Pura Mangkunegaran Bersiap Mengukuhkan Mangkunegara X
Pura Mangkunegaran tengah bersiap mengukuhkan penerus takhtanya. Sang penerus takhta jatuh kepada Gusti Pangeran Haryo Bhre Cakrahutomo Wira Sudjiwo. Penetapannya pun telah melalui proses musyawarah oleh pihak keluarga.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
SURAKARTA, KOMPAS — Pura Mangkunegaran tengah bersiap mengukuhkan penerus takhtanya. Sang penerus takhta jatuh kepada Gusti Pangeran Haryo Bhre Cakrahutomo Wira Sudjiwo. Ini berkaitan dengan posisinya sebagai anak laki-laki dari permaisuri Mangkunegara IX. Penetapannya pun telah melalui proses musyawarah oleh pihak keluarga.
Penetapan Bhre sebagai penerus takhta diumumkan oleh Pengageng Wedana Satriya Pura Mangkunegaran Kanjeng Raden Mas Tumenggung (KRMT) Liliek Priarso, Selasa (1/3/2022).
Ia membacakan surat pengumuman yang ditandatangani oleh saudara kandung Mangkunegara IX, yakni Gusti Raden Ayu Retno Rosati Notohadiningrat dan Gusti Raden Ayu Retno Satuti Suryohadiningrat, pada 25 Februari 2022.
Dalam surat itu disebutkan, Gusti Pangeran Haryo (GPH) Bhre Cakrahutomo Wira Sudjiwo akan diangkat menjadi Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario (KGPAA) Mangkunegara X pada Sabtu (12/3/2022).
Keputusan tersebut diambil setelah melalui musyawarah segenap keluarga inti. Posisi Bhre juga dinilai sudah memenuhi peraturan adat yang berlaku di kerajaan tersebut.
Bhre merupakan anak laki-laki Mangkunegara IX dari pernikahannya dengan Prisca Marina. Selanjutnya, Prisca diangkat menjadi permaisuri dari Mangkunegara IX. Dalam kondisi tersebut, posisi Bhre sebagai penerus takhta cukup kuat. Alasannya, salah satu syarat utama penerus takhta ialah menjadi anak laki-laki dari permaisuri pemegang takhta terakhir.
”Ini (keputusan) merupakan wujud dari musyawarah keluarga inti yang terdiri dari putra-putra suwargi yang jumeneng (Mangkunegara X) dan sedherek dalem (saudara kandung Mangkunegara IX),” kata Liliek saat ditemui di Pura Mangkunegaran, Rabu (2/3/2022).
Tugas khusus
Sebelum adanya keputusan penetapan, jelas Liliek, Bhre juga sudah mendapat tugas khusus mengurus Pura Mangkunegaran. Pengawasan proyek pemugaran kerajaan tersebut menjadi salah satu tugas yang diberikan kepada Bhre sejak Mangkunegara IX masih hidup.
Bhre juga sempat diminta mewakili kerajaan tersebut dalam upacara memandikan pusaka pada pergantian tahun Jawa, dua tahun terakhir.
Liliek melanjutkan, setelah keputusan pengukuhan tersebut disampaikan, pihaknya langsung diberi perintah oleh Gusti Kanjeng Putri Mangkunegara IX untuk membentuk panitia upacara kenaikan takhta Mangkunegara X.
Menurut rencana bakal ada sekitar 300 orang yang diundang. Pihak-pihak yang diundang antara lain segenap kerabat Pura Mangkunegaran, pejabat daerah setempat, hingga keluarga satu dinasti Mataram, seperti Kasunanan Surakarta, Keraton Yogyakarta, dan Pura Pakualaman.
Liliek menambahkan, persiapan gelaran acara sendiri sebenarnya sudah dicicil setelah peringatan 100 hari wafatnya Mangkunegaran IX. Salah satunya, para abdi dalem mulai berlatih tarian yang akan disuguhkan dalam upacara pengangkatan. Persiapan dilakukan lebih awal agar jika sewaktu-waktu suksesi akan dilakukan, semua abdi dalem sudah benar-benar siap.
Tarian ini memang dipersembahkan untuk yang sedang jumeneng atau memegang takhta. (Supriyanto)
”Mempersiapkan acara sudah kewajiban kami. Kami adalah abdi dalem. Apa yang perlu dipersiapkan, apabila nanti ada jumenengan, kami harus sudah siap. Jangan kewalahan karena waktunya mepet. Untuk itu, setelah selesai 100 hari, saya minta palilah (izin) dengan Gusti Putri (GKP Mangkunegara IX) untuk persiapan jumenengan,” kata Liliek.
Tarian yang akan disuguhkan dalam upacara pengangkatan nanti bernama Bedhaya Anglir Mendung. Tarian tersebut ditampilkan dalam durasi sekitar 50 menit. Penari yang menampilkannya berjumlah tujuh orang.
Pengageng Kabupaten Mandrapura Pura Mangkunegaran Supriyanto Waluyo menyampaikan, tarian tersebut tergolong sakral. Sebab, tarian hanya ditampilkan pada momen khusus, yaitu pengukuhan raja dan peringatan pengukuhan. Tarian itu pun tak boleh dipentaskan di luar Pura Mangkunegaran.
”Jadi, memang tarian ini dipersembahkan untuk yang sedang jumeneng (memegang takhta),” ujarnya.
Supriyanto mengungkapkan, secara garis besar, tarian menceritakan tentang perjuangan Pangeran Sambernyawa, atau Mangkunegara I, mendirikan kerajaan tersebut.
Untuk itu, adegan tari yang ditampilkan menggambarkan tentang pertempuran. Ini dibuktikan dengan penari yang membawa panah sewaktu menari. Penampilan tarian pada momen-momen khusus juga punya tujuan tertentu.
”Ini untuk mengenang perjuangan beliau (Mangkunegara I). Untuk mengenang peristiwa beliau berjuang diwujudkan dalam seni tari. Biar keturunannya selalu ingat. Tidak gampang mendirikan pura ini,” kata Supriyanto.