Sinergi Lintas Sektor untuk Lindungi Anak dari Kekerasan
Komitmen tersebut menjawab keprihatinan bersama bahwa anak yang mengalami kekerasan bukan tidak mungkin kelak di kemudian hari juga menjadi pelaku kekerasan.
Oleh
Nasrullah Nara
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mengantisipasi tindak kekerasan terhadap anak di lingkungan pendidikan, saatnya semakin dikuatkan sinergi lintas sektor dan lintas kementerian/lembaga. Berbagai kasus kekerasan terhadap anak selama ini diduga tak lepas dari berbagai faktor, termasuk kurang optimalnya pola asuh orangtua yang baik.
Dalam Seminar dan Lokakarya Pencegahan dan Penanganan Tindak Kekerasan pada Satuan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Badung, Bali, Minggu-Senin (19-20/12/2021), terungkap komitmen upaya perlindungan terhadap keselamatan anak, termasuk di lingkungan pendidikan. Siaran pers dari penyelenggara kegiatan menyebutkan, komitmen tersebut menjawab keprihatinan bersama bahwa anak yang mengalami kekerasan bukan tidak mungkin kelak menjadi pelaku kekerasan. Saatnya diperkuat upaya bersama untuk memutus dan menangkal potensi tindak kekerasan tersebut.
Jumeri, Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), dalam sambutan pembukaan acara tersebut menegaskan, kekerasan adalah salah satu dari tiga dosa besar di dunia pendidikan. Kekerasan yang dimaksud mencakup aspek seksual, perundungan, dan intoleransi.
Karena itu, kata Jumeri, Kemendikbudristek memiliki komitmen tinggi untuk menghadirkan lingkungan belajar yang aman dari berbagai bentuk kekerasan yang dapat terjadi kepada peserta didik. Komitmen tersebut telah tertuang dalam berbagai kebijakan, dimulai dari masuknya masalah kekerasan sebagai salah satu dari tiga dosa besar di dunia pendidikan hingga terbitnya berbagai peraturan yang memastikan keamanan peserta didik, baik secara fisik maupun psikis.
Seminar dan lokakarya (semiloka) itu menghadirkan pembicara Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Pusat Kajian Pendampingan Krisis Universitas Pendidikan Indonesia, Komunitas Pendidikan dan Pengembangan Anak Usia Dini; serta unsur organisasi guru penyelenggara PAUD se-Indonesia.
Jumeri mengingatkan, perlindungan dari kekerasan adalah hak asasi setiap anak yang telah diatur oleh Undang-Undang Dasar 1945. Dalam Pasal 28 disebutkan bahwa negara menjamin hak setiap anak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta hak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Hal ini kemudian semakin diperkuat dengan hadirnya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa bahwa anak sebagai tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa memiliki peran strategis, ciri, dan sifat khusus sehingga wajib dilindungi dari segala bentuk perlakuan tidak manusiawi yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia.
Sebagai bagian dari kebijakan yang dilakukan oleh Kemendikbudristek, telah disusun model PAUD berkualitas yang menjadi wujud kesamaan visi lintas unit dan lintas pihak mengenai kegiatan dan layanan yang perlu ada dalam satuan PAUD. ”Di dalam model PAUD Berkualitas ini, keamanan dan keselamatan peserta didik adalah bagian dari indikator kinerja yang turut diukur pemenuhannya,” ujarnya.
Model ini terdiri atas empat elemen, yaitu kualitas proses pembelajaran; kemitraan dengan orangtua siswa; mendukung pemenuhan layanan esensial anak usia dini untuk aspek di luar pendidikan, termasuk pengasuhan dan perlindungan; serta kepemimpinan dan pengelolaan sumber daya.
Berbagai indikator yang terukur dan terpantau ini ditujukan agar dapat menguatkan peran berbagai pihak dalam menghadirkan lingkungan belajar yang aman sebagai bagian dari PAUD berkualitas.
Jumeri menguraikan, keempat elemen tersebut memiliki indikator terukur, dipantau di mekanisme pendataan, dan selaras dengan berbagai kebijakan Kemendikbudristek, seperti profil/rapor pendidikan, transformasi sekolah di program sekolah penggerak, akreditasi, serta kerangka kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan (PTK). Berbagai indikator yang terukur dan terpantau ini ditujukan agar dapat menguatkan peran berbagai pihak dalam menghadirkan lingkungan belajar yang aman sebagai bagian dari PAUD berkualitas.
204.000 satuan PAUD
Dalam forum semiloka tersebut juga terungkap bahwa satuan PAUD yang saat ini berjumlah sekitar 204.000, beserta pengelola dan para pendidiknya, yang tersebar di berbagai pelosok Indonesia, merupakan pelaku penting dalam memberikan perlindungan bagi anak usia dini, tentunya dengan dukungan dari berbagai pihak sebagai ekosistem PAUD.
Dengan berbagai penguatan dan dukungan, setiap satuan PAUD kita harapkan dapat, pertama, memahami dan memiliki kesadaran bahwa kekerasan hadir dalam beragam bentuk. Di spektrum yang paling rendah, terdapat kekerasan psikis yang terjadi saat pendidik berinteraksi dengan cara negatif dengan anak. Baik dengan menggunakan kata-kata kasar maupun tindakan yang menyakiti anak, atau memosisikan anak dalam kondisi yang tidak nyaman sebagai bentuk hukuman.
Di spektrum paling tinggi, adalah kekerasan bersifat fisik yang dapat menyebabkan trauma berkepanjangan pada anak. Kekerasan juga dapat terjadi antarpeserta didik. Kedua, dapat merancang kegiatan pembekalan serta menyusun kebijakan pengelolaan berupa prosedur standar operasi (SOP) untuk memastikan keamanan anak terjaga, mulai dari saat anak tiba di sekolah, selama proses pembelajaran, hingga mereka meninggalkan lokasi satuan.
Ketiga, memiliki kapasitas untuk melakukan tindakan penanganan apabila terjadi tindakan kekerasan pada anak di satuan PAUD.
Keempat, membangun kemitraan dengan orangtua dalam memastikan keselarasan lingkungan yang aman bagi tumbuh kembang anak, baik di rumah maupun di satuan PAUD.
”Kami berharap agar Semiloka Pencegahan dan Penanganan Tindak Kekerasan pada Anak Usia Dini di Satuan PAUD ini dapat menguatkan pemahaman dan upaya pencegahan kekerasan yang dapat terjadi pada anak usia dini dan bagaimana peran satuan PAUD dan orangtua dalam upaya pencegahan dan penanganannya,” kata Jumeri.
”Semiloka ini juga diharapkan dapat merumuskan rencana aksi penguatan yang dapat diterapkan di berbagai satuan PAUD, dan rekomendasi kebijakan serta tindak lanjut untuk pencegahan dan penanganan tindak kekerasan pada anak usia dini di satuan PAUD,” ujarnya.
Diharapkan, dalam proses pembelajaran, pendidik menerapkan disiplin positif yang memastikan tidak terjadinya kekerasan verbal pada anak.
Sementara itu, Direktur PAUD Kemdikbudristek Muhammad Hasbi mengatakan, kegiatan ini diharapkan menguatkan strategi tercapainya lingkungan belajar yang aman sebagai bagian dari PAUD berkualitas. Diharapkan, dalam proses pembelajaran, pendidik menerapkan disiplin positif yang memastikan tidak terjadinya kekerasan verbal pada anak.
”PAUD dan orangtua perlu merajut kesamaan visi mengenai pentingnya menghadirkan lingkungan belajar yang aman dan nirkekerasan untuk tumbuh kembang anak sebagai upaya menjaga keselarasan antara lingkungan belajar di rumah dan di satuan pendidikan,” ujar Hasbi.
Dia menambahkan, hal yang tidak kalah penting adalah kepemilikan kartu identitas anak sebagai indikator penting untuk menyerukan pemahaman bahwa identitias adalah hak anak yang esensial dan merupakan fondasi rasa menghargai pada anak.
”Yang terakhir, kita perlu mendorong agar satuan pendidikan memberikan pembekalan berkala kepada pendidik, memiliki standar operasional, dan melakukan upaya monitoring berkala. Indeks yang aman adalah bagian dari indikator kinerja PAUD berkualitas yang berfokus pada keamanan peserta didik secara fisik maupun psikis,” katanya.