamaruddin.
Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbudristek E Aminudin Aziz menyatakan, rujukan bahasa Melayu yang hendak diarusutamakan juga dipertanyakan. Sebab, bahasa Melayu orang Malaysia dan orang Indonesia tidak sama.
”Tidak ada sedikit pun keraguan bahwa bahasa Indonesia berakar dari bahasa Melayu. Itu fakta, tidak bisa dibantah. Namun, sejak Sumpah Pemuda tahun 1928, lalu tahun 1945, mewarnai bahasa Melayu di Indonesia menjadi bahasa Indonesia yang menjadi bahasa negara,” kata Aminudin.
Memantapkan bahasa Indonesia
Menurut catatan riset etnolog yang dilaporkan pada bulan Desember 2021, penutur bahasa Indonesia ada 199 juta. Sementara itu, penutur bahasa Melayu 19 juta orang. Bahasa Melayu-Indonesia mempunyai bahasa yang serumpun tapi tidak serupa. Hal ini dapat dilihat dari penggunaan penulisan bahasa Melayu dan bahasa Indonesia yang berbeda.
”Perbedaan ini sangat jauh dan situasi (kompleksitas perkembangan bahasa Indonesia) ini yang belum tentu terjadi pada bahasa di negara lain seperti bahasa Malaysia,” kata Aminudin.
Bahasa Indonesia banyak menyerap istilah kosakata dari bahasa asing seperti Inggris dan Belanda. Selain itu, pengayaan kosakata bahasa Indonesia berasal dari ratusan bahasa daerah yang ada di Indonesia, baik Jawa, Sunda, Madura, Banjar, Papua, maupun daerah lainnya.
”Bahasa Indonesia berkembang jauh melebihi asal muasalnya (bahasa Melayu) karena bahasa Indonesia setelah penetapan status diangkat menjadi bahasa negara terus dikembangkan korpusnya, kamusnya, ejaan, tata bahasanya, hingga seperti sekarang,” tutur Aminudin.
Sementara itu, bahasa Melayu bagi orang Indonesia adalah salah satu dari 718 bahasa daerah. Ketika di Indonesia ada yang menyebut bahasa Melayu, perspektifnya adalah bahasa daerah. Merujuk data Badan Bahasa, di Indonesia ada 87 dialek bahasa Melayu. ”Jika ada pernyataan mari kita perkasakan (jayakan) bahasa Melayu, jelas kami menolak,” kata Aminudin tegas.
Baca juga : Dorong Penggunaan Bahasa Ibu di Kelas Awal
Memantapkan bahasa Indonesia juga dilakukan dengan mengembangkan Uji Kemahiran Bahasa Indonesia (UKBI) Adaptif Merdeka. Uji ini untuk mengetahui kemampuan berbahasa Indonesia seseorang sesuai dengan karakter dan kompetisi dirinya. Aminudin mengatakan, UKBI merupakan terobosan baru yang dilakukan oleh Badan Bahasa. UKBI ini berfungsi untuk menguji keterampilan, kemahiran berbahasa Indonesia. ”UKBI ini betul-betul memiliki validitas yang tinggi, menguji keterampilan, kemahiran berbahasa seseorang sesuai dengan karakter dirinya, sesuai dengan kompetensinya,” ujar Aminudin.