Pemikiran Syekh Nawawi al-Bantani, salah satu ulama besar Nusantara di abad ke-19, dinilai relevan dengan kehidupan masyarakat beragama masa kini. Pemikiran para ulama Nusantara pun dikompilasi dan dibukukan.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
KOMPAS/SEKAR GANDHAWANGI
Suasana pameran Pekan Memorial Syekh Nawawi Banten di Jakarta, Selasa (8/2/2022). Syekh Nawawi al-Bantani adalah salah satu ulama besar yang lahir pada tahun 1813 di Banten. Ia pernah menjadi imam di Masjidil Haram di Mekkah, Arab Saudi. Ia juga disebut mahaguru para ulama Nusantara. Muridnya tersebar di sejumlah daerah di Nusantara dan di sejumlah negara, termasuk pendiri NU Syekh Hasyim Asyari dan pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan.
JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 11 manuskrip yang ditulis para ulama Nusantara zaman dulu dikompilasi dan diterbitkan menjadi buku. Selain sebagai referensi sejarah Islam di Indonesia, generasi muda diharapkan dapat mempelajari pemikiran ulama sebagai referensi menghadapi tantangan masa kini.
Manuskrip-manuskrip tersebut ditulis para ulama dari abad ke-17 hingga ke-20. Beberapa ulama yang dimaksud ialah Syekh Abdurrauf Singkel, Syekh Muhammad Ali Kudus, serta pendiri Nahdlatul Ulama Syekh Hasyim Asy’ari.
Manuskrip itu dikompilasi dan disunting oleh Nahdlatul Turarts, sebuah forum filolog di bawah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Manuskrip-manuskrip itu diterbitkan menjadi buku berjudul Seri Penerbitan Karya Agung Ulama Nusantara Sepanjang Masa.
KOMPAS/SEKAR GANDHAWANGI
Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin menyampaikan sambutan secara daring pada kegiatan Pekan Memorial Syekh Nawawi Banten, Selasa (8/2/2022).
Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin pada Selasa (8/2/2022) mengatakan, turots atau karya tulis ulama adalah warisan budaya Islam yang kaya. Masih banyak naskah tulisan para ulama yang tersebar di sejumlah negara, baik Eropa maupun Timur Tengah. Banyak pula yang belum dipublikasikan karena masih berupa manuskrip dengan tulisan tangan.
”Penerbitan kembali naskah-naskah karya ulama Nusantara penting. Itu sebagai jembatan yang menyambungkan pemikiran masa silam dengan realitas pembaca masa kini,” katanya melalui siaran langsung pada kegiatan ”Pekan Memorial Syekh Nawawi Banten: Kebangkitan Turots Nusantara dari Indonesia untuk Peradaban Dunia”.
Bangsa yang tidak bisa mengelola kekayaan khazanah sejarah tidak akan memiliki strategi membangun peradaban masa kini.
Kegiatan ini dihadiri pula oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna, serta Rais A’am PBNU KH Miftachul Akhyar. Pekan Memorial Syekh Nawawi Banten juga menyelenggarakan pameran peradaban turots dan bedah kitab.
KOMPAS/SEKAR GANDHAWANGI
Suasana pameran Pekan Memorial Syekh Nawawi Banten di Jakarta, Selasa (8/2/2022).
Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Umum PBNU KH Zulfa Mustofa mengatakan, ulama Nusantara selalu menjaga keaslian atau sanad keilmuannya yang berasal dari Timur Tengah. Namun, mereka membuat ilmu tersebut kontekstual dengan nilai-nilai di Nusantara. Tujuannya agar agama dapat disosialisasikan dan mampu menjawab tantangan masyarakat.
Mengangkat kembali manuskrip para ulama Nusantara dan menyampaikannya ke publik dinilai penting. Ini karena tidak semua orang memiliki akses untuk mempelajari manuskrip asli. Adapun manuskrip menjadi rujukan untuk merunut sanad keilmuan seseorang.
”Ini upaya merawat peradaban manusia dan menjaga kekayaan khazanah masa lalu,” kata Zulfa. ”Bangsa yang tidak bisa mengelola kekayaan khazanah sejarah tidak akan memiliki strategi membangun peradaban masa kini,” ujarnya.
KOMPAS/SEKAR GANDHAWANGI
Sejumlah pengunjung melihat jubah dan pedang milik Syekh Nawawi al-Bantani pada pameran Pekan Memorial Syekh Nawawi Banten di Jakarta, Selasa (8/2/2022).
Dibukukan
Selain kompilasi 11 manuskrip para ulama Nusantara, kisah hidup dan pemikiran Syekh Nawawi al-Bantani juga dibukukan. Buku tersebut ditulis oleh KH Zulfa Mustofa yang juga cucu dari Syekh Nawawi al-Bantani.
Syekh Nawawi al-Bantani, salah satu ulama besar yang lahir pada 1813 di Banten. Ia pernah menjadi imam di Masjidil Haram di Mekkah, Arab Saudi. Ia juga disebut mahaguru para ulama Nusantara. Muridnya tersebar di sejumlah daerah di Nusantara dan di sejumlah negara.
Semasa hidupnya, Syekh Nawawi al-Bantani menulis sedikitnya 100 karya tulis yang mencakup berbagai bidang ilmu pengetahuan. Beberapa tulisannya berupa fikih dan tafsir Islam. Kitab yang ditulisnya pun masih dijadikan acuan pelajaran di pesantren hingga sekarang.
KOMPAS/SEKAR GANDHAWANGI
Suasana pameran Pekan Memorial Syekh Nawawi Banten di Jakarta, Selasa (8/2/2022).
Zulfa mengatakan, Syekh Nawawi adalah tokoh yang mengajarkan Islam moderat di Nusantara. Ajarannya berkembang hingga sekarang. Ia juga menggerakkan semangat masyarakat untuk melawan kolonialisme.
”Ia tokoh panutan yang ilmunya diakui seluruh ulama di Nusantara ataupun Arab di masa itu. Ia juga mahaguru seluruh ulama Nusantara. Pendiri NU Syekh Hasyim Asy'ari dan pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan adalah murid Syekh Nawawi al-Bantani,” ujarnya.
KOMPAS/SEKAR GANDHAWANGI
Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Zulfa Mustofa di Jakarta, Selasa (8/2/2022).
Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengatakan, Syekh Nawawi al-Bantani menyumbangkam pemikiran di bidang ekonomi syariah. Ia dulu juga mengelola biro penyelenggaraan haji. ”Ilmunya bisa dipelajari dan tetap relevan hingga kini,” katanya.
Adapun nama Syekh Nawawi al-Bantani kemudian diresmikan menjadi nama jalan di Jakarta. Nama Jalan Cakung-Cilincing Raya resmi diganti menjadi Jalan Syekh Nawawi al-Bantani per Februari 2022.