Rekrutmen Guru PPPK Membawa Masalah bagi Sekolah Swasta dan Sekolah Negeri
Ribuan guru honorer sekolah swasta akan bermigrasi ke sekolah negeri setelah lolos tes menjadi aparatur sipil negara. Mereka menggantikan ribuan guru honorer yang telah mengabdi lama di sekolah-sekolah negeri.

Para guru honorer Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, melakukan aksi damai di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kuningan, Jakarta, Senin (11/1/2021). Mereka meminta KPK mengusut kasus jual beli jabatan dan proyek toilet sekolah senilai Rp 96,8 miliar di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, karena telah mencederai rasa keadilan dan pengabdian guru honorer yang digaji kurang dari setengah upah minimum Kabupaten Bekasi 2021.
Rencana pengangkatan satu juta guru aparatur negeri sipil berstatus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja atau PPPK tahun 2021 disebut sebagai catatan historis dalam pengangkatan guru honorer yang tak kunjung selesai di negeri ini. Sayangnya, niat baik pemerintah justru tak menyasar tujuan awal membenahi karut-marut nasib guru honorer yang dibiarkan mengabdi hingga puluhan tahun tanpa kejelasan status dan kesejahteraan.
Justru, masalah baru timbul, sekolah swasta menghadapi kenyataan ribuan guru bermigrasi ke sekolah negeri. Sementara itu, sekolah negeri kehilangan guru honorer yang telah mengabdi lama.
Sekolah swasta dan sekolah negeri menjerit karena tarik-menarik guru membuat siswa terlantar saat pembelajaran tatap muka baru saja dibuka. Apalagi, tahun ini juga dicanangkan sebagai waktu pemulihan pendidikan akibat pandemi Covid-19.
Implementasi rekrutmen PPPK tahap 1 dan tahap 2 mengakibatkan nasib guru-guru honorer sekolah negeri tetap tak jelas nasibnya. Mereka tersingkir dari sekolah tempat selama ini mengabdi dengan gaji jauh di bawah upah minimum regional.
Ribuan guru honorer sekolah negeri di tahap 1 rekrutmen memenuhi skor passing grade, tapi tak mendapat formasi. Ketika bersaing di tahap 2, mereka kalah dengan guru sekolah swasta dan sarjana pendidikan bersertifikat pendidik yang mendapat afirmasi tinggi.
Bagi guru swasta bersertifikat, menjadi guru PPPK meskipun statusnya kontrak, tetaplah lebih menjanjikan dari sisi kesejahteraan dan pengembangan karir. Padahal, sebagai guru bersertifikat, mereka sudah mendapat tambahan gaji sebesar satu kali gaji PNS setiap bulannya. Nyatanya, ribuan guru swasta bahkan kepala sekolah swasta lebih mengejar status mengajar di sekolah negeri.
Berjibaku mencari guru
Kepala SMK PGRI 2 Kediri, Jawa Timur, Harun, sempat merasa gundah ketika mengetahui 33 guru di sekolah kejuruan bidang bisnis manajemen tersebut mengikuti seleksi tahap 2 guru PPPK pada akhir tahun 2021. Pendaftaran secara daring bagi guru yang mengajar di sekolah swasta tak mesti diketahui atau mendapat izin dari pihak sekolah.
“Ketika para guru sudah lolos secara administrasi dan mendapat panggilan untuk tes, baru saya tahu. Mereka kan izin tidak masuk sekolah dua hari untuk tes swab dan tes seleksi. Secara kemanusiaan saya tidak mungkin menghalangi mereka yang sudah lolos administrasi. Tapi, jujur saya merasa kecewa dengan peristiwa ini,” kata Harun.
Baca juga: Rekrutmen Guru PPPK Perlu Dievaluasi

Harun berinisiatif memasukkan guru yang mendaftar diam-diam dalam satu grup WA. Akhirnya, diketahui ada 11 guru yang lolos, di antaranya lima guru yang sudah mendapat sertifikat pendidik dan lainnya belum. Mereka terdiri dari guru produktif dan non-produktif.
Demi menyelamatkan siswa di semester dua yang akan segera tiba, di akhir Desember lalu, usai pengumuman kelulusan seleksi guru, Harun pun mengambil langkah tegas. Dia meminta guru yang sudah diterima PPPK mengundurkan diri di awal Januari meskipun belum ada pemberkasan.
“Saya merasa situasi mental para guru yang diterima sudah tidak kondusif, tidak lagi berpikir untuk mengabdi di sekolah. Sekolah butuh menyelamatkan pembelajaran dengan mencari guru pengganti yang memang akan berpikir untuk mengabdi di sekolah tanpa pikiran bercabang,” ujar Harun yang merupakan guru berstatus PNS yang ditugaskan di sekolah ini.
Dalam waktu 10 hari, sekolah berjibaku mencari guru baru. Lowongan kerja pun dipasang. Akhirnya terjaring 11 guru pengganti dari sarjana pendidikan yang baru lulus maupun calon sarjana yang tinggal menunggu wisuda.
“Guru-guru kami yang pindah ke sekolah negeri selama ini sudah mendapat pendidikan dan pelatihan, dapat dukungan dari sekolah untuk bisa menjadi guru yang berkualitas. Tapi, mereka begitu saja diambil untuk mengisi sekolah negeri. Akhirnya kami harus mulai dari nol lagi menyiapkan guru.
“Guru-guru kami yang pindah ke sekolah negeri selama ini sudah mendapat pendidikan dan pelatihan, dapat dukungan dari sekolah untuk bisa menjadi guru yang berkualitas. Tapi, mereka begitu saja diambil untuk mengisi sekolah negeri. Akhirnya kami harus mulai dari nol lagi menyiapkan guru. Apalagi untuk mendapat guru produktif tidak mudah. Tapi apa boleh buat, tidak mungkin sekolah membiarkan siswa tidak punya guru,” kata Harun.
Nada kecewa juga disampaikan Ketua Forum Kepala Sekolah SMP DKI Jakarta Maringan Tampubolon. Sistem rekrutmen tahap 2 yang mulai terbuka, diikuti guru honorer sekolah negeri, guru swasta, dan sarjana pendidikan yang baru lulus, menimbulkan masalah baru. Banyak guru swasta yang bisa lolos seleksi dan harus berpindah ke sekolah negeri.
“Sistem pendaftaran daring tidak mengharuskan kepala sekolah atau yayasan tempat guru swasta mengajar tahu. Kami sadarnya ketika guru pamit tidak mengajar karena diterima jadi guru PPPK,” kata Maringan.

Kondisi sekolah di SMA PGRI 1 Curup, Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu. Sekolah ini melayani siswa miskin dengan sekolah gratis karena mendapat dana bantuan operasional sekolah atau BOS. Kemendikbudristek mengeluarkan kebijakan sekolah kecil dengan siswa kurang dari 60 sisa tidak mendapat dana BOS. Padahal, sekolah kecil, umumnya sekolah swasta, menjadi tempat sekolah siswa miskin.
Maringan berkisah, di sekolahnya ada guru yang ikut mendaftar seleksi PPPK tapi tidak melapor ke sekolah. Gelagat para guru ketahuan pihak sekolah karena mereka selalu pulang sore karena harus melengkapi banyak hal untuk seleksi.
“Saya memang tegur mereka dan mengatakan mereka yang ikut tes diam-diam itu tidak baik. Apalagi yang ikut adalah guru-guru bersertifikat,” ujar Maringan.
Akhirnya, Maringan pun mengambil langkah tegas untuk menyelamatkan pembelajaran di sekolah. Tentu saja sekolah tidak mau mengambil risiko saat semester baru tiba tidak ada guru. Akhirnya, guru baru pun direkrut.
“Awalnya banyak sekolah swasta tidak sadar dampak seleksi PPPK yang juga membolehkan guru swasta bersertifikat pendidik ikut. Ternyata, sekarang mulai sadar bahwa di semester yang berjalan ini banyak sekolah swasta yang akan kekurangan guru. Padahal, bukan hal yang mudah bagi sekolah swasta berbiaya ekonomis mencari guru pengganti,” ujarnya.
Organisasi masyarakat yang dalam perjalanan sejarah pendidikan bangsa justru berperan mendukung pemerintah dengan menghadirkan sekolah swasta juga mulai protes. Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) yang terdiri dari berbagai yayasan penyelenggara sekolah swasta menuntut supaya guru sekolah swasta yang diterima menjadi guru PPPK tetap bisa ditempatkan di sekolah swasta. Kebijakan ini membutuhkan niat baik dari pemerintah sebagai bentuk dukungan pada sekolah swasta agar dapat meningkatkan kualitas pendidikan.
Adapula Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia Unifah Rosyidi yang meminta supaya pemerintah adil pada sekolah swasta. Rekrutmen PPPK harus dikembalikan pada tujuan awal untuk menyelesaikan pengangkatan guru honorer sekolah negeri yang kini justru tersingkir.
“Kami bangga karena guru swasta berkualitas sehingga bisa lolos seleksi PPPK. Tapi, pemerintah jangan hanya memikirkan kepentingan sekolah negeri. Kini, sekolah swasta kekurangan guru. Ada ribuan guru PGRI yang bepindah ke sekolah negeri,” kata Unifah.
Sekolah-sekolah Muhammadiyah pun kehilangan sekitar 3.000 guru karena guru-guru mereka lolos seleksi PPPK. “Untuk sementara kami sedang berikhtiar agar lulusan-lulusan dari FKIP perguruan-perguruan tinggi Muhammadiyah mengisi kekosongan guru-guru yang ada. Namun, ini tidak akan menjawab persoalan secara total karena guru-guru kami yang lulus PPPK dan eksodus ke sekolah negeri jumlahnya sangat besar,” ujar Sekretaris Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pengurus Pusat Muhammadiyah Alpha Amirrachman.
Menurut Alpha, Muhammadiyah menuntut pemerintah mengubah kebijakan ini segera. “Kalau tidak, kami akan menempuh jalur hukum dengan melakukan judicial review,” ujar Alpha.
Guru honorer tersingkir
Ketidakcermatan pemerintah, terutama Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dalam kebijakan seleksi guru PPPK tak hanya membuat kegaduhan di sekolah swasta. Di sekolah negeri, persoalan juga menjadi pelik.
Para guru honorer yang selama puluhan tahun mengabdi dengan upah rendah, lalu diperjuangkan untuk bisa menjadi guru kontrak PPPK, justru tersingkir. Mereka harus hengkang dari sekolah karena guru swasta atau sarjana pendidikan bersertifikat pendidik akan menggantikan mereka dalam beberapa bulan ke depan.
Ada juga kasus, di mana tidak sinkronnya kebijakan antara panitia seleksi dengan perubahan yang terjadi membuat sekolah negeri terdampak. Di SMK PPN Lembang, Jawa Barat, guru honorer Fisika, Kimia,dan Biologi yang mengabdi di sekolah kejuruan pertanian ini memang bisa terangkat jadi guru PPPK. Tapi mereka harus berpindah mengajar ke SMA.
“Padahal di SMK, para guru Biologi, Fisika, dan Kimia ini dibutuhkan karena masuk sebagai kelompok guru produktif C1 sesuai kurikulum 2013 Revisi untuk SMK sejak tahun 2017. Bagaimana sekolah mengatasi kekurangan guru ini,” kata Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMK PPN Lembang Erni Rahmayanti.

Ribuan guru menghadiri puncak Peringatan Hari Guru Nasional dan Hari Ulang Tahun Ke-73 Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Tahun 2018 di Stadion Pakansari, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (1/12/2018).
Yang lebih miris lagi, nasib guru honorer sekolah negeri yang lulus passing grade tahap 1 tapi tak mendapat formasi. Ketua Umum Forum Guru Honorer Negeri Lulus Passing Grade Seluruh Indonesia (FGHNLPSI) Heti Kustrianingsih mengatakan, kebijakan PPPK untuk menuntaskan guru honorer di sekolah negeri harus adil. Saat ini, ada ribuan guru lulus passing grade tahap I seleksi PPPK yang nasibnya terkatung-katung. Mereka tidak masuk dalam formasi karena rekrutmen lebih mengutamakan pengangkatan guru di sekolah induk.
“Kami para guru honorer yang sudah lama mengabdi di sekolah negeri, meskipun lulus passing grade di tahap 1, tetap sulit dapat formasi. Di tahap 2, kami dikalahkan banyak guru swasta yang sudah mendapat sertifikat pendidik dan sarjana pendidikan yang juga sudah bersertifikat pendidik. Ini sungguh tidak adil dan kami akan terus berjuang. Tapi, sampai sekarang belum ada dukungan dari pemerintah maupun DPR,” kata Heti, guru honorer di salah satu SD negeri di Cilegon, Banten.
Menurut Heti, para guru honorer sekolah negeri lulus passing grade tahap 1 perlahan-lahan “didepak” dari sekolah. Setelah pengumuman seleksi PPPK tahap 2, para guru swasta yang mendapat afirmasi tinggi dari sertifikat pendidik mulai menggantikan guru honorer sekolah negeri yang tidak lulus di tahap kedua.
Heti mengatakan, meskipun lama mengabdi di sekolah negeri, para guru honorer sulit mendapatkan sertifikat pendidik. Sebab, guru honorer di sekolah negeri hanya berdasarkan pada surat keputusan (SK) kepala sekolah, yang tidak bisa dipakai sebagai dasar pemberian sertifikasi.
Sebaliknya, guru swasta lebih mudah mendapat sertifikat pendidik asal ada Surat Keputusan yayasan sebagai guru tetap. Para guru yang memiliki sertifikat pendidik mendapatkan tambahan satu kali gaji setara guru PNS.
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda mengatakan, rekrutmen PPPK harus dikembalikan pada tujuan semula, yaitu untuk menuntaskan persoalan guru honorer di sekolah negeri. Pemerintah tidak bisa menuntut guru honorer berkualitas tinggi sesuai standar pemerintah untuk guru honorer di sekolah negeri, karena selama ini pemerintah absen meningkatkan kualitas guru.
“Harusnya pemerintah adil dalam memperlakukan guru honorer di sekolah negeri yang banyak mengabdi secara sukarela. Pengangkatan guru PPPK ini mesti menjamin kesejahteraan. Setelah itu, tugas pemerintah meningkatkan kualitas para guru honorer sekolah negeri yang sudah terbukti dedikasinya untuk pendidikan anak-anak bangsa di tengah ketidakmampuan pemerintah menyediakan guru,” ujar Huda.
Berdasarkan data di Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Kemendikbudristek, pada tahun 2021 terdata sebanyak 2.063.230 guru di sekolah negeri. Di antaranya yang bukan PNS sebanyak 742.459 guru atau berkisar 36 persen.
Baca juga: Geser Guru Honorer di Sekolah Negeri
Ketika dihitung kebutuhan guru, di sekolah negeri seharusnya ada 2.268.716 guru. Setelah didata dengan menghitung guru PNS, CPNS 2019, dan lulusan guru PPPK tahun 2020, terdapat kekurangan 947.945 guru. Kekurangan guru PNS tidak dapat dipenuhi dari keseluruhan guru bukan PNS yang saat ini ada di sekolah negeri.