Pemerintah Perlu Klarifikasi Kejelasan Klaim Sri Lanka atas Alat Musik Sasando
Pemerintah perlu mengumpulkan bukti untuk mengklarifikasi klaim alat musik tradisional khas Nusa Tenggara Timur yang diklaim sebagai alat musik Sri Lanka.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Pemerintah perlu melakukan klarifikasi kejelasan klaim alat musik sasando oleh Sri Lanka. Jika benar ada klaim seperti itu, segera diambil tindakan dengan mengumpulkan bukti sejarah kelahiran dan pengembangan sasando untuk disampaikan ke pihak terkait.
Dosen Seni Musik Institut Agama Kristen Negeri Kupang, Djohny Theedens (64), di Kupang, Senin (3/1/2022), mengatakan, setelah ada pernyataan dari Wakil Gubernur NTT Joseph Nae Soi mengenai klaim Sri Lanka atas alat musik sasando, masyarakat NTT kaget.
Theedens membuka sejumlah literatur soal seni dan budaya di Sri Lanka, tetapi tidak pernah menemukan adanya alat musik yang mirip sasando, yang dimiliki Sri Lanka sama dengan sasando di Rote Ndao, NTT.
”Pemerintah perlu klarifikasi kejelasan klaim ini, jangan diam. Apa benar ada klaim dari Sri Lanka soal kepemilikan alat musik sasando dari NTT itu. Kalau benar demikian, apa nama alat musik itu dalam bahasa Sri Lanka. Tentu bukan sasando. Jika mereka juga menggunakan nama sasando, itu sangat aneh,” katanya.
Sri Lanka juga harus bisa menunjukkan bukti sejarah perjalanan alat musik itu dalam sejumlah literatur, termasuk aktivitas alat musik itu sejak nenek moyang mereka dulu. Apakah mereka berulang kali menggelar lomba alat musik jenis itu di dalam negeri dan memperkenalkan pula ke luar negeri.
Sasando yang dimiliki masyarakat Rote Ndao memiliki sejarah dan legenda tua yang diceritakan turun temurun dari nenek moyang kemudian dibukukan oleh sejumlah pegiat seni musik tradisional NTT. Sasando kerap diperlombakan antarsekolah serta generasi pencinta seni musik di Kota Kupang dan NTT pada umumnya.
”Bahkan, sasando beberapa kali ditampilkan di tingkat nasional dan internasional. Presiden Soekarno pernah menampilkan alat musik sasando saat sidang Ganefo pertama di Jakarta 1963,” kata Theedens.
Ia mengatakan, telah mencari informasi terkait seni budaya di Sri Lanka, tetapi tidak ada satu pun literatur yang menyebutkan alat musik yang sama dengan sasando atau mirip sasando. Hanya negara Madagaskar yang memiliki alat musik instrumen mirip sasando, tetapi ada perbedaan dari sisi bentuk alat musik itu.
Bahkan, sasando beberapa kali ditampilkan di tingkat nasional dan internasional. Presiden Soekarno pernah menampilkan alat musik Sasando saat sidang Ganefo pertama di Jakarta 1963 ( Djohny Theedens).
Jika benar ada klaim dari negara Sri Lanka, pemerintah harus lebih tegas bersikap. Pemerintah perlu menyediakan bukti sejarah, legenda, dan praktik alat musik sasando di dalam masyarakat Rote Ndao, NTT, nasional, dan bahkan internasional.
Aktivitas alat musik itu harus hidup dan berkembang di dalam masyarakat dari tahun ke tahun, dan dari generasi ke generasi. ”Sasando sudah berlangsung seperti itu,” katanya.
Sri Lanka pun perlu memperlihatkan bukti-bukti aktivitas alat musik itu. Satu jenis alat musik dinyatakan hidup dan berkembang di kalangan satu etnik atau suku, kemudian diakui sebagai miliki etnik itu, harus disertai aktivitas konkrit dari alat musik itu di masyarakat.
Seni dan budaya
Klaim seni budaya milik Indonesia di luar negeri seperti itu juga berlaku untuk beberapa jenis kesenian dan budaya milik Indonesia seperti alat musik angklung dari Jawa Barat, batik dari Jawa Tengah, seni tari reog dari Jawa Timur, dan wayang dari Jawa Tengah. Peristiwa migrasi warga Indonesia ke luar negeri puluhan tahun silam. Mereka ini kemudian mengembangkan alat musik atau budaya dari tanah asal di luar negeri.
”Jika sasando itu benar diklaim Sri Lanka, bisa saja prosesnya seperti ini. Tetapi apakah ada warga Rote Ndao atau NTT yang berpindah menjadi warga negara Sri Lanka ratusan tahun silam. Kalaupun ada, klaim itu lemah, tidak dapat dipertanggungjawabkan,” katanya.
Theedens mengatakan, NTT memiliki ribuan jenis seni dan budaya lokal tersebar di 22 kabupaten/kota. Namun, semua itu belum dikelola atau didata dengan baik oleh pemerintah di masing-masing kabupaten/kota.
Penulis buku tentang sasando ini mengakui, pemda lebih fokus pada obyek wisata alam sehingga mengabaikan wisata sejarah, seni, dan budaya lokal. Padahal, unsur seni dan budaya lokal seharusnya memiliki daya tarik yang tidak kalah menarik dengan obyek wisata lain.
Potensi seni dan budaya di NTT jauh lebih banyak dibanding Bali dan DI Yogyakarta, tetapi belum ditata pemda. Seharusnya seni budaya ini kata dia dikelola untuk mendukung destinasi wisata yang sudah dikenal selama ini seperti wisata superpremium Labuan Bajo, Danau Tiga Warna Kelimutu, Kampung Adat Bena, dan tarian Pasola di Sumba dan lainnya.
Sebelumnya Wakil Gubernur NTT Joseph Nae Soi mengatakan, mendapat informasi langsung dari pihak Word Intellectual Property Organization (WIPO) bahwa Sri Lanka akan mendaftarkan alat musik sasando sebagai kekayaan seni dari negara itu ke WIPO, hak kekayaan intelektual dunia.
Atas informasi itu Nae Soi kaget dan memberikan peringatan keras dan berusaha segera mengumpulkan berbagai bukti untuk mengklarifikasi klaim dari Sri Langka itu.
Nae Soi diberi tugas oleh Gubernur NTT Viktor Laiskodat untuk menelusuri informasi itu sekaligus menyiapkan data terkait sasando. ”Sasando itu milik masyarakat Rote Ndao, NTT, sudah ribuan tahun silam. Ada bukti sejarah dan legenda yang jelas soal ini,” ujarnya.