Perubahan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional 2003 memang dibutuhkan untuk memajukan pendidikan nasional. Keterlibatan publik yang lebih luas untuk mengawal RUU Sisdiknas sangat diperlukan.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi perlu membuka aspirasi publik yang lebih luas terkait revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional 2003, bukan sekedar dari jaringan yang dikenal Kemendikbudristek. Dengan demikian, masukan yang diserap lebih komprehensif.
Karina Adistiana, perwakilan dari Yayasan Peduli Musik Anak Indonesia mengatakan, dengan mendapat akses yang lebih luas pada draf Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) beserta naskah akademiknya, maka publik bisa ikut mengkaji secara detail RUU tersebut. ”Buat diskusi-diskusi di berbagai daerah untuk membahas draf dan kemungkinan dampak dari aturan yang akan diterapkan di seluruh Indonesia,” kata Karina, Kamis (24/2/2022).
Menurut Ketua Presidium Majelis Nasional Pendidikan Katolik Vinsensius Darmin Mbula, draf RUU Sisdiknas masih belum ramah terhadap sekolah-sekolah swasta. Belum ada konsep yang utuh tentang peranan penting sekolah swasta untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
“Tolonglah UU Sisdiknas yang baru nanti ada pasal khusus yang mengakui eksistensi sekolah swasta ,” kata dia.
Forum Pengelola Lembaga Kursus dan Pelatihan Pendidikan Nonformal M Ali Badarudin menambahkan, RUU Sisdiknas akan mengebiri peran kesetaraan hukum jalur pendidikan non-formal (PNF). Padahal, PNF sebagai pendidikan sepanjang hayat sudah terbukti sangat efektif melaksanakan fungsinya sebagai pengganti, penambah, dan pelengkap pendidikan formal.
Hal ini dikarenakan PNF sangat fleksibel, multi entry, multi exit, adaptif, responsif, dan kekinian, sehingga sangat relevan dengan konsep merdeka belajar. Pengembangan profesionalisme tenaga pendidik di sektor ini pun perlu mendapat perhatian.
Tata kelola guru
Persoalan tata kelola guru dinilai krusial untuk meningkatkan mutu pendidikan. Saat ini, tata kelola guru sangat terfragmentasi, terlihat dari banyaknya UU yang mengatur, mulai dari proses rekrutmen hingga pensiun.
“Revisi saat ini yang hanya mengintegrasikan UU Sisdiknas, UU Guru dan Dosen, UU Pendidikan Tinggi, tidak akan menyelesaikan masalah tata kelola guru yang saat ini karut marut. Selain itu, martabat dan harkat guru harus ditempatkan secara khusus dan istimewa sebagai profesi yang luhur,” kata Ketua Umum Pengurus Besar PGRI Unifah Rosyidi.
Jika mutu guru rendah, lanjut Unifah, mutu pendidikan sudah pasti lebih rendah lagi. Jika pemerintah tidak fokus pada mutu guru dan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), maka mutu pendidikan nasional dan daya saing bangsa sulit, bahkan mungkin tidak tercapai.
Menurut Unifah, upaya peningkatan mutu guru bukan merupakan program tunggal, tetapi suatu sistem yang di dalamnya terdapat banyak komponen tata kelola yang satu sama lain menentukan kualitas kinerja guru.
Transformasi menuju sistem pembelajaran yang bermutu kini terganjal oleh permasalahan tata kelola guru yang terfragmentasi, dikelola institusi yang berbeda, dilaksanakan oleh aktor yang berbeda-beda, dan diatur oleh peraturan perundangan yang berlainan. “Sejauh mana revisi UU Sisdiknas dapat menjangkau semua perundangan yang berbeda jika kedudukan hukumnya sama?” tanya Unifah.
Persoalan tata kelola guru dinilai krusial untuk meningkatkan mutu pendidikan. Saat ini, tata kelola guru sangat terfragmentasi, terlihat dari banyaknya UU yang mengatur, mulai dari proses rekrutmen hingga pensiun.
Perwakilan dari Forum Dekan Tarbiyah dan Keguruan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam, Suruin mengatakan, pembahasan RUU Sisdiknas sebaiknya tidak tergesa-gesa karena banyak aspek penting yang belum dimuat. Di antaranya adalah tidak adanya pasal tentang fakultas keguruan sebagai pencetak calon-calon guru profesional.
“Posisinya sangat penting karena guru adalah penentu kemajuan pendidikan,” kata Suruin.
Baru tahap pertama
Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan, Kemendikbudristek, Anindito Aditomo menjelaskan, pembentukan RUU Sisdiknas saat ini baru pada tahap pertama, yaitu perencanaan. Menurut UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, ada lima tahap dalam proses pembentukan UU. Kelima tahap itu adalah perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, dan pengundangan.
“Masih sangat dini dalam proses penyusunan. Sebagai bagian dari tahap ini, Kemendikbudristek telah melakukan serangkaian diskusi kelompok terpumpun (FGD) dengan berbagai pemangku kepentingan,” kata Anindito.
Kemendikbudristek sudah melakukan FGD dengan mengundang perwakilan pemangku kepentingan, seperti perwakilan organisasi dan asosiasi profesi guru, akademisi, organisasi kemasyarakatan, penyelenggara pendidikan, dan pemerintah daerah di tahap awal. Kemendikbudristek sedang mengolah berbagai masukan tersebut untuk menyempurnakannya menjadi naskah akademik dan RUU.
Selanjutnya, Kemendikbudristek akan menyebarluaskan naskah akademik dan RUU Sisdiknas agar masyarakat luas dapat memberikan masukan, sesuai dengan alur proses pembentukan peraturan perundangan.“Kami juga mengapresiasi antusiasme berbagai pihak sebagai sebuah semangat positif untuk bersama merancang perubahan yang baik. Untuk itu mohon kesabarannya mengingat proses ini baru di tahap pertama dan masih akan melalui berbagai tahap,” jelas Anindito.
RUU Sisdiknas adalah salah satu RUU yang masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) 2020-2024. RUU ini diarahkan menjadi UU pengganti dari UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Norma-norma pokok di tiga UU diintegrasikan ke dalam satu UU, sedangkan norma-norma turunannya akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Seiring dengan penyempurnaan RUU, Kemendikbudristek akan memperluas keterlibatan publik. Selain FGD, akan digelar pula uji publik lebih lanjut dengan mengundang perwakilan akademisi, ahli-ahli pendidikan, ahli-ahli hukum, peneliti, organisasi keilmuan dan mitra pendidikan, serta para pemangku kepentingan terkait lainnya. Kemendikbudristek juga akan memberikan ruang bagi masyarakat umum untuk dapat memberikan umpan balik/aspirasi dan masukan secara tertulis.
“Kami berharap, seluruh lapisan masyarakat bisa mendukung upaya penataan ulang sistem pendidikan nasional ke arah yang lebih baik, salah satunya melalui pembentukan RUU Sisdiknas ini. Semangat gotong-royong merupakan bagian penting dari gerakan Merdeka Belajar untuk mewujudkan pendidikan berkualitas bagi seluruh rakyat Indonesia,” tambah Anindito.