SMK Mbangun Desa Membuka Jalan Kolaborasi Sekolah dan Desa
Mayoritas SMK berada di desa yang jauh dari pabrik/industri. Namun, tiap tahun lulusannya berbondong-bondong digiring ke kota supaya bisa bekerja di industri. Padahal, desa berpotensi menjadi sandaran hidup mereka.
Pandemi Covid-19 menghantam sebagian besar dunia industri di kota. Banyak pekerja jadi pengangguran, termasuk alumni sekolah menengah kejuruan, yang terpaksa kembali ke desa dan biasanya bingung untuk berkegiatan yang produktif.
Di sinilah gerakan Sekolah Menengah Kejuruan atau SMK Mbangun Desa yang dicetuskan sebelum pandemi, membuktikan arti penting generasi muda berkiprah dan membangun usaha di desa. Itu dimulai ketika SMK membuka diri pada pihak desa, lalu mencoba untuk berbicara dari hati ke hati, muncullah berbagai ide kolaborasi.
Seperti ditunjukkan SMK Negeri 1 Kedawung di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, yang di tahun 2021 bersilaturahmi ke beberapa desa untuk mulai mengimplementasikan gerakan SMK Mbangun Desa. Sekolah pertanian yang terkenal dalam pengembangan kelengkeng, durian montong, dan jambu kristal ini, mencoba menemukan peluang untuk berkontribusi bagi kemajuan desa.
Pendekatan pihak SMKN 1 Kedawung pun berbuah manis. Kepala Desa Kaliwedi, Kecamatan Gondang, Daryono tertarik untuk mengembangkan perkebunan kelengkeng jenis itoh super. Harga jualnya Rp 35.000 per kilogram, pembeli bisa datang dan memetik sendiri di kebun maupun membeli secara daring. Bahkan, perkebunan kelengkeng ini dikembangkan oleh badan usaha milik desa (bumdes).
Masih banyak potensi di perkebunan, perikanan, peternakan, dan pertanian. Jika mau diolah, bisa maju. Lulusan SMK tetap bisa bekerja di desanya.
”Tadinya warga yang diajak supaya di tiap rumah menanam kelengkeng, tidak antusias. Soalnya, mereka sudah pernah menanam kelengkeng, tapi hasil buahnya tidak seperti yang diharapkan sehingga tidak memberi nilai ekonomi,” ujar Daryono.
Kepala SMKN 1 Kedawung SMK Budi Isnani dan tim tinggal ”membuka pintu” sekolah untuk bisa didatangi aparat desa dan warga guna melihat bukti nyata yang ditanam di kebun sekolah. SMK ini sukses membudidayakan kelengkeng jenis itoh super yang masa panennya bisa diatur. Hasil buah lainnya pun bagus dan laris manis diminati masyarakat.
Baca juga : Sinergi SMK-Desa Mendorong Siswa Tak Berorientasi ke Kota
Sekolah kelimpungan memenuhi permintaan buah-buahan dari kebunnya. Dengan semangat gerakan Mbangun Desa atau membangun desa, diajaklah desa-desa sekitar bermitra memenuhi permintaan pasar.
Ada desa yang diberi bantuan buah duren montong, sedangkan desa lain di dekat sekolah yang lahan terbatas diberi bibit anggur. Desa Kaliwedi jadi percontohan agrowisata untuk kelengkeng.
Tempat magang siswa
Menurut Daryono, Desa Kaliwedi dan SMKN 1 Kedawung membuat perjanjian kerja sama. Ada kebutuhan 1.000 pohon kelengkeng untuk perkebunan Bumdes, lalu ada program satu pohon kelengkeng untuk 1.500 rumah.
”Kami bisa mendapat membeli bibit pohon dengan murah. Kami berharap nanti siswa juga bisa praktik kerja di kebun-kebun kelengkeng yang akan dikembangkan warga. Kami berharap bisa mengembangkan desa wisata kelengkeng. Soalnya sudah ada wisata waterboom,” kata Daryono.
Dengan anggaran dana desa yang dikelola baik, misalnya, Bumdes Desa Kaliwedi bisa mendapatkan pemasukan Rp 90 juta-Rp 100 juta per bulan dari waterboom. Belum lagi dari pemasangan layanan internet nirkabel (WiFi) desa dan kebun kelengkeng.
”Tadinya pendapatan desa hanya Rp 40 juta per tahun. Sekarang sudah bisa mencapai Rp 500 juta dari pengembangan bumdes. Target kami bisa dikembangkan lagi menjadi lebih dari Rp 1 miliar,” jelas Daryono.
Menurut Daryono, gerakan SMK Mbangun Desa yang ditawarkan SMKN 1 Kedawung terasa manfaatnya. ”Desa ini sebuah ”perusahaan” yang belum diolah. Masih banyak potensi di perkebunan, perikanan, peternakan, dan pertanian. Jika mau diolah bisa maju. Lulusan SMK tetap bisa bekerja di desanya,” kata Daryono.
Kiprah gerakan SMK Mbangun Desa juga mulai dirasakan Desa Kalibagor, Kecamatan Kalibagor, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Ajakan SMKN 1 Kalibagor yang memiliki kompetensi di pertanian ini membangunkan potensi desa yang sempat tertidur. Ada embung Kalibagor di lokasi SMKN 1 Kalibagor yang dulu dibuat bersama Desa Kalibagor, namun terlantar.
Baca juga : Sekolah Menengah Kejuruan Diajak Membangun Desa
Pancingan dari Marlock, penggagas gerakan SMK Mbangun Desa supaya SMK di desa bisa membuka ruang dialog dan kolaborasi, disambut antusias oleh Kepala SMKN 1 Kalibagor Indriyani Rokhmaningsih dan Kepala Desa Kalibagor Slamet Riyanto. Desa Wisata Kalibagor mulai terwujud dengan kontribusi SMK yang memiliki sumber daya dan SDM untuk mendukung pengembangan wisata edukasi dan lingkungan yang berpusat di embung Kalibagor.
Desa Wisata Kalibagor menawarkan pemandangan embung berukuran 90 meter x 40 meter di lokasi sekolah dan lahan desa seluas 17 hektar yang sempat terlantar sebagai desa eduwisata. Masyarakat bisa menikmati embung yang dipenuhi ikan tawar, lalu bisa berperahu mengelilingi embung. Lalu, ada wisata kebun kelengkeng dan permainan uji nyali berseluncur dengan tali.
”Kolaborasi dengan SMK Kalibagor yang kuat di pertanian ini membantu pengembangan desa wisata Kalibagor. Pokoknya, niatnya sama untuk bisa membuat desa maju. Masyarakat makin kenal SMKN 1 Kalibagor, nanti siswa dan guru juga bisa berkontribusi dengan keahlian yang ada,” kata Slamet.
Ketika desa terus berkembang, ujar Slamet, peningkatan kebutuhan tenaga kerja bisa disediakan dari lulusan SMK. Pengembangan usaha juga semakin terbuka yang bisa dilirik lulusan SMK yang hendak mandiri dan tetap tinggal di desa.
Indriyani Rokhmaningsih mengatakan gerakan SMK Mbangun Desa mendorong SMK untuk bisa proaktif membuka diri ke pihak desa. Sinergi awalnya dimulai dari langkah sederhana, dengan melibatkan siswa dan guru.
Saat pandemi Covid-19, banyak perempuan di Desa Kalibagor yang kesulitan mendapatkan penghasilan. ”Kami bicara dengan kepala desa untuk menyatukan visi dan misi membantu masyarakat. Akhirnya, lahan parkir di depan parkir sekolah bisa dimanfaatkan untuk jualan warga dan siswa untuk bisa mendapatkan penghasilan,” kata Indriyani.
Sekolah yang memiliki guru dengan berbagai keahlian di bidang pertanian juga mendukung pengembangan lahan pertanian desa di sekitar embung yang ada banyak pohon kelengkeng telantar. Pengembangan desa eduwisata yang didukung pihak Desa Kalibagor, bumdes, dan SMK secara tak langsung juga mendorong anak-anak usia dini untuk mengenal SMK pertanian agar ada regenerasi petani di desa.
Kepala SMK Kristen Pedan di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Theresia Retno Widyastuti merasa terinspirasi dengan gagasan SMK Mbangun Desa untuk mulai membuka diri pada desa-desa asal anak. ”Kami mulai datang atau sowan, hal yang tidak terpikir. Ada pihak desa yang antusias, ada yang menanggapi siswa di desa ini lebih suka cari sekolah negeri. Tapi kami tetap bersemangat,” kisahnya.
Silaturahmi ke pihak desa ini, ujar Retno, juga untuk menjangkau lulusan SMP supaya tidak putus sekolah. Apalagi sekolah punya program untuk membantu siswa dari keluarga tidak mampu lainnya.
Sekolah ini juga mulai memberikan pelatihan kepada warga sekitar desa. Sekolah terinspirasi untuk bersinergi dengan berbagai desa untuk meningkatkan hasil pertanian organik dan peternakan. SMK Kristen Pedan mengembangkan inovasi mesin untuk penggilingan kotoran ternak yang dapat diubah jadi kompos untuk pertanian organik. Alat ini sekaligus dapat menghaluskan rumput untuk makanan ternak kambing dan sapi.
Kepala SMK Muhammadiyah 1 Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, Bambang Sahana memakai gerakan SMK Mbangun Desa untuk menjadi program pengabdian sekolah pada masyarakat. Di masa pandemi, ketika bandwidth sekolah tidak terpakai optimal, sekolah memanfaatkannya untuk menyediakan WiFi gratis di desa yang dekat sekolah. WiFi itu bermanfaat untuk mendukung urusan kantor desa dan belajar siswa di desa.
”Kami berdialog dan mencoba menangkap kebutuhan desa. Di sekolah ada beberapa program keahlian yang bisa disumbangkan ke masyarakat desa. Pelatihan untuk bengkel atau belajar menyetir, bisa disumbangkan sekolah. Lama-kelamaan sekolah jadi dikenal masyarakat dan bisa jadi pilihan untuk melanjutkan pendidikan bagi siswa SMP,” kata Bambang.
Gerakan mandiri
Gerakan SMK Mbangun Desa yang hampir tiga tahun ini dijalankan secara mandiri dan sukarela oleh sejumlah SMK negeri dan swasta mulai memberikan dampak. Ketika SMK membuka diri akan potensi keahliannya serta mengajak masyarakat desa memanfaatkan sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan di sekolah untuk pemberdayaan, berbagai program sinergi muncul guna meningkatkan perekonomian desa serta memberi manfaat bagi siswa sebagai generasi penerus di desa.
Founder/Penggagas SMK Mbangun Desa Marlock mengatakan, faktanya SMK banyak berlokasi di desa dengan siswa, guru, kepala sekolah, dan orangtua di desa. Akibat link and match senantiasa berorientasi pada industri yang umumnya banyak di kota, SMK di desa yang jauh dari dunia usaha dan industri pun tidak mampu keluar dari jebakan pemikiran tersebut. Padahal, SMK di desa itu bagian dari infrastruktur desa dan bisa berkontribusi untuk bersama-sama desa mengembangkan industri desa, yakni usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Marlock yang juga pendiri Forum Peduli Pendidikan dan Pelatihan Menengah Kejuruan Indonesia (FP3MKI) mengatakan, tidak salah ketika SMK sebagian besar berpikir tentang industri. Namun, realitasnya banyak SMK di desa yang tidak bisa terhubung ke industri. Selain itu, lulusan SMK juga tidak semua mau merantau ke luar desa/daerah, lalu jadi pengangguran di desa akibat tidak disiapkan untuk bisa hidup mandiri dan sejahtera di desa.
Marlock mengingatkan tujuan SMK seharusnya sekolah menghapus kemiskinan. Hal ini tidak cukup dengan ijazah dan sertifikasi. ”Program SMK Pusat Keunggulan harus bisa dikembangkan untuk menjawab tantangan riil di masyarakat yang dihadapi siswa. Tidak cukup hanya untuk menyiapkan siswa menjadi pekerja dengan upah rendah,” kata Marlock.