Revitalisasi Manuskrip Nusantara Menjembatani Kekunoan Menjadi Kekinian
Manuskrip Nusantara perlu diberdayakan atau direvitalisasi dalam media modern agar disukai dan dikenal semua kalangan. Lewat beragam media, seperti animasi, naskah kuno dapat dijadikan karya yang lebih kekinian.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kekayaan manuskrip Nusantara yang berisi filosofi, kebudayaan, agama, sejarah, cerita rakyat, pengobatan, dan mantra masih sangat jarang diperkenalkan kepada generasi muda. Revitalisasi manuskrip itu dapat menjembatani naskah-naskah kuno untuk dialihwahanakan dalam beragam platform, seperti animasi, agar kekinian sehingga lebih diminati.
Manuskrip Nusantara banyak tersimpan di museum, keraton, perpustakaan di dalam dan luar negeri, serta koleksi pribadi. Dokumen tulisan tangan tersebut menggunakan beraneka bahasa dan aksara daerah yang memakai berbagai bahan, seperti bambu, kulit kayu, lontar, daun nipah, dan beberapa jenis kertas.
Dosen Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Yulianeta, mengatakan, manuskrip itu perlu diberdayakan atau direvitalisasi dalam media modern agar disukai dan dikenal semua kalangan, termasuk anak-anak.
”Pemanfaatan teknologi, khususnya berkaitan dengan animasi, untuk menjadi jembatan dari masa lalu ke masa kini. Ini memudahkan generasi sekarang mengenal nilai-nilai kebaikan di naskah kuno,” ujarnya dalam webinar ”Dari Cerita ke Animasi” yang diselenggarakan Kelompok Pencinta Bacaan Anak (KPBA), di Jakarta, Sabtu (26/3/2022).
Pemanfaatan teknologi, khususnya berkaitan dengan animasi, untuk menjadi jembatan dari masa lalu ke masa kini. Ini memudahkan generasi sekarang mengenal nilai-nilai kebaikan di naskah kuno.
Revitalisasi manuskrip melalui sejumlah tahapan, seperti studi pustaka, mengkaji struktur naskah, dan mengembangkan alur cerita. Sebelum menjadi film animasi yang dapat digunakan sebagai media pembelajaran, sejumlah naskah terlebih dahulu dialihwahanakan menjadi komik.
Yulianeta mengatakan, timnya telah membuat sejumlah animasi bersumber dari manuskrip Nusantara, salah satunya berjudul Hikayat Raja Kerang. Naskah setebal 468 halaman itu dibuat pada 1851 dengan tulisan tangan menggunakan bahasa Melayu lama.
Tantangan era digital
Transformasi manuskrip itu mulai dari analisis teks hipogram, menyusun skenario film, hingga pembuatan animasi tiga dimensi. ”Revitalisasi naskah kuno menjawab tantangan era digital mengenai kebermanfaatan manuskrip Nusantara di masa kini,” katanya.
Menurut Yulianeta, animasi tersebut dapat dijadikan media pembelajaran atau literasi sastra di sekolah. Selain itu, animasi juga menjadi hiburan edukatif untuk anak-anak sekaligus menyosialisasikan naskah-naskah kuno yang belum banyak dikenalkan di sekolah.
”Dibutuhkan kreativitas dan kolaborasi sehingga kearifan lokal (yang ada di manuskrip Nusantara) tidak hilang dan dapat diwariskan,” ujarnya.
Cerita yang kuat dan dituliskan dengan baik akan menjadi modal penting untuk dimodifikasi menjadi berbagai media. Hal ini membuat karya modifikasi itu lebih disukai.
Yulianeta menuturkan, digitalisasi naskah kuno dalam beragam platform menghadapi sejumlah tantangan. Salah satunya adalah menyederhanakan cerita untuk disesuaikan dengan kebutuhan sasarannya, terutama anak-anak.
Akan tetapi, tantangan itu sekaligus menjadi peluang untuk memacu kreativitas dan berkolaborasi. Caranya, beradaptasi dengan teknologi agar kekayaan cerita rakyat dan narasi kebudayaan serta naskah lainnya tidak dilupakan oleh generasi berikutnya.
”Mengenalkan budaya lokal itu penting dalam setiap konten yang diberikan kepada anak-anak. Kita boleh diterbangkan ke mana saja, tetapi akar budaya harus selalu dipegang,” ucapnya.
Kreator animasi wayang, Daud Nugraha, mengatakan, pembuatan naskah tidak hanya memperhatikan visual, tetapi juga audio dan item lainnya. Oleh karenanya, diperlukan kerja sama banyak orang dari berbagai bidang keahlian untuk membuat animasi berkualitas.
”Yang perlu diperhatikan dan ditingkatkan adalah story telling. Menerjemahkan teks ke visual merupakan proses yang memerlukan kepekaan khusus,” ujarnya.
Pendiri KPBA Murti Bunanta menyebutkan, cerita yang kuat dan dituliskan dengan baik akan menjadi modal penting untuk dimodifikasi menjadi berbagai media. Hal ini membuat karya modifikasi itu lebih disukai.
”Berbagai media itu bisa untuk dibacakan, mendongeng, diperagakan, dibuat teater, wayang, animasi, dan sebagainya,” ujarnya.