”Metaphor About Islands”, Kolaborasi 41 Seniman Dalam dan Luar Negeri
Pameran Ring Project: Metaphor About Islands menampilkan 22 instalasi seni di Museum Nasional, Jakarta. Semuanya adalah karya puluhan seniman dan kolektif seni dari Indonesia dan negara-negara tetangga di Asia.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 41 seniman dan kolektif seni dari berbagai daerah di Indonesia dan negara-negara Asia berkolaborasi dalam proyek seni bertajuk Ring Project. Karya kolaboratif mereka akan dipublikasi dalam pameran seni rupa bertema Metaphor About Islands.
Sebanyak 20 seniman dan kolektif (kelompok) seni berasal dari Thailand, Vietnam, Malaysia, Kamboja, Nepal, India, Bangladesh, dan Taiwan. Mereka dipasangkan dengan 22 kolektif seni lokal yang antara lain berasal dari Sukabumi, Surabaya, Yogyakarta, Makassar, Maumere, Nganjuk, Jakarta, dan Palu.
Para kolektif seni dari Indonesia merupakan peserta Gudskul Studi Kolektif dan Ekosistem Seni Rupa Kontemporer angkatan 2020/2021. Gudskul merupakan platform studi kolektif bagi seniman sekaligus wadah ekosistem seni rupa kontemporer. Program studi kolektif ini berjalan sejak Maret 2021, kemudian dilanjutkan dengan proyek kolaborasi dengan puluhan seniman dan kolektif seni luar negeri.
Karya seni mereka akan ditampilkan dalam pameran Ring Project: Metaphor About Islands yang dibuka pada 9 Januari 2022. Publik dapat mengunjungi pameran itu secara gratis hingga 21 Januari 2021 di Ruang Sanken, Museum Nasional, Jakarta. Adapun pameran ini hanya menampilkan 41 dari 42 seniman dan kolektif seni karena satu peserta mengundurkan diri.
”Menjodohkan’ 40-an entitas seni ini tantangan besar buat kami sebagai fasilitator. Selain berkomunikasi secara reguler melalui Zoom, kami juga mendorong agar mereka mengadakan pertemuan sendiri. Pihak kami ikut menemani untuk menjembatani komunikasi yang tidak lancar (karena kendala bahasa),” kata Kepala Sekolah Gudskul MG Pringgotono di Jakarta, Jumat (7/1/2022).
Kolektivisme atau kerja kolektif dalam seni juga menjadi bagian masa depan seni, baik di Indonesia maupun dunia
Pameran Ring Project: Metaphor About Islands sekaligus menjadi bagian dari Jakarta Biennale 2021, ajang seni rupa dua tahunan di Jakarta, yang berlangsung sejak November 2021 hingga 21 Januari 2022. Jakarta Biennale 2021 mengusung tema ”Esok”. Ada 38 seniman Indonesia dan belasan seniman luar negeri yang terlibat di Jakarta Biennale 2021.
Direktur Program Jakarta Biennale 2021 Farah Wardani mengatakan, kerja kolektif seni mesti diwadahi. Kolektivisme seni dinilai menjadi paradigma baru dalam pekerjaan seni kontemporer.
”Kolektivisme atau kerja kolektif dalam seni juga menjadi bagian masa depan seni, baik di Indonesia maupun dunia. Itu juga bagian dari gerakan sosial, ekonomi, dan budaya sekarang,” ucap Farah.
Menurut ko-kurator pameran dari Taiwan, Sandy Hsiu-chih Lo, sebagai negara kepulauan terluas di dunia, tiap pulau di Indonesia memiliki pengalaman historis yang lebih kurang serupa. Peradaban di pulau dipengaruhi oleh perdagangan, migrasi, dan budaya. Hubungan antarpulau di Asia, kata Sandy, mirip dengan apa yang terjadi di Pulau Jawa. Tantangan yang dihadapi pulau-pulau di dunia di masa kini pun lebih kurang sama, salah satunya perubahan iklim.
”Metaphors About Islands menggunakan imajinasi metaforis pulau untuk memetakan Asia bagian dalam dan hubungannya di dunia,” kata Sandy. ”Tema ini bukan upaya membangun identitas kolektif Nusantara (di) laut Asia Tenggara, melainkan upaya untuk berdialog serta mempertimbangkan pluralisme dalam narasi artistik,” tambahnya.
Upaya menjembatani keberagaman dilakukan oleh Destry, seniman dari Sukabumi yang tergabung dalam kolektif seni Volume Escape. Ia dan rekan-rekannya berkolaborasi dengan seniman dari Taiwan. Mereka menemukan bahwa Indonesia dan Taiwan sama-sama memiliki folklor soal dewi laut. Sosok dewi laut pun dijadikan bagian dari instalasi seni mereka.
”Kami membuat satu patung untuk representasi dewi laut. Ada pula sandal dan sampah-sampah lain yang ditemukan di sekitar pantai (di instalasi seni). Ini untuk menunjukkan krisis lingkungan yang sedang kita hadapi,” ucap Destry.
Sementara itu, pihak Baan Nork, kolektif seni dari Thailand, mengatakan, perbedaan budaya hingga bahasa pasti ditemukan selama proses kolaborasi. Untuk itu, masing-masing pihak mesti meluangkan waktu dan pikiran untuk memahami satu sama lain.
Seniman dari Makassar, Adrian, mengatakan, mulanya ia dan teman-temannya kesulitan berkomunikasi dengan rekannya di Nepal. Selain terpisah jarak ribuan kilometer, mereka pun berada di zona waktu yang berbeda.
”Untuk mencairkan suasana, kami rutin nongkrong dan ngobrol bersama (secara daring), bahkan memasak dan makan online bareng,” kata Adrian yang juga bagian dari kolektif seni SIKU Ruang Terpadu.