Jarak yang Mendekatkan
Pameran "Ring Project: Metaphor About Islands" merupakan wadah bagi seniman untuk berkolaborasi melampaui batas ruang. Seniman dari berbagai negara dan daerah memadukan gagasannya dan berkesnian bersama.
Para seniman di pameran Ring Project: Metaphor About Islands terpisah oleh pulau, laut, dan zona waktu. Ada yang tinggal di Sulawesi, Jawa, Nusa Tanggara Timur, bahkan di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Namun, dorongan untuk berkesenian bersama melampaui batasan-batasan tersebut.
Pameran itu mereka gelar di Ruang Sanken, Museum Nasional, Jakarta. Untuk sampai ke ruang pameran, pengunjung bisa naik melewati ramp, lalu turun di ruangan dengan langit-langit tinggi. Di ruangan itu ada sejumlah instalasi seni hasil kolaborasi para seniman. Tepatnya ada 41 seniman dan kolektif seni dari berbagai daerah di Indonesia, Vietnam, Malaysia, Kamboja, Nepal, Bangladesh, dan Taiwan.
Pengunjung juga bisa melewati gang kecil di tepi ramp. Lebar gang sekitar satu meter. Jika berpapasan dengan pengunjung lain dari arah berseberangan, keduanya harus berjalan seperti kepiting agar bisa lewat.
Gang ini, menurut penyelenggara dan para seniman, mirip kampung seni. Di sisi kanan gang ada pintu menuju ruang-ruang tersembunyi di balik dinding, sedikitnya ada lima ruangan. “Ini RT 01, di sebelahnya RT 02, RT 03, dan seterusnya,” kata penyelenggara pameran sambil menunjukkan ruangan-ruangan di gang.
Ruangan-ruangan itu juga bagian dari area pameran. Salah satu ruangan dibiarkan polos tanpa dekorasi. Di sudut ruangan ada alat pemutar pita seluloid. Alat itu dioperasikan di jam-jam tertentu untuk memutar video berdurasi 37 menit 18 detik.
Video tersebut menampilkan sejumlah obyek yang digambar tangan di atas pita seluloid. Susilo Nofriadi, salah satu seniman yang menggarap karya ini, pada pembukaan pameran, Minggu (9/1/2022), mengatakan, obyek yang digambar berupa 20-an pulau yang pernah jadi lokasi pengasingan di dunia. Beberapa di antaranya ada di Indonesia, yaitu Pulau Buru dan Boven Digoel.
Pulau-pulau itu digambar di atas pita seluloid dengan beragam alat, seperti spidol dan gerinda yang biasanya digunakan untuk manikur. Penggunaan gerinda menyebabkan pita seluloid tergores-gores. Ketika pita diputar, goresan itu membuat efek seperti hujan.
Baca juga: Metaphor About Islands”, Kolaborasi 41 Seniman Dalam dan Luar Negeri
Karya berjudul In Search of Lost Time ini merupakan karya kolaboratif. Karya ini dibuat oleh Susilo dan Ugeng T Moetidjo, seniman dari Jakarta, bersama Sanggar Seni Rupa Kontemporer dari Bandung.
Dibutuhkan 24 frame pita seluloid untuk menayangkan video berdurasi satu detik. Artinya, mereka mesti menggambar di 53.712 frame pita seluloid berukuran 0,7 sentimeter kali 1 sentimeter untuk video berdurasi 37 menit 18 detik. Proses pengerjaan memakan waktu sekitar 2,5 bulan.
“Karya serupa sebenarnya pernah dikerjakan sekitar tahun 1970-an sampai awal 1980-an. Menurut saya, menarik untuk menghadirkan keterampilan menggambar di pita seluoid berukuran 0,7 sentimeter kali 1 sentimeter,” ucap Ugeng, salah satu seniman kreator karya ini, pada konferensi pers, Jumat (7/1/2022).
Pita seluloid yang digunakan diperoleh dari toko loak. Pita itu sejatinya menampilkan film Tokyo Expo 70 R3. Susilo mengatakan, pita seluloid melambangkan memori. Itu sebabnya pita seluloid dipilih sebagai media berkesenian.
Sampah
Di ruangan lain, ada instalasi seni karya kolektif seni dari Jakarta, It’s in Your Hand Collective, bersama sejumlah seniman dari Taipei. Karya berjudul Future Alchemy ini menampilkan antara lain video animasi dengan nuansa biru yang melambangkan air.
Video itu mengimajinasikan kota Jakarta di masa depan yang tenggelam karena penurunan muka tanah. Museum Nasional digambarkan tenggelam. Di bagian luar museum ada makhluk serupa hewan laut yang sedang berenang. Makhluk tersebut terbuat dari plastik.
“Mikroplastik kini sudah masuk ke kehidupan kita, bahkan ada di laut, air minum, hingga dikonsumsi ikan,” kata perwakilan It’s in Your Hand Collective.
Baca juga: Jalan Kreatif di Lorong Sempit
Selain plastik, sejumlah sampah pun mengotori laut di berbagai negara. Isu ini kemudian diangkat oleh seniman dari Taipei, Rahic Talif, bersama kolektif seni dari Sukabumi, Volume Escape. Karya mereka diberi judul The Message.
The Message berupa instalasi perahu dari sampah balok kayu. Ada pula sejumlah sampah laut seperti boneka, botol plastik, kemasan pasta gigi, ranting, hingga sandal. Sampah-sampah itu dikumpulkan dari Pantai Loji di Sukabumi.
Perwakilan Volume Escape, Destry, mengatakan, mereka ingin menyampaikan pesan soal krisis lingkungan karena ini merupakan masalah bersama, bukan masalah satu negara saja. Pesan itu disampaikan pula melalui patung perempuan pada instalasi mereka. Patung tersebut melambangkan dewi laut yang merupakan folklor di Sukabumi dan Taipei.
Pameran kolaboratif
Pameran Ring Project: Metaphor About Islands dibuka pada 9 Januari 2022 dan akan berlangsung hingga 21 Januari 2022. Pameran ini merupakan bagiand ari Jakarta Bienalle 2022. Menurut Direktur Program Jakarta Biennale 2021 Farah Wardani, kerja kolektif para seniman mesti diwadahi. Kolektivisme seni dinilai menjadi paradigma baru dalam pekerjaan seni kontemporer.
”Kolektivisme atau kerja kolektif dalam seni juga menjadi bagian masa depan seni, baik di Indonesia maupun dunia. Itu juga bagian dari gerakan sosial, ekonomi, dan budaya sekarang,” ucap Farah.
Sementara itu, ko-kurator pameran dari Taiwan Sandy Hsiu-chih Lo mengatakan, salah satu hal penting dari pameran ini adalah koneksi dan pertemanan. Pameran menjadi wadah untuk berdialog dan berbagi dunia.
Baca juga: Karantina, Bea Cukai, hingga Kendala Bahasa di Pameran Seni