Revisi UU Sistem Pendidikan Nasional Perlu Kajian Komprehensif
Inisiatif pemerintah untuk merevisi UU Sistem Pendidikan Nasional dinilai baik karena dibutuhkan. Namun, butuh kajian yang komprehensif dan mendalam serta pelibatan publik untuk menghasilkan UU Sisdiknas yang relevan.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional memerlukan kajian yang mendalam, naskah akademik yang komprehensif, serta keterlibatan publik yang luas mengingat ada berbagai macam perundangan yang beririsan. Karena itu, diperlukan kearifan untuk membahasnya secara mendalam dan komprehensif mengingat pendidikan adalah hak setiap warga negara dan menjadi tanggung jawab bersama.
Begitu Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi mulai menggelar uji publik Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas), Aliansi Penyelenggara Pendidikan Berbasis Masyarakat, yang terdiri dari Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pengurus Pusat Muhammadiyah, Lembaga Pendidikan Maarif Nahdlatul Ulama, Majelis Pendidikan Kristen, Majelis Nasional Pendidikan Katolik, Perguruan Taman Siswa, dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), meminta agar pembahasan RUU Sisdiknas ditunda.
Aliansi Penyelenggaraan Pendidikan Berbasis Masyarakat menilai, kondisi pandemi Covid-19 memiliki dampak yang luar biasa, terutama dengan adanya learning loss. Karena itu, setiap pemangku kepentingan pendidikan, termasuk pemerintah dan pemerintah daerah, wajib mengerahkan segala sumber daya untuk memulihkan hilangnya pengalaman belajar. Selain itu, kondisi keberagaman, disparitas, dan kompleksitas persoalan pendidikan di Indonesia tidak memungkinkan diperoleh kajian yang mendalam dalam waktu singkat dan keterlibatan publik yang sangat terbatas.
”Kecepatan dan ketergesaan dalam merevisi UU Sisdiknas tanpa arah yang jelas akan membahayakan masa depan pendidikan. Uji publik dan dengar pendapat bila sekadar memenuhi syarat formal, tanpa mengkaji persoalan substansial, akan membawa pendidikan nasional semakin suram,” kata pemerhati pendidikan, Doni Koesoema, yang tergabung dalam Aliansi Penyelenggara Pendidikan Berbasis Masyarakat, di Jakarta, Rabu (16/2/2022).
Kecepatan dan ketergesaan dalam merevisi UU Sisdiknas tanpa arah yang jelas akan membahayakan masa depan pendidikan. Uji publik dan dengar pendapat bila sekadar memenuhi syarat formal, tanpa mengkaji persoalan substansial, akan membawa pendidikan nasional semakin suram.
Ketua Umum Majelis Pendidikan Kristen di Indonesia David Tjandra menambahkan, kompleksitas persoalan pendidikan di Indonesia membuat revisi UU Sisdiknas perlu kajian yang mendalam dan luas. Pembahasannya harus melibatkan semua pemangku kepentingan, terutama penyelenggara pendidikan berbasis masyarakat.
Sementara itu, Ketua Majelis Nasional Pendidikan Katolik Romo Mbula Darmin OFM mengatakan, revisi UU Sisdiknas perlu ditunda karena ada persoalan lokal, nasional, dan global yang cenderung pada ideologi neoliberal yang mengabaikan keadilan sosial. ”Perlu kajian yang holistik dan komprehensif agar betul-betul sistem pendidikan kita berorientasi pada keadilan sosial, kesejahteraan, dan kebahagiaan warga,” kata Darmin.
Sekretaris Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah Alpha Amirrachman menjelaskan, dampak pandemi pada sekolah-sekolah, terutama sekolah swasta, di lapangan sangat berat. Sebagian besar orangtua kelas menengah ke bawah kehilangan sumber penghasilan. Hal ini berdampak pada pendidikan anak-anak mereka.
”Karena itu, Kemendikbudristek seharusnya fokus pada pemulihan pendidikan yang multidimensional ini, bukan mengutak-atik perubahan UU Sisdiknas,” ujar Alpha.
Tata kelola guru
Persoalan tata kelola guru dinilai krusial untuk meningkatkan mutu pendidikan. Kondisi saat ini, tata kelola guru sangat terfragmentasi, terlihat dari banyak undang-undang yang mengatur, dari perekrutan guru sampai pensiun.
“Revisi saat ini yang hanya mengintegrasikan UU Sisdiknas, UU Guru dan Dosen, serta UU Pendidikan Tinggi tidak akan menyelesaikan masalah tata kelola guru yang saat ini karut-marut. Selain itu, martabat dan harkat guru harus ditempatkan secara khusus dan istimewa sebagai profesi yang luhur,” kata Ketua Umum Pengurus Besar PGRI Unifah Rosyidi.
Jika mutu guru rendah, lanjut Unifah, mutu pendidikan sudah pasti lebih rendah lagi. Apabila pemerintah tidak fokus pada mutu guru dan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang menyiapkan calon guru, mutu pendidikan nasional dan daya saing bangsa akan sulit, bahkan mungkin tidak tercapai. Upaya peningkatan mutu guru bukan merupakan program tunggal, melainkan suatu sistem yang di dalamnya terdapat banyak komponen tata kelola, yang satu sama lain akan menentukan kualitas kinerja guru.
Unifah menjelaskan, transformasi menuju sistem pembelajaran yang bermutu kini terganjal oleh permasalahan tata kelola guru yang terfragmentasi, dikelola institusi yang berbeda, dilaksanakan oleh aktor yang berbeda-beda, dan diatur oleh peraturan perundangan yang berlainan. ”Sejauh mana revisi UU Sisdiknas dapat menjangkau semua perundangan yang berbeda jika kedudukan hukumnya sama?” ujarnya.
Sebagai contoh, sistem pengadaan guru baru diatur UU Pendidikan Tinggi, perekrutan guru baru diatur UU Aparatur Sipil Negara, pendidikan agama dan keagamaan serta pondok pesantren diatur UU Pesantren, penempatan dan pemindahan guru dengan UU Pemerintah Daerah, penugasan guru di sekolah oleh UU Sisidiknas, desentraliasi dan otonomi pendidikan dalam UU Pemda, pengelolaan sertifikasi guru diatur UU Guru dan Dosen, sistem remunerasi guru dengan UU APBN dan UU Aparatur Sipil Negara. Namun, yang mendasar ialah sistem pembinaan guru berkelanjutan tidak ada di semua tata kelola tersebut.
”Setelah membaca konsep revisi UU Sisdiknas serta mengikuti uji publik, kami menilai memang perlu ditunda atau tidak perlu. Draf revisi UU Sisdiknas terkesan amat terburu-buru, substansinya lebih mundur dari UU Sisdiknas yang ada, dan keterlibatan publik juga minim,” ujar Unifah.
Menurut Unifah, dengan mencoba prinsip omnibus law, lewat memadukan UU yang terkait, seperti UU Guru dan Dosen serta UU Pendidikan Tinggi, banyak pasal mendasar hilang atau dihilangkan sehingga berpotensi membuat kemunduran pendidikan pada masa yang akan datang. ”Kami menyarankan hasrat ingin mengubah UU Sisdiknas ditunda dulu, tetapi fokus membenahi tata kelola pendidikan dan tata kelola guru. Sebab, ini juga terkait dengan UU pemerintah daerah dan UU lain,” kata Unifah.
Perubahan UU Sisdiknas berpotensi menimbulkan kegaduhan baru yang tidak perlu dan akan segera menjadi perdebatan hukum yang berpotensi diajukan ke Mahkamah Konstitusi. ”Energi kita lebih baik diarahkan pada perbaikan sistem dan tata kelola pendidikan menghadapi disrupsi,” ujar Unifah.
Dalam undangan uji publik yang ditandatangani Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Nasional Kemendikbudristek Anindito Aditomo, Jumat (11/2/2022), digelar paparan, diskusi, dan umpan balik terkait dengan RUU Sisdiknas dalam rangka pengembangan arah kebijakan pendidikan nasional.