Kearifan Masa Lalu, Modal Hadapi Tantangan Masa Depan
Kebudayaan menyimpan kearifan masa lalu dari nenek moyang. Kearifan itu dapat menjadi inspirasi menghadapi tantangan masa depan, serta untuk membangun kehidupan berkelanjutan.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kearifan masa lalu yang terkandung dalam kebudayaan dinilai sebagai modal menghadapi berbagai tantangan masa kini dan masa depan. Itu sebabnya, pelestarian, pengembangan, dan pemanfaatan kebudayaan menjadi penting.
Presiden Joko Widodo pada Jumat (19/11/2021) mengatakan, tantangan yang dihadapi negara saat ini bukan yang pertama kalinya. Nenek moyang Indonesia sejak dulu telah menghadapi tantangan serupa, antara lain penyakit, pandemi, hingga bencana.
Namun, tantangan itu bisa diatasi dengan kearifan lokal yang diwariskan nenek moyang secara turun-temurun. Contohnya, konsumsi jamu untuk menjaga kesehatan dan menyembuhkan penyakit. Sejarah pengobatan tradisional ini pun tertera di relief Candi Borobudur.
Kebudayaan kita tumbuh dari berbagai kesulitan nenek moyang. Kebudayaan kita merupakan cara hidup yang tumbuh dalam peradaban kita. Kebudayaan kita dikembangkan dari interaksi nenek moyang kita dengan sesama dan interaksi dengan alam.
”Kebudayaan kita tumbuh dari berbagai kesulitan nenek moyang. Kebudayaan kita merupakan cara hidup yang tumbuh dalam peradaban kita. Kebudayaan kita dikembangkan dari interaksi nenek moyang kita dengan sesama dan interaksi dengan alam,” ucap Presiden secara daring pada pembukaan Pekan Kebudayaan Nasional (PKN) 2021.
Menurut Presiden, ilmu pengetahuan dan kearifan masa lalu dapat dipelajari serta menjadi rujukan untuk mencari solusi masalah masa kini. Namun, perlu diingat bahwa kearifan masa lalu tidak selalu hadir dalam bentuk buku atau literatur dengan standar ilmiah masa kini. Kearifan itu kerap diwariskan dalam berbagai bentuk kebudayaan, seperti narasi lisan, teater, hingga kebiasaan hidup.
Itu sebabnya, meneliti kearifan masa lalu secara ilmiah menjadi penting. Presiden menegaskan bahwa Indonesia berpeluang besar menumbuhkan ilmu pengetahuan berbasis peradaban dari kekayaan budaya.
”Kita harus secara arif menghargai kebudayaan dan peradaban kita,” ucap Presiden. ”Selain pengembangan dan pemanfaatan (kebudayaan), pelestarian menjadi kunci untuk kemajuan Indonesia,” kata Presiden, menambahkan.
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Hilmar Farid mengatakan, mengadopsi kearifan masa lalu mesti dilakukan secara selektif. Sebab, belum tentu hal itu sesuai dengan konteks masa sekarang.
Agar dapat memilih dengan arif, memahami dan mendalami kebudayaan mesti dilakukan lebih dulu. Adapun PKN menjadi media mengenalkan kembali kebudayaan kepada masyarakat. PKN diadakan secara daring pada 19-26 November 2021.
Sebelumnya, pada pidato kebudayaan yang disiarkan secara daring pada Kamis (18/11/2021), Hilmar mengatakan bahwa kebudayaan menjadi salah satu jalan menuju pembangunan berkelanjutan. Selama ini, pertumbuhan ekonomi jadi tolak ukur keberhasilan pembangunan. Sistem ini dinilai rentan. Begitu dihantam pandemi, pertumbuhan ekonomi mandek, lalu memengaruhi kehidupan masyarakat.
Pola kehidupan masyarakat yang eksploitatif terhadap sumber daya alam pun problematik. Pandemi Covid-19 merupakan salah satu akibat turunan dari perilaku tersebut.
”Kita tidak mungkin kembali ke keadaan normal lama yang penuh masalah dan menjadi penyebab krisis saat ini. Ada kesepakatan bersama bahwa kita perlu normal baru yang tidak mengulangi kesalahan masa lalu, normal baru yang menjadikan keselamatan dan kesejahteraan manusia sebagai prioritas utama, serta normal baru yang mengelola alam dengan bijak,” ujar Hilmar.
Adapun kebudayaan menjadi landasan membangun normal baru tersebut. Misalnya, budaya membuat wastra atau kain Nusantara yang menggunakan serat dan pewarna alami. Hal ini bisa jadi wacana tandingan untuk industri busana cepat atau fast fashion.
Hilmar menambahkan, kebudayaan perlu dipahami secara luas, tidak sekadar sebagai kesenian. Kebudayaan mencakup, antara lain, laku hidup, sikap, hingga nilai. Hal itu perlu dibarui dan dimodifikasi hingga sesuai dengan konteks masa kini.
Adapun PKN 2021 dimaknai sebagai tanda kebangkitan kebudayaan. PKN 2021 merangkul sedikitnya 15.000 pekerja seni, budaya, hingga pekerja teknis. Para pekerja pun beradaptasi dengan pandemi, yakni dengan memindahkan panggung fisik ke panggung virtual.
Seniman Ketut Rina pada pertunjukan video berjudul Napas Jiwa mengatakan, proyek seni Napas Jiwa memberi pengalaman baru baginya. Selain karena memadukan unsur Bali dan Jawa pada satu panggung, pertunjukan ini berbeda karena disuguhkan secara tidak langsung kepada audiens.
Menurut sutradara Napas Jiwa, Jay Subiakto, pertunjukan virtual menawarkan cara baru presentasi karya. Jika selama ini audiens menikmati visual pertunjukan secara terbatas dari satu panggung, kini ia bisa menyuguhkan visualisasi dengan pendekatan beragam kepada audiens.
Sementara itu, kreator Napas Jiwa, Atilah Soeryadjaya, mengatakan, pertunjukan ini dikemas sedemikian rupa agar bisa dinikmati semua orang, khususnya generasi muda. Pengenalan budaya kepada generasi muda ia nilai penting.