Jalur Rempah Mendorong Perkembangan Islam Nusantara
Jalur Rempah berhubungan dengan perkembangan Islam Nusantara. Perdagangan dengan bangsa asing mendorong terciptanya masyarakat yang terbuka dengan beragam budaya.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
Berkembangnya Islam Nusantara di Indonesia tak lepas dari pengaruh Jalur Rempah. Jalur ini mendorong interaksi antarbangsa dan membentuk masyarakat yang terbuka pada budaya baru, termasuk agama.
Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Azyumardi Azra mengatakan, kebangkitan Jalur Rempah terjadi di masa Dinasti Umayyah dan Abbasiyah. Kala itu, agama Islam berkembang dari sisi ajaran dan wilayah sebarannya. Islam berkembang hingga ke daratan China, Afrika Utara, hingga ke Nusantara.
Para pedagang Arab tiba di Nusantara sebelum bangsa Eropa. Pedagang Arab diperkirakan tiba di Sriwijaya pada abad ke-7 hingga ke-8. ”Di Jalur Rempah ada pertukaran ilmu, budaya, dan agama, tidak hanya trading atau menukar komoditas rempah,” ucap Azyumardi pada diskusi daring, Sabtu (9/10/2021).
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Ahmad Samian menjemur buah palanya di depan rumah di Kampung Lonthoir Pulau Banda Besar, Kepulauan Banda, Maluku, Rabu (26/4). Mayoritas warga Pulau Banda Besar penghasilan utamanya dari berkebun pala.
Jalur Rempah umumnya berpusat di wilayah pesisir. Perdagangan dengan bangsa asing mendorong kerajaan di wilayah itu membangun jaringan internasional. Hal itu memengaruhi munculnya kosmopolitanisme.
Di Jalur Rempah ada pertukaran ilmu, budaya, dan agama, tidak hanya trading atau menukar komoditas rempah.
Azyumardi menjabarkan kosmopolitanisme sebagai pengakuan terhadap keberagaman. Dalam konteks Jalur Rempah, keberagaman menyangkut interaksi budaya Nusantara dengan bangsa asing, seperti akulturasi kuliner, bahasa, hingga cara berpakaian.
”Perdagangan memunculkan kosmopolitanisme. Ini membuat kehidupan (masyarakat) terbuka, reseptif, dan berorientasi ke luar. Orang-orang terbuka untuk berinteraksi tanpa dasar kecurigaan atau permusuhan karena interaksi akan mendatangkan manfaat bagi semua pihak, baik dalam ekonomi maupun sosio-kultural,” tutur Azyumardi.
Ia menambahkan, kosmopolitanisme berpengaruh terhadap terbentuknya Islam wasatiyah atau ”Islam jalur tengah”, yakni Islam yang moderat dan toleran. Adapun Islam Nusantara toleran terhadap keragaman dan kebudayaan.
Orang Melayu
Menurut dosen Sejarah Peradaban Islam UIN Raden Intan Lampung, A Rahman Hamid, dalam konteks perdagangan rempah, orang Melayu berperan dalam penyebaran Islam di Nusantara bagian timur. Peran mereka signifikan di abad ke-16 dan ke-17.
Setelah Pelabuhan Malaka ditaklukkan Portugis pada tahun 1511, orang Melayu migrasi ke daerah timur, seperti Makassar dan Bima. Lokasi itu dipilih karena mereka sudah mengenalnya saat berdagang rempah.
Peran orang Melayu di Makassar tidak hanya sebagai pelaut dan pedagang rempah. Mereka juga dipercaya raja Kesultanan Gowa menjadi Syahbandar Gowa-Tallo hingga masa Sultan Hasanuddin. Mereka juga menyiarkan agama Islam di Sulawesi Selatan. ”Orang Melayu juga dipercaya sebagai juru tulis sultan, seperti Enci’ Amin,” kata Rahman.
Kompas
Naskah Kuno Islam Nusantara - Petugas bidang perlindungan Museum Sri Baduga, Bandung, Jawa Barat, memeriksa kondisi fisik naskah kuno bertuliskan arab yang menjadi salah satu benda cagar budaya yang baru diterima menjadi koleksi museum, Jumat (3/7). Naskah kuno yang berisi mengenai fikih Islam dan diperkirakan berumur lebih dari 150 tahun ini ditulis di atas kertas dari kulit pohon saeh. Pihak museum hingga kini masih berusaha mencari data pasti mengenai usia serta asal usul naskah ini dibuat sebagai kelengkapan data koleksi.
Peran orang Melayu terhadap penyebaran Islam juga terjadi di Bima. Pada tahun 1605, disebutkan bahwa pedagang dan mubalig Melayu menyebarkan Islam di Bima pada masa pemerintahan Raja Manuru Sarehi.
Sebelumnya, Wakil Rektor I Universitas Indonesia Abdul Haris mengatakan, wacana Islam Nusantara baru diperkenalkan pada 2015. ”Namun, sejatinya Islam Nusantara telah ada di wilayah Kepulauan Asia Tenggara berabad-abad sebelumnya,” katanya pada simposium Cosmopolitanism of Islam Nusantara: Spiritual Traces and Intellectual Networks on the Spice Route, akhir Agustus 2021.
Munculnya Islam Nusantara tak lepas dari peranan Jalur Rempah. Ia mengatakan, ada tiga makna penting Jalur Rempah yang patut disorot. Pertama, bukti kemampuan Nusantara dalam menjelajah dan menjadi bagian masyarakat dunia. Kedua, Jalur Rempah sebagai jalur kebudayaan yang mendorong interaksi antarbudaya. Ketiga, membentuk jejaring spiritual dan intelektual Nusantara dengan bangsa lain.