Potensi jalur rempah dan kekayaan rempah di Indonesia dinilai belum digarap secara optimal. Sejumlah program pun disiapkan untuk optimalisasi rempah.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemanfaatan potensi rempah berikut jalur rempah di Indonesia dinilai belum optimal. Jika pemanfaatan optimal, hal ini dapat berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan pariwisata serta mendorong pengelolaan sumber daya rempah yang berkelanjutan.
Menurut data Negeri Rempah Foundation, diperkirakan ada 400-500 jenis rempah di dunia. Sebanyak 275 jenis di antaranya ada di Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Adapun Indonesia merupakan negara pemasok rempah ke-9 terbesar di dunia. Pada 2020, nilai ekspor rempah Indonesia mencapai 1 miliar dollar AS atau setara Rp 14,6 triliun.
Kekayaan rempah dimiliki Indonesia sejak beberapa abad silam. Rempah pula yang menarik minat bangsa asing untuk datang ke Nusantara sehingga terbentuk jalur rempah. Bukti perdagangan tampak dari rempah-rempah yang digunakan untuk mengawetkan mumi di kawasan Timur Tengah zaman dulu. Rempah itu diperkirakan berasal dari Nusantara.
Jalur rempah juga merupakan jalur pengetahuan yang sangat kompleks dan penuh potensi, namun sayang belum banyak dikembangkan.
Potensi rempah Nusantara juga dinilai mengubah peta peradaban dunia. Bangsa Eropa, misalnya, membentuk peradaban berdasarkan perdagangan rempah dengan Nusantara.
Jalur rempah yang berkembang sekitar abad ke-15 dinilai bukan sekadar jalur niaga. Jalur rempah juga mendorong interaksi budaya, bahasa, ilmu pengetahuan, serta agama. Interaksi antarbangsa ini membentuk budaya bahari dan kebudayaan Indonesia masa kini.
”Jalur rempah juga merupakan jalur pengetahuan yang sangat kompleks dan penuh potensi, namun sayang belum banyak dikembangkan. Pengetahuan lokal soal tanaman endemik, misalnya, hasilnya akan luar biasa jika dikembangkan,” kata Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Hilmar Farid, Selasa (15/2/2022), pada webinar berjudul ”Jalur Rempah, Jalan Kebudayaan Menuju Sustainable Living”.
Menurut laporan Ekonomi Kebugaran Global atau Global Wellness Economy, potensi ekonomi kebugaran mencapai 4,4 triliun dollar AS pada 2020. Potensi sektor pengobatan tradisional sebesar 423 miliar dollar AS. Rempah dan jalur rempah bisa dimanfaatkan di sektor tersebut.
Kendati punya potensi rempah, Hilmar mengatakan, peran Indonesia belum signifikan di peta ekonomi kebugaran global. Partisipasi terhadap ekonomi kebugaran dinilai penting karena sejalan dengan prinsip keberlanjutan. Ekonomi kebugaran juga memperhatikan pemanfaatan keragaman hayati yang bertanggung jawab.
Atasi tantangan
Menurut Direktur Pusat Konservasi Keanekaragaman Hayati Maluku Universitas Pattimura Semuel Leunufna, tantangan budidaya dan ekspor rempah mesti segera diatasi. Tanaman pala, misalnya, mesti diremajakan ketika sudah mencapai usia 30 tahun untuk menjaga produktivitas tanaman.
Selain itu, pegiat budidaya pala mesti memperhatikan aflatoksin pada pala. Aflatoksin adalah racun yang disebabkan oleh jamur. Jamur itu muncul akibat proses pengeringan hingga penyimpanan yang tidak optimal. Hal ini memengaruhi kinerja ekspor pala.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno mengatakan, pihaknya akan mengembangkan industri gastronomi. Selain untuk mempromosikan kuliner Indonesia, industri ini diharapkan bisa mendukung peningkatan ekspor rempah. Pariwisata berbasis narasi tentang rempah juga akan dikembangkan tahun ini.
Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan Kemendikbudristek Restu Gunawan mengatakan, promosi jalur rempah akan dilakukan melalui program Muhibah Budaya. Program ini meliputi pelayaran ke 13 daerah di Indonesia untuk napak tilas jalur rempah Nusantara, seperti Banda Neira, Makassar, Maluku Utara, Banjarmasin, Pulau Bintan, dan Semarang.
Pelayaran sebenarnya direncanakan pada 2021, tetapi diundur pada 2022. Menurut rencana, pelayaran akan dimulai pada awal hingga akhir Juni 2022.