Ciptakan Lingkungan Belajar yang Nyaman Selama Belajar Tatap Muka
Pembelajaran tatap muka atau PTM 100 persen mulai dilakukan di sejumlah daerah pada 2022. Guru didorong untuk membangun kondisi belajar yang menyenangkan bagi siswa.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Guru didorong untuk menciptakan lingkungan belajar yang nyaman selama pembelajaran tatap muka, terlebih bagi siswa yang minim pengalaman bersekolah tatap muka selama pandemi Covid-19. Suasana belajar yang nyaman akan mengoptimalkan kegiatan belajar dan mengajar.
Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim mengatakan, membangun ikatan antara siswa dan guru bakal menjadi tantangan pembelajaran tatap muka (PTM). Dalam konsep pendidikan, kehadiran fisik guru tidak hanya berpengaruh ke kognisi anak, tetapi juga berperan membangun ikatan sosial dan emosional. Ikatan tersebut yang membuat proses pendidikan utuh.
”Anak-anak dapat mengungkapkan kebahagiaan, kesedihan, keingintahuan, dan lainnya. Bonding atau ikatan itu yang sulit dihadirkan selama pembelajaran jarak jauh. Ikatan tersebut tidak mungkin diwakilkan hanya dengan emoticon,” kata Satriwan di Jakarta, Kamis (6/1/2021).
P2G mendorong agar guru-guru tidak hanya fokus menuntaskan kurikulum selama PTM. Guru diharapkan dapat membangun ikatan sosial dan emosional dengan murid di masa awal pembelajaran. Siswa pun diharapkan merasakan lingkungan sekolah yang nyaman dan bersahabat.
Membangun ikatan antara guru dan siswa dapat dilakukan dengan beragam cara, seperti saling berbagi cerita di depan kelas. Satriwan mengatakan, ia mengajak siswa-siswanya menonton film bersama di kelas untuk membangun ikatan tersebut.
”Jangan langsung mengejar materi karena ini akan kontraproduktif dengan perkembangan sosial dan mental siswa. Selain itu, pendidikan baru akan efektif jika guru dan siswa saling percaya, nyaman, dan bersahabat,” ucap Satriwan yang juga mengajar di SMA Labschool Jakarta.
”Learning loss”
Kegiatan belajar dan mengajar yang optimal diharapkan dapat meminimalkan dampak penurunan capaian belajar atau learning loss. Satriwan menyebut PTM 100 persen merupakan ikhtiar untuk mengatasi ketertinggalan tersebut.
Bank Dunia memprediksi penurunan capaian belajar siswa Indonesia karena pandemi sekitar 0,9-1,2 tahun pembelajaran. Sebelum pandemi, hasil belajar siswa yang rata-rata bersekolah selama 12,4 tahun hanya setara 7,8 tahun belajar (Kompas, 20/12/2021).
Bonding atau ikatan itu yang sulit dihadirkan selama pembelajaran jarak jauh. Ikatan tersebut tidak mungkin diwakilkan hanya dengan emoticon.
Menurut psikolog Tika Bisono, penting bagi guru untuk memahami situasi tersebut dan menyesuaikan ekspektasinya terhadap siswa. Sebaliknya, siswa mesti dibantu untuk memahami pelajaran dengan baik. Guru dapat memanfaatkan masa awal PTM untuk meninjau kembali pelajaran selama pembelajaran daring.
”Anak-anak dibuat agar santai di sekolah, tidak stres. Guru juga jangan menganggap siswa tidak layak. Beri kesan bahwa anak layak ada di sekolah, tapi kualitasnya butuh ditingkatkan,” kata Tika.
Ia menambahkan, PTM masih sangat dibutuhkan anak-anak karena mereka bisa mendapat stimulasi audio, visual, hingga sentuhan saat PTM. Namun, PTM mesti dilakukan dengan hati-hati dan seusai protokol kesehatan.
Pada surat yang ditandatangani Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso pada 2 Januari 2022, IDAI merekomendasikan agar PTM baru dilakukan apabila 100 persen guru dan petugas sekolah sudah divaksinasi Covid-19. Selain itu, anak yang dapat masuk sekolah adalah yang sudah divaksinasi lengkap dan tanpa komorbid.
Anak di kategori usia 12-18 tahun dapat melakukan PTM 100 persen. Pembelajaran campuran daring dan luring dilakukan jika tingkat kasus positif Covid-19 di daerah tersebut di bawah 8 persen, ada transmisi lokal Covid-19 varian Omicron, serta semua warga sekolah sudah divaksinasi lengkap.
Anak kategori 6-11 tahun direkomendasikan melakukan pembelajaran campuran. Sementara itu, anak di bawah usia 6 tahun belum dianjurkan untuk mengikuti PTM.
”IDAI mendukung pelaksanaan pembelajaran tatap muka, tapi di waktu dan tempat yang tepat karena keselamatan dan kesehatan anak adalah yang utama,” kata Sekretaris Jenderal IDAI Hikari Ambara Sjakti.