Eksistensi Madrasah di Draf RUU Sisdiknas Dipertanyakan
Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional masih menjadi sorotan publik. Salah satunya, eksistensi madrasah yang dipertanyakan karena hanya disebut dalam penjelasan di draf RUU tersebut.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang diinisasi pemerintah lewat Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi terus disorot. Salah satunya masalah eksistensi pendidikan madrasah yang hanya diatur dalam penjelasan di draf RUU Sisdiknas yang belum resmi.
Wakil Ketua Bidang Pendidikan dan Pembangunan Sumber Daya Manusia Jaringan Masyarakat Profesional Santri (NU Circle) Ahmad Rizali di Jakarta, Rabu (30/3/2022), mengatakan, di dalam draf RUU Sisdiknas yang beredar, madrasah hanya ditempatkan di bagian penjelasan. Padahal, madrasah itu merupakan transformasi pendidikan rakyat jelata yang digerakkan oleh para tokoh pergerakan umat Islam, seperti Jamiat Kheir, Muhammadiyah, dan Nahdlatul Ulama, awal abad ke-20.
”Mengabaikan pendidikan madrasah adalah ahistoris terhadap sejarah perjuangan bangsa Indonesia,” kata Rizali.
Sementara itu, Ketua Himpunan Sekolah dan Madrasah Islam Nusantara Arifin Junaidi mengatakan, madrasah merupakan bagian penting dalam sistem pendidikan nasional. Namun, peranan madrasah selama ini terabaikan. UU Sisdiknas 2003 sudah memperkuat peranan madrasah dalam satu tarikan napas dengan sekolah meskipun integrasi sekolah dan madrasah pada praktiknya kurang bermakna karena dipasung oleh UU Pemda.
”Alih-alih memperkuat integrasi sekolah dan madrasah, draf RUU Sisdiknas malah menghapus penyebutan madrasah,” kata Arifin.
Menanggapi kritik tehadap dihapusnya eksistensi pendidikan madrasah di draf RUU Sisdiknas, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim mengatakan, sedari awal tidak ada keinginan ataupun rencana untuk menghapus sekolah atau madrasah atau bentuk-bentuk satuan pendidikan lain dari sistem pendidikan nasional. Sekolah ataupun madrasah secara substansi tetap menjadi bagian dari jalur-jalur pendidikan yang diatur dalam batang tubuh dari revisi RUU Sisdiknas.
”Namun, penamaan secara spesifik seperti SD dan MI, SMP dan MTS, atau SMA, SMK, dan MA akan dijelaskan dalam bagian penjelasan. Hal ini dilakukan agar penamaan bentuk satuan pendidikan tidak diikat di tingkat UU sehingga lebih fleksibel dan dinamis,” Jelas Nadiem.
Mengabaikan pendidikan madrasah adalah ahistoris terhadap sejarah perjuangan bangsa Indonesia.
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, Kementerian Agama selalu berkomunikasi dan berkoordinasi secara erat dengan Kemendikbudristek sejak awal proses revisi RUU Sisdiknas. ”RUU Sisdiknas telah memberikan perhatian yang kuat terhadap ekosistem pesantren dan madrasah. Nomenklatur madrasah dan pesantren juga masuk dalam batang tubuh dan pasal-pasal dalam RUU Sisdiknas,” tuturnya.
Yaqut meyakini, dengan mengusung kemerdekaan dan fleksibilitas dalam RUU Sisdiknas, mutu pembelajaran untuk semua peserta didik Indonesia akan meningkat. ”Kualitas sistem pendidikan kita pun akan semakin membaik di masa depan,” kata Yaqut.
Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan, Kemendikbudristek Anindito Aditomo mengatakan, semua bentuk satuan pendidikan, baik sekolah maupun madrasah, sedari awal terwadahi dalam revisi RUU Sisdiknas. Tidak pernah ada rencana penghapusan bentuk-bentuk satuan pendidikan melalui revisi RUU Sisdiknas.
Penyusunan RUU Sisdiknas dilaksanakan dengan prinsip terbuka terhadap masukan dan tidak dilaksanakan dengan terburu-buru. Perkembangan RUU Sisdiknas sekarang masih dalam revisi draf awal. Hal itu berdasarkan masukan dari para ahli dan berbagai pemangku kepentingan, sekaligus pembahasan panitia antar-kementerian.
”Pada dasarnya, RUU Sisdiknas juga masih di tahap perencanaan dan kami akan tetap banyak menampung dan menerima masukan,” kata Anindito.
Secara terpisah, Koordinator Nasional Perkumpulan Homeschooler Indonesia (PHI) Ellen Nugroho menyatakan, Mendikbudristek Nadiem Makarim mengingkari UU Keterbukaan Informasi Publik. Pernyataan dikeluarkan setelah PHI secara resmi mendapatkan surat balasan Kemendikbudristek yang berisi penolakan memberikan akses terhadap drafRUU Perubahan terhadap Undang‐Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan naskah akademiknya.
”Seharusnya Nadiem membuka seluas‐luasnya draf RUU Sisdiknas ini agar masyarakat dan berbagai pihak dapat mempelajari dan memberi masukan. RUU Sisdiknas sangat penting bagi kehidupan warga negara. Faktanya, permintaan resmi PHI ditolak Kemendikbudristek. Ini jelas mengingkari regulasi tentang keterbukaan informasi publik dan prinsip partisipasi publik yang bermakna dalam pembentukan peraturan perundang‐undangan,” tutur Ellen Nugroho.
Menurut Ellen, RUU Sisdiknas dan naskah akademiknya merupakan informasi publik yang harus disediakan sewaktu‐waktu oleh badan publik dan dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat yang menjadi pemangku kepentingan dan terkena dampak apabila RUU tersebut diundangkan.
Pada minggu ketiga Februari 2022, PHI mengajukan surat permohonan informasi publik kepada Kemendikbudristek dan DPR. Inti dari surat ini adalah meminta salinan draf RUU Sisdiknas dan naskah akademik. Sebab, homeschooler termasuk warga pemangku kepentingan yang akan terdampak apabila RUU itu diundangkan.
Jawaban dari Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Kemendikbudristek diterima oleh PHI melalui surat elektronik pada tanggal 24 Februari 2022 pukul 14.06 WIB. Surat dengan Nomor: 13673/A6/HM.02.02/2022 bertanggal 23 Februari 2022 itu ditandatangani oleh Pelaksana Tugas Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Anang Ristanto selaku Koordinator PPID Kemendikbudristek.
Disampaikan dalam surat itu ”tentang salinan dan naskah akademik RUU tentang Perubahan terhadap Undang‐Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dengan hormat dapat kami sampaikan bahwa permohonan informasi tersebut termasuk ke dalam informasi yang dikecualikan di Kemendikbudristek berdasarkan Surat Keputusan PPID Nomor 002/K‐PPID/2020 tentang Perubahan atas Keputusan Pejabat PPID Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 001/K‐PPID/2019 tentang Informasi yang Dikecualikan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.”
Menyikapi kebijakan PPID Kemendikbudristek yang tidak mengizinkan publik mengakses draf RUU Sisdiknas dan naskah akademik, PHI mengirimkan surat keberatan informasi kepada Atasan PPID Kemendikbudristek pada, Kamis (24/3/2022) siang.