Tingkatkan Anggaran untuk Cegah Kekerasan pada Anak di Sumbar
Gubernur Sumbar meminta kabupaten/kota di Sumbar meningkatkan anggaran untuk pencegahan dan penanganan kasus kekerasan terhadap anak menyikapi banyak kasus kekerasan seksual terhadap anak akhir-akhir.
Oleh
YOLA SASTRA
·4 menit baca
PADANG, KOMPAS — Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi meminta kabupaten/kota di provinsi itu meningkatkan anggaran untuk mencegah dan menangangi kasus kekerasan terhadap anak. Hal itu menjadi salah satu poin dalam Surat Edaran Nomor 463/572/PHPA/DP3AP2KB-2021 tentang Upaya Percepatan Pencegahan dan Penanganan Kasus Kekerasan terhadap Anak yang dikeluargan Mahyeldi.
”Gubernur mengeluarkan surat edaran itu untuk merespons peningkatan kasus akhir-akhir ini,” kata Hefdi, Kepala Biro Administrasi Pimpinan Sekretariat Daerah Provinsi Sumbar, Selasa (30/11/2021). Surat edaran yang ditandatangani pada 24 November 2021 itu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Terdapat 13 poin dalam surat edaran itu. Selain meningkatkan anggaran, Gubernur juga meminta bupati dan wali kota untuk menjadikan kegiatan pencegahan dan penanganan kasus kekerasan terhadap anak sebagai kegiatan strategis daerah. Selanjutnya, meningkatkan kearifan lokal dalam merespons kasus kekerasan dan diskriminasi terhadap anak dan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dengan mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak.
Bupati dan wali kota diminta pula memperkuat koordinasi pencegahan dan penanganan kasus kekerasan terhadap anak dengan pihak-pihak terkait di tingkat pusat, daerah, maupun lembaga swadaya masyarakat. Selain itu juga mendorong pembentukan komunitas Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) dan Satuan Tugas (Perlindungan Perempuan dan Anak (Satgas PPA) untuk deteksi dini kasus.
Selanjutnya, mendorong nagari/desa melaksanakan kegiatan pencegahan dan penanganan kasus dengan memanfaatkan dana desa; membuat kerja sama dengan ormas Islam terkait materi pencegahan kekerasan terhadap anak; dan meningkatkan upaya pencegahan kekerasan dan diskriminasi terhadap anak di lingkungan sekolah dengan memanfaatkan dana BOS.
Poin-poin lainnya, antara lain membentuk Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) di tingkat kabupaten/kota; membentuk tim aksi cepat tanggap di tingkat nagari, kecamatan, kabupaten/kota; menyediakan rumah aman; menyediakan tenaga ahli penanganan kasus kekerasan terhadap anak; dan sebagainya.
”Gubernur berharap dengan langkah strategis yang diambil bisa menekan angka kekerasan seksual terhadap anak hingga zero accident,” ujar Hefdi.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (P3AP2KB) Kota Padang Editiawarman mengatakan, terkait anggaran perlindungan anak, Kota Padang sudah punya komitmen. Untuk tahun depan, pemkot menyediakan anggaran Rp 500 juta untuk penanganan kekerasan terhadap anak.
”Rp 500 juta dari APBD. Banyak item kegiatan, baik untuk sukarelawan, pusat pelayanan terpadu, sewa tempat, biaya rutin, dan lain-lain. Tahun ini kami didukung oleh kementerian dengan dana alokasi khusus Rp 450 juta. Tahun depan kami tidak dapat lagi dari kementerian, tetapi Padang punya komitmen,” kata Editiawarman. Kementrian yang dimaksud adalah Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Anak.
Menurut Editiawarman, anggaran tersebut sebenarnya memang belum cukup dan dibutuhkan anggaran yang lebih besar lagi, antara lain untuk menyediakan rumah aman, merekrut tenaga, dan sebagainya. Walakin, hal itu akan diangsur secara bertahap di tengah keterbatasan. Pemkot juga menjajaki kolaborasi program dengan lembaga amal.
Terkait poin-poin lainnya dalam edaran itu, Editiawarman menyambut baik. ”Jika tidak tahun sekarang, tahun besok. Pembentukan UPT PPA (Unit Pelayanan Terpandu Perlindungan Anak dan Perempuan) di Padang sedang proses. Di Sumbar, baru ada di provinsi dan Sijunjung,” ujarnya.
Dukungan psikososial
Editiawarman menambahkan, terkait dua bocah perempuan di Padang yang menjadi korban kekerasan seksual anggota keluarganya, kedua korban kondisinya cukup baik di rumah aman. Namun, untuk selanjutnya, anak-anak ini butuh dukungan psikososial lebih lanjut. Mereka butuh tumbuh kembang di lingkungan yang lebih kondusif.
Anak-anak ini tidak bisa kami serahkan kepada keluarganya karena tidak ada yang mau dan sanggup menjaganya. (Editiawarman)
”Anak-anak ini tidak bisa kami serahkan kepada keluarganya karena tidak ada yang mau dan sanggup menjaganya. Kami lihat perkembangan ke depan, apakah akan dititip pada kementerian, atau bagaimana, kami masih menjalin komunikasi. Selain itu, orangtua asuh bisa menjadi alternatif dalam rehabilitasi dan tindak lanjut pengembangan diri anak-anak ini,” ujarnya.
Sebelumnya, Jaringan Peduli Perempuan Sumbar yang dikoordinasikan oleh Women Crisis Center (WCC) Nurani Perempuan juga menyerukan sejumlah tuntutan kepada pemerintah agar memenuhi korban kekerasan seksual, Kamis (25/11/2021) lalu. Tuntutan itu, antara lain, adanya fasilitas rumah aman untuk korban kekerasan seksual, program pemulihan komprehensif, jaminan keberlanjutan pendidikan, pendidikan dini tentang organ genital bagi anak untuk mencegah kekerasan seksual, dan mendukung pengesahan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Berdasarkan catatan tahunan WCC Nurani Perempuan, selama Januari-November 2021, terjadi 90 tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak di Sumbar. Dari total itu, 48 kasus adalah tindak kekerasan seksual dan 37 kasus di antaranya dialami oleh anak-anak.
Sementara tahun 2020, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Sumbar sebanyak 95 kasus. Sebanyak 47 kasus di antaranya adalah kekerasan seksual.
”Dibanding tahun lalu, trennya meningkat. November ini saja ada 19 kasus yang kami tangani. November tahun lalu cuma enam kasus,” kata Rahmi Meri Yenti, Direktur WCC Nurani Perempuan, Kamis lalu.
Adapun Polresta Padang mencatat, selama Januari-November 2021, polisi menangani 85 kasus kekerasan seksual terhadap anak di Kota Padang. Pelaku umumnya adalah orang-orang terdekat, mulai dari ayah, kakek, kakak, sepupu hingga tetangga. Kasus meningkat dibandingkan dengan tahun lalu yang berjumlah 48 kasus.