Transisi Kurikulum 2013 Menjadi Kurikulum Merdeka Tidak Memaksa Sekolah
Krisis pembelajaran di Indonesia terjadi selama 20 tahun dan diperparah dengan pandemi Covid. Perubahan kurikulum disiapkan sebagai strategi memitigasi krisis pembelajaran.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Dalam dua tahun ke depan, pemulihan pembelajaran akibat pandemi Covid-19 yang menyebabkan ketertinggalan pembelajaran (learning loss) rata-rata enam bulan pembelajaran harus diatasi. Pendidikan pasca-pandemi Covid-19 di Indonesia harus dapat mengatasi krisis belajar yang hampir 20 tahun terjadi dengan tujuan untuk pemulihan pendidikan dari ketertinggalan pembelajaran dan peningkatan kualitas pendidikan.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim pada Jumat (11/2/2022), mengumumkan strategi Kemendikbudristek untuk pemulihan pendidikan yang juga akan berdampak pada peningkatan pendidikan Indonesia yang relevan untuk masa depan lewat kebijakan Merdeka Belajar Episode 15: Kurikulum Merdeka dan Platform Merdeka Mengajar. Pemerintah menyiapkan transisi perubahan Kurikulum 2013 yang lebih sederhana dan fleksibel menjadi Kurikulum Merdeka (sebelumnya Kurikulum Prototipe) di tahun 2024 serta pendampingan guru dan kepala sekolah untuk mampu mengimplementasikan Kurikulum Merdeka lewat platform digital.
Nadiem menekankan pentingnya penyederhanaan kurikulum yang sudah dimulai di awal pandemi pada 2022 dalam bentuk kurikulum dalam kondisi khusus yang dinamakan Kurikulum Darurat. ”Penyederhanaan Kurikulum Darurat ini efektif memitigasi ketertinggalan pembelajaran pada masa pandemi Covid-19,” kata Nadiem.
Rata-rata learning loss di Indonesia selama masa pandemi Covid-19 sekitar 5-6 bulan. Namun, di daerah 3T bisa mencapai 8-10 bulan akibat pembelajaran terhenti dan pembelajaran jarak jauh tidak bisa dilakukan optimal. Kondisi ini memperparah krisis pendidikan di Indonesia yang sebenarnya terjadi dalam kurun 20 tahun ini, yang terlihat dari skor PISA untuk literasi, numerasi, dan sains yang rendah. Sekitar 70 persen siswa Indonesia mencapai kompetensi di bawah minimum untuk literasi dan numerasi.
Pemerintah akan menyiapkan angket untuk membantu satuan pendidikan menilai tahapan kesiapan dirinya menggunakan Kurikulum Merdeka.
Namun, lewat pemberlakuan Kurikulum Darurat sebagai opsi Kurikulum 2013 di masa pandemi selama dua tahun ini, ternyata bisa memitigasi learning loss. Ada sekitar 31 persen sekolah yang secara sadar memilih Kurikulum Darurat yang lebih sederhana materinya dari Kurikulum 2013. Hasilnya, yang memakai Kurikulum 2013 mengalami learning loss sekitar lima bulan, dengan Kurikulum Darurat berkisar satu bulan.
Efektivitas Kurikulum Darurat, kata Nadiem, semakin menguatkan pentingnya perubahan rancangan dan strategi implementasi kurikulum secara lebih komprehensif. Arah perubahan kurikulum yang termuat dalam Merdeka ini adalah struktur kurikulum yang lebih fleksibel, fokus pada materi yang esensial, memberikan keleluasaan bagi guru menggunakan berbagai perangkat ajar sesuai kebutuhan dan karakteristik peserta didik, serta aplikasi yang menyediakan berbagai referensi bagi guru untuk terus mengembangkan praktik mengajar secara mandiri dan berbagi praktik baik.
Sekolah bebas memilih
Dalam pemulihan pembelajaran saat ini, ujar Nadiem, satuan pendidikan diberikan kebebasan menentukan tiga kurikulum yang akan dipilih atau tidak dipaksakan. Pilihan pertama, Kurikulum 2013 secara penuh, pilihan kedua Kurikulum Darurat, yaitu Kurikulum 2013 yang disederhanakan, dan pilihan ketiga adalah Kurikulum Merdeka.
”Untuk itu, pemerintah akan menyiapkan angket untuk membantu satuan pendidikan menilai tahapan kesiapan dirinya menggunakan Kurikulum Merdeka,” ujar Nadiem.
Menurut Nadiem, pemilihan untuk meluaskan implementasi uji coba Kurikulum Merdeka di luar 2.500 sekolah penggerak (TK-SMA/SMK) justru belajar dari pengalaman selama ini mengenai perubahan kurikulum di Indonesia. Untuk menerapkan kurikulum baru membutuhkan waktu dan adaptasi, serta berdasarkan data, masukan, dan umpan balik konstituen terpenting di pendidikan adalah guru dan kepala sekolah.
Selama dua tahun ke depan menjadi transisi untuk perubahan kurikulum nasional. Pendekatan untuk menuju perubahan kurikulum secara nasional ke Kurikulum Merdeka dilakukan dengan memberikan pilihan/opsi ke sekolah yang utamanya untuk memulihkan pembelajaran atau mengatasi ketertinggalan.
”Saat ini Kurikulum Merdeka sebagai opsi dan penerapan bertahap. Tapi sampai akhir untuk sampai pada perubahan kurikulum nasional di tahun 2024, butuh umpan balik dari guru, kepala sekolah, siswa, orangtua, hingga pengamat pendidikan untuk menyempurnakan Kurikulum Merdeka,” ujar Nadiem.
Nadiem mengatakan, dengan pendekatan opsi dan sukarela, ada jeda waktu tiga tahun untuk sekolah siap berubah. Hal ini mengurangi stres dan rasa khawatir bagi guru dan sekolah untuk cepat berubah, padahal masih ada dampak pandemi yang harus diatasi.
”Saya yakin melalui perubahan sistematis dan bertahap untuk mentrasnformasi pendidikan, akan jadi jauh lebih terukur dengan data benar, tidak terburu-buru, dalam mencapai tujuan Merdeka Belajar,” jelas Nadiem.
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, mendukung penuh langkah Kemendikbudristek yang akan melaksanakan kebijakan Kurikulum Merdeka mulai tahun 2022 sebagai upaya pemulihan pembelajaran. ”Saya yakin kurikulum ini mampu mendorong pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan siswa serta memberi ruang yang lebih luas pada pengembangan karakter dan kompetensi dasar,” kata Yaqut.
Wakil Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian mengatakan, Kurikulum Merdeka merupakan transformasi pembelajaran yang penting, tidak saja dalam menghadapi pendidikan pascapandemi, tapi juga untuk menghadapi situasi dunia yang terus berubah sesuai dengan perkembangan zaman. ”Saya percaya setiap anak itu unik. Oleh karena itu, pendekatan yang holistik fleksibel dan fokus pada kompetensi anak adalah kunci untuk mengembangkan anak secara maksimal demi cita-cita yang ingin mereka raih,” kata Hetifah.