Pemerintah akhirnya mengalokasikan dana abadi kebudayaan sebagai bagian dari Dana Indonesiana. Meski nominalnya belum sesuai janji awal, keputusan ini membawa angin segar bagi pelaku seni budaya.
Oleh
ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN
·4 menit baca
Pandemi Covid-19 benar-benar memukul para pegiat seni budaya. Dua tahun lebih, kegiatan seni budaya nyaris lumpuh. Seniman dan para pegiat budaya menganggur.
Kini, memasuki triwulan 2022, berembus kabar menjanjikan ketika pemerintah meluncurkan dana abadi kebudayaan yang sudah empat tahun lalu digaungkan. Ada setitik harapan bagi para pegiat seni budaya untuk kembali menggairahkan panggung kebudayaan.
Pada perhelatan Kongres Kebudayaan Indonesia (KKI) 2018, Presiden Joko Widodo berkomitmen mengalokasikan dana abadi untuk kegiatan kebudayaan mulai 2019 dengan anggaran Rp 5 triliun untuk lima tahun pertama.
Komitmen Presiden tersebut akhirnya mulai direalisasikan Kementerian Keuangan dengan mengalokasikan dana Rp 1 triliun untuk dana kebudayaan pada 2020, kemudian Rp 2 triliun lagi pada 2021.
Sebagaimana mandat dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, pemerintah akhirnya mengalokasikan dana abadi kebudayaan sebagai bagian dari Dana Indonesiana. Selain dialokasikan untuk dana abadi kebudayaan, Dana Indonesiana memuat fasilitasi bidang kebudayaan dan beasiswa bagi para pelaku kebudayaan.
”Jadi, total Dana Indonesiana kini Rp 3 triliun. Saya harap tahun depan dana itu bisa kita isi lagi sehingga janji presiden untuk mengalokasikan dana Rp 5 triliun bisa dipenuhi,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani pada konferensi pers daring, Rabu (23/3/2022) seperti dimuat di Kompas.id, Rabu 23 Maret 2022.
Dana Indonesiana berasal dari pengembangan anggaran pemerintah sebesar Rp 5 triliun yang ditanamkan pada lembaga pengembangan keuangan dan hasilnya akan digunakan untuk pembiayaan kebudayaan. Dari pengembangan investasi, Dana Indonesiana sudah menghasilkan Rp 45 miliar pada periode 2020-2021.
Sementara itu, pendapatan dari investasi tahun ini diprediksi mencapai Rp 165 miliar. Artinya, nanti akan ada dana sekitar Rp 200 miliar yang bisa digunakan untuk pembiayaan aktivitas kebudayaan.
Dua tahun silam, Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Hilmar Farid mengungkapkan, dana abadi kebudayaan akan dikelola Badan Layanan Umum (BLU). Badan layanan tersebut beranggotakan tim seleksi dari luar Kemendikbudristek. Penunjukan tim eksternal tersebut bertujuan agar tak muncul konflik kepentingan dalam proses seleksi proposal kerja sama.
Pembentukan BLU dana abadi kebudayaan diharapkan meminimalkan duplikasi penyaluran bantuan program. Prinsipnya, satu proposal tak bisa dimanfaatkan untuk meminta beberapa bantuan dari direktorat berbeda-beda. Karena itu, semua pengajuan program kini dipusatkan pada satu pintu.
”Dulu ada bantuan ini-itu yang penyalurannya lewat direktorat masing-masing. Sering kali muncul pengajuan bantuan ke direktorat A pula yang ternyata juga diajukan ke direktorat B. Masing-masing direktorat kurang memantau karena sibuk dengan urusan sendiri-sendiri. Ini jadi soal bagi kita. Sekarang ’rumah bersamanya’ di dana abadi kebudayaan,” kata Hilmar.
”Praktik penggalangan dana abadi itu mengambil konsep yang diterapkan pemerintah, seperti Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) dan dana haji,” ucapnya, Kamis (16/1/2020).
Rencana tersebut akhirnya terealisasi. Dana Indonesiana akhirnya dikelola oleh LPDP. Seperti pemanfaatan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang kini fleksibel, Mendikbudristek Nadiem Makarim juga memastikan bahwa dana abadi tersebut bisa digunakan secara fleksibel, bahkan bisa dimanfaatkan pula untuk program-program lintas tahun.
Napas baru
”Hampir lima tahun setelah UU Pemajuan Kebudayaan disahkan, Dana Indonesiana menjanjikan napas baru bagi makin majunya seni budaya di Indonesia,” kata Ketua Pengurus Koalisi Seni Kusen Alipah Hadi, Kamis (24/3/2022), dalam siaran pers Koalisi Seni. Koalisi Seni sendiri telah melakukan advokasi untuk pengalokasian dana abadi kesenian selama 10 tahun terakhir.
Praktik penggalangan dana abadi itu mengambil konsep yang diterapkan pemerintah, seperti Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) dan dana haji.
Menurut Kusen, masih ada tiga pekerjaan rumah besar untuk pemerintah. Pertama, pemerintah harus segera melakukan sosialisasi tentang Dana Indonesiana kepada seluruh pemangku kepentingan sektor seni budaya. Sehingga, tidak ada kesimpangsiuran informasi mengenai dana tersebut.
Kedua, pemerintah perlu segera menyusun peraturan lebih lanjut mengenai mekanisme penyaluran manfaat yang diamanatkan agar Dana Indonesiana dapat segera dinikmati masyarakat. Aturan tersebut meliputi antara lain tata cara perencanaan, penganggaran, penyaluran, dan pertanggungjawaban pemanfaatan hasil pengembangan dana tersebut.
”Termasuk di dalamnya ialah pentingnya proses seleksi yang melibatkan publik, seperti telah terjadi dalam Fasilitas Bidang Kebudayaan (FBK), serta tolok ukur yang jelas dalam evaluasi Dana Indonesiana. Penyusunan aturan turunan itu harus dilakukan secara terbuka dan melibatkan para pemangku kepentingan seni budaya guna menjamin terakomodasinya aspirasi seluruh pegiat seni budaya,” papar Kusen.
Ketiga, pemerintah harus memastikan anggaran untuk dana abadi kebudayaan melalui Dana Indonesiana sebesar Rp 5 triliun seperti yang dijanjikan Presiden Joko Widodo pada KKI 2018 dan janji Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam peluncuran Dana Indonesiana kemarin. ”Sebagai lembaga yang bekerja dalam advokasi kebijakan seni budaya, Koalisi Seni akan terus mendorong dan mengawal pemerintah untuk serius menjalankannya,” ucapnya.