Pariwisata di NTT Perlu Didesain Holistik dan Berkelanjutan
Pengembangan pariwisata di Nusa Tenggara Timur harus dilakukan secara holistik dan berkelanjutan dan melibatkan semua pemangku kepentingan serta destinasi didukung dengan kreasi seni masyarakat setempat.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA/FRANSISKUS PATI HERIN
·5 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Pembangunan pariwisata di Nusa Tenggara Timur perlu didesain secara holistik dan berkelanjutan dengan melibatkan semua pemangku kepentingan. Setiap destinasi wisata sebaiknya didukung dengan kreasi seni budaya serta hiburan lokal dan tidak hanya mengandalkan destinasi wisata itu sendiri. Selama ini, unsur seni sebagai penguat pariwisata ditinggalkan pengambil kebijakan di bidang pariwisata.
Dosen Seni Musik Sekolah Tinggi Agama Kristen Negeri Kupang, Djohny Thedeens, di Kupang, Kamis (16/9/2021), mengatakan, Nusa Tenggara Timur memiliki potensi budaya, seni, dan sejumlah tradisi lokal begitu luas dan dalam, tetapi sampai hari ini tidak pernah dilirik pemerintah daerah untuk pengembangan pariwisata. Pariwisata masih dipahami sebatas keindahan alam bahari dan satwa liar serta sebagian kecil budaya lokal.
Menurut dia, perlu ada desain pariwisata secara holistik dan berkelanjutan. Holistik artinya pariwisata di provinsi dengan luas wilayah 47.932 kilometer persegi itu tidak hanya binatang komodo di Labuan Bajo, Danau Kelimutu di Ende, rumah adat di Bena, dan sejumlah keindahan alam bahari, seperti Mulut Seribu di Rote dan Lamalera di Lembata.
Sekecil apa pun destinasi pariwisata itu harus selalu dipadukan dengan seni musik, seni kreasi, tarian daerah, sejumlah seni lokal daerah, serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Pembentukan paguyuban seni di setiap destinasi ternama di NTT sangat dibutuhkan. Labuan Bajo sebagai destinasi wisata superpremium sampai hari ini belum memiliki kelompok seni atau rumah seni sebagai pendukung.
Labuan Bajo butuh satu rumah kreasi seni yang di dalamnya ada pergelaran musik (hiburan) lokal, lagu-lagu daerah, tarian daerah, serta seni kreasi seperti menganyam, merakit, menenun, dan merangkai. Semua jenis keterampilan seni budaya yang ditampilkan di Labuan Bajo sebaiknya diambil dari daerah itu. Kecuali kunjungan ke destinasi itu dari tamu-tamu mancanegara, boleh ditampilkan seni budaya lintas kabupaten/kota di NTT.
Orang datang tidak hanya melihat obyek wisata itu, tetapi juga ingin dihibur dengan berbagai kesenian lokal, termasuk gaya hidup masyarakat.
Menghadirkan sumber daya seniman di NTT, pemerintah provinsi perlu memiliki satu sekolah tinggi seni untuk menggali, melestarikan, dan memperkenalkan seni budaya lokal ke dunia luar, sekaligus mendukung pariwisata lokal.
”Orang datang tidak hanya melihat obyek wisata itu, tetapi juga mereka ingin dihibur dengan berbagai kesenian lokal, termasuk gaya hidup masyarakat. Ini untuk membangkitkan kenangan dan keinginan wisatawan untuk kembali lagi ke lokasi itu,” kata Theedens.
Instrumen tradisional
Alat musik tradisional sasando, misalnya, selama ini hanya ditampilkan saat ada acara protokoler pemerintahan. Belum pernah digelar festival alat musik sasando dan alat musik tradisional lain di destinasi wisata tertentu. Apaila perlu, di setiap destinasi wisata dibangun pusat pertunjukan kesenian tradisional.
Ia mencontohkan, Bali dan Yogyakarta sangat terkenal dengan pariwisata. Setiap destinasi wisata selalu menyatu dengan kegiatan seni di daerah itu, terutama seni kreasi, UMKM, kerajinan, dan seni tradisional lain.
Kelompok pemain musik dan penari tradisional pun disiapkan secara permanen di lokasi itu. Pemprov NTT dinilai mengabaikan unsur seni dalam promosi kegiatan pariwisata. Padahal, provinsi dengan penduduk sebanyak 5,326 juta jiwa ini mempunyai sejumlah kekayaan seni musik tradisional, tari daerah, lagu-lagu tradisional, cerita rakyat, dan permainan tradisional. Mengembangkan kesenian daerah seperti ini merupakan upaya mempertahankan dan melestarikan warisan budaya yang ada.
Saat ini, alat musik sasando sudah mulai diperkenalkan di luar negeri, seperti Jerman, Jepang, dan Belanda. Sejumlah warga dari negara tersebut mengikuti kursus musik sasando di bawah asuhan kursus musik Haleluya milik Theedens.
Kini, mereka tengah mengembangkan sasando di negara mereka. Mereka juga membeli alat musik sasando yang diproduksi Theedens. Suatu saat bisa saja sasando jauh lebih populer di negara-negara itu ketimbang di NTT.
Satwa langka
Anggota Dewan Perempuan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Regio Bali Nusa Tenggara, Aleta Baun, mengatakan, pembangunan pariwisata itu harus berkelanjutan sampai ke anak cucu. Ia menilai apa yang dilakukan pemerintah di Labuan Bajo sebagai upaya pemusnahan satwa langka di dunia saat ini, binatang komodo. Binatang itu bakal punah manakala semua habitat komodo ditata kembali pemerintah.
Saat ini, kata Aleta Baun, sedang ada penataan di dua pulau, yakni Padar dan Pulau Rinca, yang di kemudian hari akan berembet ke pulau lain. ”Komodo tidak bangga dengan bangunan jalan hotmix dan perumahan modern di lokasi habitat mereka,” katanya.
Ia mengatakan, pembangunan pariwisata itu harus berkelanjutan, tidak hanya untuk kepentingan kelompok tertentu yang berkuasa pada saat itu. ”Setelah mereka itu selesai berkuasa, tentu penguasa yang akan datang memiliki kebijakan berbeda lagi, mungkin lebih buruk lagi,” katanya.
Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sony Lybing mengatakan, pemda sedang menyiapkan kerangka kerja pembangunan pariwisata secara holistik, di dalamnya termasuk keterlibatan pelaku seni, budayawan, pelukis, dan lainnya. Selama ini, beberapa kesenian sudah ditampilkan di sejumlah destinasi wisata, seperti tarian Caci di Manggarai dan penampilan alat musik sasando di Kupang.
Saat ini, pemda sedang fokus pada pengembangan ekonomi kreatif untuk mendukung pariwisata, seperti UMKM di setiap destinasi. Semua UMKM di destinasi wisata diajak terlibat menyuplai hasil karya mereka, bekerja sama dengan dekranasda provinsi dan kabupaten/kota.
Penataan Taman Nasional Komodo dilakukan untuk memberi rasa aman dan nyaman bagi para mengunjung yang datang menyaksikan komodo dari dekat. Pemerintah sama sekali tidak punya niat merusak atau merugikan satwa komodo di dalam habitatnya. Penataan itu justru semakin memberi peluang untuk pelestarian lingkungan dan satwa di dalamnya.